Advertisement - Scroll ke atas
  • Media Sulsel
  • Bapenda Makassar
  • Universitas Diponegoro
Opini

Ada Apa di Balik Moderasi Beragama?

445
×

Ada Apa di Balik Moderasi Beragama?

Sebarkan artikel ini
Ada Apa di Balik Moderasi Beragama?
Nur Intan Assyam (Aktivis Muslimah)
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar

OPINI—Program moderasi beragama yang sudah sangat digencarkan sejak tiga tahun terakhir ini memang menuai kontroversi dari berbagai pihak menjadi sangat menarik untuk kita bahas.

Program moderasi beragama terus digalakkan oleh pemerintah dan masuk dalam program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Program moderasi beragama ini pula telah dijadikan Rencana strategis  (renstra) pembangunan di bidang keagamaan lima tahun mendatang.

Pemerintah terus menguatkan agenda Moderasi agama diberbagai sektor. Kalau ditahun 2022 agendanya berupa sosialisasi ke penyelenggara negara dan lembaga keagamaan termasuk sekolah dan kampus-kampus di seluruh Indonesia dalam bentuk seminar dan workshop untuk penguatan pemahaman moderasi agama.

Program moderasi agama akan diterapkan dalam semua lini dengan pelibatan kesemua penyelenggara negara, pelibatan tokoh publik dan organisasi yang berpengaruh dan kebijakan afirmasi penguatan moderasi agama yang harapannya nanti ditahun 2024 ini tercipta masyarakat yang lebih toleran terhadap keberagaman dan budaya dan moderasi agama menjadi prespektif utama dalam pendidikan.

Sepintas moderasi agama versi kemenag memang seperti menjanjikan buah yang “manis dan menyehatkan” untuk dalam tapi dalam penerapannya mengandung banyak bakteri jahat yang berbahaya bagi kesehatan umat.

Pada buku peta Jalan (Road Map) Penguatan Moderasi Beragama dijelaskan tujuan menciptakan tatanan kehidupan agama dan bernegara yang harmonis, rukun, damai dan toleran dalam konteks masyarakat yang majemuk dengan keberagaman agama, etnis, budaya dan kepercayaan.

Moderasi agama merupakan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama, yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa”

Disebutkan pula bahwa moderasi ber- agama bukan perkara upaya memoderasi agama, karena pada hakikatnya semua agama sudah moderat, melainkan upaya memoderasi pemahaman dan pengamalan kita dalam beragama, agar tidak terjebak pada ekstremitas.

Ukuran ekstremitas yang dimaksud adalah, mencederai nilai luhur kemanusiaan, karena agama diturunkan untuk memuliakan manusia. Kedua, melabrak kesepakatan bersama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dan ketiga melanggar ketentuan hukum yang menjadi panduan bermasyarakat dan bernegara

Sementara moderat jika ; Komitmen kebangsaan, toleransi terhadap umat beragama lain, anti kekerasan serta penerimaan terhadap tradisi budaya lokal

Namun bila ditelaah lebih jauh Proyek moderasi beragama akan berdampak pada banyak hal yang tentunya akan merugikan ummat Islam.

Pengkategorian semacam ini tentu sangat subyektif tergantung dari sudut pada para pengelola kebijakan dan tentu sudah bisa dipastikan akan menyasar kemana.

Kata “extremitas” dan radikal akan dibawa ke arah kelompok dan individu yang sedang memperjuangkan syariat islam diterapkan dalam kehidupan bernegara sebagai pengejawantahan dari quran dan hadist.

Hal ini sudah sangat umum dipahami dan juga diperkuat oleh argumen tokoh-tokoh liberal yang secara terang-terang menolak syariat islam sebagai hukum positif bernegara.

Maka tidak heran bila yang diinginkan oleh para perumus konsep moderasi beragama adalah dalam berislam hanya mengambil “nilai-nilai luhur” yang terkandung di dalamnya dengan dibungkus nilai harkat dan martabat kemanusiaan serta aturan-aturan yang telah disepakati oleh pendiri bangsa.

Tentu hal ini sangat jauh berbeda dengan apa yang diajarkan dalam islam. Dalam Islam kita sudah sangat paham bagaimana perintah untuk menjalankan islam ini secara kaffah (full) tidak setengah-setengah atau memilah sesuai dengan kebentingan bersama.

Allah Swt berfirman yang artinya: “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).

Imam Al Qurtubi menjelaskan bahwa Seorang muslim dituntut masuk ke dalam Islam secara menyeluruh. Merupakan kesesatan yang nyata, apabila ada orang yang mengaku dirinya Islam, namun mereka mengingkari atau mencampakkan sebagian syariat Islam dari realitas kehidupan, seperti mengikuti paham sekularime (pemisahan agama dari kehidupan) yang ada saat ini

Kerugian berikutnya adalah terjadinya pendangkalan Aqidah dan pemahaman islam untuk generasi muda. Apalagi sudah menyasar kurikulum pendidikan.

Dalam Buku Peta Jalan (Road Map) Moderasi beragama sangat kental dengan ide pluralisme yakni menyamakan semua agama dan keyakinan, tidak boleh mengklaim pemahamannya paling benar sehingga semua tafsir agama dan keyakinan benar.

Hal ini menjadi cela yang bisa dipakai oleh penganut kepercayaan yang menyimpang dari Islam seperti Aliran syiah, ahmadiayah, Lia Eden dsb untuk bisa tetap exist dan menyebarkan pahamnya kepada ummat islam, apalagi patokanya adalah demi menghargai perbedaan keyakinan beragama tafsir beragama.

Pluralisme selalu menjadi jurus jitu mendiskreditkan umat Islam khususnya yang taat pada ajaran agamanya. Ujungnya bermuara pada intoleransi dan radikalisme. Umat Islam seakan dipaksa bertoleransi pada paham yang diharamkan agamanya. Jika tidak, label intoeransi dan radikalisme siap disematkan.

Toleransi dalam bingkai demokrasi bukan hanya dalam konteks membiarkan agama lain beribadah dan berkeyakinan berbeda tetapi mengharuskan umat Islam terlibat dalam memeriahkan dan melaksanakan ritual agama mereka bahkan pasrah menerima penistaan agama dari kelompok-kelompok sesat yang menunjukkan inkonsistensinya pada syahadat Islam dan rukun iman.

Moderasi beragama telah mengakibatkan hukum Islam diambil sebagian dan diabaikan sebagian, atau diubah sesuai dengan pandangan sekuler. Ini jelas bertentangan dengan perintah Allah dalam Al Qur’an agar umat Islam menerapkan Islam secara Kaffah.

Selain itu Islam merupakan pandangan hidup yang sudah sempurna, tidak perlu memoderasi cara beragama dengan konsep-konsep yang datangnya dari akal-akalan manusia untuk kepentingan kapitalis. Semua panduan hidup sudah lengkap dan sempurna tinggal kita mau komitmen dengan islam dan mempelajari mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari

Allah Swt berfirman, dalam Q.S Al Maa’idah ayat 3 yang artinya: “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS. Al Maa’idah: 3)

Wallahu a’lam bishawab

 

Penulis:
Nur Intan Assyam (Aktivis Muslimah)

 

 

***

 

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!