Mediasulsel.com, Ahli waris pemilik lahan Jalan Tol Reformasi Makassar, Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya masih menempati jalan tol reformasi Makassar, mereka tidak akan meninggalkan tempat sampai tuntutan mereka terpenuhi.
Mereka mendirikan tenda dengan alasan seadanya dan menutup setengah jalan pintu masuk Tol kaluku bodoa, Kamis(20 /10/2016).
“Kami kembali memohon maaf kepada pengguna jalan dan masyarakat Kota Makassar atas ketidak nyaman ini, ini kami lakukan karena, hak kami belum dibayarkan Kementerian PU,” tegas kuasa hukum ahli waris, Andi Amin Halim Tamatappi.
Pihaknya menyatakan jalan tol tersebut akan dibuka kembali apabila Kementerian PU-PR langsung menyerahkan uang ganti rugi pembebasan lahan yang belum dibayarkan 17 tahun lamanya sejak 2001 seluas tujuh hektare lebih.
“Tak ada jalan lain, ini sudah final akan kami ambil kembali tanah itu. Kami sudah lelah dibohongi, hak tidak dipenuhi tetapi sudah digunakan,” ucapnya.
Pihak ahli waris kembali menekankan, aksi itu nantinya merupakan aksi yang terakhir dan tidak ada toleransi sampai pembayaran ganti rugi senilai Rp 9 miliar lebih itu dibayarkan. Selain itu Kementerian PU-PR diduga tidak punya niat baik untuk menyelesaikan perkara ini apalagi belum ada tanda-tanda membayarkan sisa uang ganti rugi lahan tahap kedua.
“Segala upaya hukum telah kami lakukan hingga berdemo di depan istana presiden. Upaya persuasif pun telah ditempuh tapi lagi-lagi tidak kepastian adanya pembayaran sisa uang ganti rugi lahan,” sebut dia.
Amin mengungkapkan sisa uang ganti rugi lahan yang belum terbayarkan sebesar Rp 9 miliar lebih dari total anggaran pembebasan lahan pada tahun 1996 total Rp 12 miliar.
“Awalnya pembebasan lahan tahap pertama telah kami terima tahun 1998 sebesar Rp 2,5 miliar, setelah melalui proses verifikasi yang cukup panjang tim pembebasan lahan, tapi setelah itu tidak ada lagi sampai sekarang,” ucapnya.
Dalam proses pengurusan sisa pembayaran uang ganti rugi lahan, lanjut dia, ada orang bernama Ince Baharuddin mengaku pemilik lahan, padahal tidak ada kaitannya dengan lahan dan telah diproses hukum terkait pemalsuan dokumen.
Belakangan Kementerian PU-PR enggan membayarkan karena dinilai bersengketa. Upaya hukum pun ditempuh sampai pada tingkat Mahkamah Agung (MA) dalam Peninjauan Kembali (PK) dikeluarkan putusan bernomor 17/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010.
Putusan berkekuatan hukum pun di keluarkan dengan perintah pembayaran sisa ganti segera dibayarkan kepada ahlii waris membayarkan, tetapi tidak dibayarkan sampai sekarang.
“Tinggal Pengadilan Tuhan yang kami belum tempuh semua upaya baik secara hukum hingga persuasif kami sudah tempuh, tetapi kami hanya dapat janji dan janji sampai tidak ada kabar kapan pembayaran diselesaikan,” katanya. (aks)