OPINI—Pada 1 Mei 2024, Kabupaten Jeneponto tepat menginjak usia 161 tahun, angka yang mencerminkan nilai historis panjang. Namun, di usia tersebut nampak masih banyak isu sosial ekonomi yang menemani kehidupan bermasyarakat.
Salah satu isu yang selalu muncul dalam dinamika pembangunan di Butta Turatea ini adalah kemiskinan. Meskipun, dalam 10 tahun terakhir nampak ada penurunan yang signifikan pada tingkat kemiskinan, akan tetapi angka persentase penduduk miskin sebesar 13,06 persen pada Maret 2023 (BPS, 2023) dirasa masih cukup tinggi.
Padahal, Kabupaten Jeneponto secara alamiah memiliki potensi sumber daya alam dan juga modal sosial yang tinggi untuk mengentaskan kemiskinan.
Lantas, apa saja yang sebenarnya perlu diperhatikan dalam pengentasan kemiskinan ini? dan apa saja fenomena yang menjadi tantangan bagi pengentasan kemiskinan di Kabupaten Jeneponto?. Berikut beberapa poin yang dapat menambah sudut pandang pengentasan kemiskinan.
Memahami fenomena Poor Workers
Berbeda dengan indikator tingkat kemiskinan yang masih tinggi, BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2023 Kabupaten Jeneponto adalah 2,13 persen. Angka yang relatif rendah dilingkup Sulawesi Selatan.
Lalu, ketika angka pengangguran disandingkan dengan angka kemiskinan (meskipun tidak bisa secara langsung dibandingkan karena perbedaan cakupan dan referensi) akan memunculkan informasi lain yaitu di satu sisi pengangguran rendah namun disisi lain kemiskinan tinggi.
Ini menjadi indikasi bahwa di Kabupaten Jeneponto masih banyak fenomena pekerja miskin atau poor workers. Kondisi ini dapat diartikan bahwa banyak penduduk yang telah bekerja namun tetap masuk kedalam jurang kemiskinan.
Fenomena pekerja miskin ini harus dipandang sebagai bagian dari kebijakan nantinya, sehingga kebijakan pengentasan kemiskinan tidak hanya berfokus pada pembagian bantuan sosial, namun juga harus berfokus pada peningkatan kualitas pekerjaan masyarakat. Ketika kualitas pekerjaan masyarakat meningkat diharapkan dapat berkorelasi terhadap peningkatan pendapatan.
Pada praktiknya tentu tidak akan mudah, mengingat tenaga kerja di Kabupaten Jeneponto masih didominasi oleh tenaga kerja di sektor pertanian yaitu sebesar 48,11 persen (BPS,2023). Disisi lain, kue ekonomi kategori pertanian mengalami kontraksi pada 2 tahun terakhir akibat penurunan produksi pertanian.
Tentu ini menjadi tantangan tersendiri, karena itu perlu trobosan baru untuk memperluas lapangan pekerjaan sehingga masyarakat tidak hanya bergantung ke sektor pertanian namun bisa memperluas jenis pekerjaan ke sektor lainnya.
Perhatian yang serius pada child poverty
Fenomena kemiskinan di Kabupaten Jeneponto sangat terkait dengan kondisi demografi penduduk yang mencerminkan bagaimana kemiskinan dialami oleh semua lapisan usia penduduk tidak terkecuali anak-anak. Dari kacamata pembangunan berkelanjutan, anak menjadi modal yang berharga untuk pembangunan dimasa mendatang.
Namun, kemiskinan tentu akan menjadi ancaman karena dapat menghambat tumbuh kembang dan potensi anak menjadi tidak optimal. Sayangnya belum ada indikator yang secara resmi untuk menggambarkan kemiskinan anak di level kabupaten.
Namun indikasi kemiskinan anak ini tetap harus menjadi perhatian melalui kajian ilmiah sehingga melahirkan kebijakan yang berbasis bukti.
Di level nasional, berdasarkan publikasi BPS, anak miskin cenderung lebih tinggi pada karateristik keluarga dengan jumlah anggota banyak, pendidikan KRT rendah, serta lapangan pekerjaan KRT pada sektor pertanian.
Dari indikasi ini, nampak bahwa child poverty juga menjadi bagian dari masalah kemiskinan di Kabupaten Jeneponto. Lebih jauh lagi, pemenuhan kebutuhan dasar anak nantinya akan menjadi modal agar anak tersebut terhindar dari kemiskinan dimasa depan.
Menempatkan modal sosial sebagai ruh dari pembangunan
Sebagaimana diketahui, bahwa Kabupaten Jeneponto adalah daerah yang kaya akan nilai sejarah. Dalam kesehariannya, masyarakat masih kental dan menjunjung tinggi nilai budaya serta kearifan lokal.
Untuk itu, modal sosial seperti rasa gotong-royong, rasa saling percaya, dan rasa kekeluargaan yang tinggi di Kabupaten Jeneponto menjadi modal berharga yang harus dioptimalkan.
Untuk itu, semua kebijakan pengentasan kemiskinan harus menempatkan modal sosial sebagai faktor utama sehingga pengentasan kemiskinan baik di wilayah pesisir, di wilayah pegunungan, maupun di wilayah perkotaan akan menjadi lebih efektif.
Sehingga, pengentasan kemiskinan akan lebih komprehensif dan bersifat jangka panjang. Robert D Putnam (2000) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal sosial tinggi akan cenderung lebih efisien dan efektif menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan rakyatnya.
Akhirnya, ketiga isu diatas diharapkan dapat menjadi bahan refleksi dan menjadi suntikan semangat untuk pengentasan kemiskinan di Kabupaten Jeneponto. Selamat Hari Jadi Kabupaten Jeneponto Ke-161 Tahun. (*)
Penulis:
Ikhsan Margo
(ASN BPS Jeneponto/Pengamat Sosial)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.