OPINI—Sejak bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Tiongkok dengan cepat berintegrasi ke dalam perekonomian global, yang telah menimbulkan permasalahan khusus bagi negara-negara berpenghasilan tinggi, terutama Amerika Serikat. Nilai ekspor Tiongkok yang terus berlanjut sebenarnya memberikan pengaruh negatif terhadap Amerika Serikat.
Pada tahun 2017, volume perdagangan produk dan jasa antara Amerika Serikat dan Tiongkok mencapai US$636 miliar, namun sebagian besar berasal dari pembelian Tiongkok dari Amerika Serikat. Neraca perdagangan bilateral AS juga tidak seimbang.
Untuk meningkatkan neraca perdagangan AS, Presiden Trump kemudian mengadopsi sejumlah inisiatif. Bagian dari kebijakan perdagangan internasional ini adalah peninjauan kembali perjanjian perdagangan AS-Tiongkok. Amerika Serikat kemudian memilih meluncurkan kebijakan menaikkan bea masuk terhadap produk asal Tiongkok.
Pada tanggal 22 Maret 2018, Presiden A.S. Trump secara terbuka mengumumkan laporan Perwakilan Dagang A.S., yang menganjurkan penerapan sanksi perdagangan terhadap Tiongkok dan penerapan bea masuk pada lebih dari 1.300 produk yang berasal dari Tiongkok. Jumlah US$1,5 juta ditetapkan sebesar US$60 miliar.
Pemberlakuan pembatasan tarif terhadap Tiongkok tentu akan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi Tiongkok. Pendapatan terbesar Tiongkok berasal dari operasi ekonomi impor dan ekspor, dan ketidakseimbangan pendapatan devisa Tiongkok sangat terpengaruh.
Menanggapi tindakan Trump, Presiden Tiongkok Xi Jinping pun bereaksi. Tiongkok juga menyatakan pada tanggal 23 Maret 2018, bahwa mereka akan menerapkan bea lebih lanjut terhadap produk aluminium dan baja impor Amerika senilai US$3 miliar.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa ia telah mengarahkan Perwakilan Dagang AS untuk menerapkan lebih banyak pajak impor terhadap barang-barang Tiongkok. Jumlah pungutan tambahan setara dengan $100 miliar.
Adanya kebijakan tersebut tentu akan memberikan pengaruh yang sangat merugikan bagi Tiongkok. Sebab pendapatan utama Tiongkok berasal dari aktivitas impor dan ekspor.
Kebijakan yang diambil oleh Trump telah berkontribusi pada ketidakseimbangan keuntungan devisa Tiongkok. Presiden Tiongkok Xi Jinping tidak tinggal diam. Presiden Xi telah merespons atau membalas Tiongkok. Presiden Xi telah menyatakan keberatannya terhadap kebijakan Tiongkok.
Akibatnya, Tiongkok mengambil tindakan yang menentang kebijakan Trump. Setelah Presiden A.S. Trump menandatangani sebuah memorandum kemarin untuk mengenakan bea tambahan pada ekspor Tiongkok senilai $60 miliar, Tiongkok segera membalas.
Pemerintah Tiongkok juga mengumumkan akan mengajukan banding ke Amerika Serikat di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). “Negeri tirai bambu” ini mengusulkan untuk mengenakan tarif 25% atas impor daging babi dari Amerika Serikat dan tarif 15% untuk barang-barang pipa baja, buah-buahan, dan anggur.
Pemerintah Tiongkok telah membalas tarif impor yang diumumkan oleh Presiden AS Trump. Kementerian Perdagangan Tiongkok telah membuat daftar 128 komoditas yang dapat dikenakan pajak.
Tiongkok ingin memanfaatkan keunggulan ini dengan menyasar kelompok masyarakat tertentu di seluruh dunia, yaitu kelas menengah dan bawah. Produk-produk dari Amerika Serikat cenderung lebih mahal untuk diproduksi dibandingkan di Tiongkok karena Amerika Serikat memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih tinggi.
Dengan maraknya barang-barang Tiongkok, pilihan produk masyarakat kelas menengah dan bawah Amerika menjadi semakin beragam. Penalaran dasar konsumen yang berkaitan dengan ekonomi mendorong pembelian barang-barang yang lebih murah dibandingkan produk sejenis lainnya.
Kehadiran produk-produk berharga murah tersebut kemudian berdampak pada melambatnya pertumbuhan produk asal Amerika Serikat. Kampanye proteksionisme AS melalui tarif merupakan tindakan yang diambil oleh Presiden Donald Trump untuk memastikan bahwa produk dalam negeri Amerika yang berkualitas tinggi namun lebih mahal dapat bersaing dengan produk Tiongkok.
Fenomena perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada tahun 2018-2019 sebenarnya tidak terlepas dari kepentingan kedua negara. Amerika Serikat ingin melibatkan Tiongkok dalam forum negosiasi untuk membahas dugaan pelanggaran hak kekayaan intelektual yang dilakukan oleh perusahaan dan teknologi AS, dan AS ingin menstabilkan defisit perdagangan bilateral dengan Tiongkok sejak tahun 2011.
Pembalasan tarif Tiongkok merupakan respons langsung terhadap tarif tersebut. kebijakan yang diambil oleh Amerika. Mekanisme proteksionis menunjukkan bahwa kedua negara menggunakan faktor ekonomi (dalam hal ini bidang perdagangan) untuk memajukan kepentingan nasionalnya masing-masing, seperti yang ditunjukkan oleh studi ekonomi politik internasional.
Baik Tiongkok maupun Amerika Serikat akan menderita akibat perang dagang yang sedang berlangsung antara kedua negara. Presiden Donald Trump ingin menepati janji kampanye politiknya. Karena banyak pemilih kulit putih kelas pekerja memberikan dukungan mereka kepada Donald Trump. Selain itu, Trump ingin melindungi industri Amerika di mana orang kulit putih dan pekerjanya merasa aman.
Tujuan dan kepentingan Donald Trump, seperti yang diutarakan dalam kampanyenya dan dibahas dalam makalah ini, memberikan landasan bagi kebijakan perang dagang Amerika Serikat. Trump berkampanye dengan janji untuk meningkatkan lapangan kerja di Amerika Serikat. Trump juga tertarik untuk menerapkan kebijakan proteksionis. Slogan kampanye Trump adalah “Membuat Amerika Hebat Lagi”.
Trump menggunakan slogan tersebut untuk menyampaikan antusiasmenya dalam memperbarui kehebatan Amerika Serikat. Motto “America First” menjadi landasan Trump dalam membangun kebijakan pemerintahannya. Trump akan selalu mengutamakan kebutuhan rakyat Amerika dalam pengambilan kebijakannya. (*)
Penulis:
Regitha Maura Hanindafa Zahra
(Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.