OPINI—Apa jadinya jika pasangan hidup yang telah diikat pernikahan menjadi pelaku kejahatan? Parahnya lagi, menjadi pelaku pembunuhan pasangan sendiri? Sungguh, diluar nalar. Namun, hal ini benar-benar terjadi. Mirisnya, terjadi dibeberapa wilayah dengan kasus yang sama.
Seperti kasus pembunuhan istri oleh suami di Bekasi, Jawa Barat (7/9/2023) pelaku kesal karena korban meminta uang belanja, (Republika.co.id, 12/9/2023). Belum usai, kasus yang sama dan waktu yang sama terjadi di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, suami menusuk istrinya hingga tewas karena tak terima digugat cerai oleh korban, (7/9/2023).
Menyusul kasus yang sama pula terjadi Ciamis, Jawa Barat. Memperdebatkan hasil parkir pelaku sebesar 100 ribu yang mengkibatkan melayangnya nyawa sang istri, (10/9/2023).
Dalam rentan waktu yang singkat terjadi beberapa kasus pembunuhan istri oleh suami. Tentunya kasus yang tak data lebih tinggi lagi.
Berbagai Faktor
Idealnya pasangan yang diikat tali suci pernikahan hidup bersama saling memberi ketenangan, cinta dan sayang. Apa yang terjadi hari ini, jauh dari itu semua. Kurangnya pemahaman agama, salah satu faktor hingga mudahnya pelaku gelap mata, menghabisi nyawa korban dengan sadis tanpa empati. Ditengah keadaan yang serba sulit dan kehidupan semakin jauh dari agama lengkap.
Amarah menyulut hati dan pikiran menjadikan pelaku bringas. Padahal, korban merupakan wanita yang diminta secara sah, ibu yang melahirkan anak-anaknya.
Berbagai faktor pemicu menyulut amarah pasangan yang berakhir percekcokkan hingga meregangnya nyawa pasangan. Salah satunya kebebasan mengakses sosial media tanpa kontrol nilai agama hingga munculnya celah interaksi lawan jenis. Tidak memahami fungsi suami dalam rumah tangga, bahwa pemberi nafkah dan pengayom seluruh anggota keluarganya.
Masalah semakin rumit tatkala pasangan (istri) juga tak memiliki pemahaman agama, sehingga prilaku buruk sering memicu pertengkaran. Tak menghargai suami sebagai kepala rumah tangga. Sehingga kata-kata kasar pun terlontarkan. Pun tak memahami fungsi istri dalam rumah tangga. Selain pengatur rumah tangga dan pendidik anak-anak, ia juga menjadi tempat terhangat yang membuat hati dan pikiran suami menjadi tenang.
Namun, tak dapat dimungkiri tekanan ekonomi pun demikian dahsyatnya. Sangat berpengaruh bagi kehidupan keluarga saat ini. Harga kebutuhan pokok makin meninggi, sementara penghasilan tak memcukupi. Bahkan, banyak pekerja telah di PHK di tengah sulitnya mencari kerja.
Sedangkan, kebutuhan harus dipenuhi ditengah himputan ekonomi yang sulit. Jika tidak memiliki pemahaman agama agar sabar dan tawakal menerima keadaan, maka benih pertengkaran tumbuh subur di tengah-tengah keluarga. Terjadilah hal yang seperti yang kita dengar dan lihat, kasus KDRT hingga hilangnya nyawa pasangan, na’udzubillah.
Akibat Sekuler Kapitalis
Memang ada beberapa faktor yang memicu kejahatan di dalam rumah tangga. Tak dapat dimungkiri, bahwa kasus-kasus yang terjadi dan kasus lainnya merupakan potret buruk kehidupan sekuler kapitalistik. Dimana sistem yang diterapkan dalam kehidupan yakni memisahkan agama dengan kehidupan. Segala perbuatan manusia diukur dengan materi yang jauh dari keimanan.
Apa yang terjadi? Manusia makin jauh dari Rabb-nya. Emosi tak terkontrol ditengah himpitan ekonomi yang semikin sulit. Sistem kapitalis dengan kebijakan yang telah memberi lampu hijau pada pemilik modal agar menguasai sumber daya alam disegala sisi. Tak terkecuali, lapangan pekerjaan. Investor asing seolah memberi ‘angin segar’ kepada negara, namun ada faktanya bak ‘angin topan’ bagi rakyat.
Apa yang terjadi di Morowali perusahan asing yang membawa serta pekerjanya adalah fakta tak terelakkan. Eksploitasi kekayaan alam di Papua tak ada hentinya, bahkan menambah masa kontrak asing. Tentunya, masih banyak sumber daya alam di setiap wilayah Indonesia yang masih dan akan dikuasai asing.
Jika negeri ini mandiri, mengolah satu sumber daya alam saja misal di Papua, maka itu sudah lebih dari cukup menjamin kebutuhan dasar seluruh masyarakat di negeri ini. Namun sekali lagi, sistem sekuler kapitalis telah diterapkan mustahil untuk diwujudkan.
Sebab, adanya kebijakan kebebasan individu (asing) mengolah sumber daya alam negeri menjadi ‘tameng’ para kapitalis dan oligarki meraup keuntungan pribadi. Bagaimana dengan rakyat kecil? Tinggal-lah mereka dengan sekelumit persoalan hidup yang tak kunjung usai bersamaaan makin jauhnya masyarakat dari nilai agama sebagai pengotrol perbuatan.
Islam Tiada Dua
Islam telah mengajarkan bagaimana cara menghadapi setiap ujian. Memberikan kekuatan pada manusia juga sebagai rel dalam menjalani kehidupan. Keimanan-lah kunci akan segala problem hidup, tanpanya manusia menjadi ‘mayat hidup’, tak tahu tujuan hidupnya. Oleh sebab itu, keimanan menjadi penjaga diri agar selalu sabar dan tawakal agar selalu dalam kewarasan jika suatu saat nanti ujian menerpa namun tetap dalam ketaatan.
Sehingga suami istri dapat membangun keluarga dengan pondasi yang kuat. Tangguh menghadapi cobaan hidup dalam berkeluarga. Seorang istri mengetahui posisinya dengan baik, sebagai pengatur rumah tangga, pendidik anak-anak di rumah dan selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik untuk suami dan anak-anaknya.
Memahami betapa besar pahala yang menanti ketika ia melakukannya dengan ikhlas dan sabar. Semata mengharap ingin meraih ridho Allah Swt. Tatkala, ujian rumah tangga menerpa, ia telah siap menerima dengan hati yang lapang, terlebih jika sang suami selalu memberi motivasi dan apresiasi.
Suami pun memahami bahwa ia merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya. Tugas utama mencari nafkah yang halal, menjamin kebutuhan dan keamanan anggota keluarga.
Ia pun memahami betapa besar pahalanya, sehingga ia akan mencurahkan segenap usaha dalam memperoleh rizki yang halal. Disamping, memberikan kebutuhan dan keamanan, suami juga bertanggungjawab mendidik keluarga dengan agama agar terhindar dari api neraka. Artinya, seorang suami juga harus paham agama agar mampu mendidik seluruh anggota keluarga ke jalan yang lurus. Merupakan dosa besar jika ia meninggalkanya.
Dilain sisi, negara bertanggungjawab penuh dalam menjamin keamanan dan segala kebutuhan rakyatnya. Misalnya, dalam menciptakan suasana keimanan di tengah masyarakat.
Negara juga bertanggungjawab mengontrol media sesuai dengan syariah dan tak bertentangan dengan akidah. Menyiarkan tayangan yang menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan.
Adanya penjagaan jiwa berupa aturan yang ketat dan sanksi tegas bagi masyarakat yang melanggar aturan.
Negara juga berusaha memenuhi kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, keamanan. Kebutuhan pokok seperti tersedianya pangan, sandang, dan papan untuk masyarakat tanpa terkecuali.
Semua diperoleh dengan harga murah bahkan gratis. Sebab, negara adalah pelayan rakyat yang yang dipertanggung jawab-kan di akhirat kelak, maka negara berupaya untuk menyediakannya.
Adapun sumber dana diambil dari salah satu hasil pengelolaan sumber daya alam oleh negara. Oleh sebab itu, sumber daya alam harus dikelola negara bukan yang lain apalagi asing. Mekanisnya diatur dalam hukum-hukum Islam yang lahir dari akidah islamiah.
Dengan demikan, kesejateraan dan kemananan yang hakiki masyarakat dapat terwujud nyata. Yang menciptakan ketahanan keluarga yang kokoh di tengah masyarakat secara hakiki. Tanpa penerapan syariah secara kafah yang menerapkan aturan diseluruh aspek kehidupan, sangat mustahil untuk diwujudkan dalam kehidupan nyata. Wallahu’alam. (*)
Penulis
Nurmia Yasin Limpo
(Pemerhati Sosial Masyarakat)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.