OPINI—Tingkat pengangguran di Indonesia kembali menjadi sorotan tajam. Laporan terbaru dari IMF menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat pertama dengan tingkat pengangguran tertinggi di kawasan ASEAN pada tahun 2024.
Ironisnya, justru para lulusan pendidikan tinggi baik sarjana maupun diploma yang kini banyak masuk dalam lingkaran pengangguran. Fenomena ini menambah daftar panjang persoalan dalam dunia pendidikan kita, khususnya pendidikan vokasi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 4,76 % dengan jumlah pengangguran mencapai 7,82 juta orang dari total 153,05 juta angkatan kerja.
Tingginya angka pengangguran merupakan indikator utama bahwa negara sampai saat ini belum berhasil menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi rakyatnya. Padahal, salah satu tolak ukur penting dalam menilai tingkat kesejahteraan ekonomi suatu bangsa adalah ketersediaan lapangan kerja.
Selain itu, tingkat pengangguran yang tinggi juga sering dijadikan parameter untuk mengukur tingkat kemiskinan di suatu negara.
Kapitalisme : Akar Masalah
Dalam sistem kapitalisme, peran negara cenderung hanya sebatas regulator yang tunduk pada kepentingan korporasi dan pemodal. Alih-alih berfungsi sebagai pelindung dan penjamin kesejahteraan rakyatnya, Negara justru melepas tanggung jawab utamanya, termasuk dalam hal penyediaan lapangan kerja.
Sebaliknya, penciptaan lapangan kerja sepenuhnya diserahkan kepada pihak swasta, dengan dalih investasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini tampak jelas ketika negara membuka lebar-lebar akses bagi investor, bahkan dalam pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik rakyat.
Selain itu, banyaknya regulasi yang condong pada korporasi multinasional seperti UU Cipta Kerja, beban pajak yang tinggi serta kebijakan terkait impor yang kurang berpihak pada produk dalam negeri mengakibatkan ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja yang kian menganga.
Sistem ini menciptakan jurang kesenjangan yang lebar antara si kaya dan si miskin, memperkuat dominasi kapital atas hajat hidup orang banyak. Ini adalah bukti nyata kegagalan kapitalisme dalam menjamin keadilan sosial dan memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Solusi Islam
Dalam pandangan Islam, peran negara tidak terbatas sebagai pengatur, melainkan sebagai raa’in atau pengurus rakyat yang bertanggung jawab secara langsung atas kebutuhan dan kesejahteraan warganya. Negara Islam tidak akan membiarkan rakyat terjerumus dalam kesulitan ekonomi atau ketidakpastian kerja.
Sebaliknya, negara hadir secara aktif dalam menjamin terpenuhinya hak-hak dasar, termasuk hak atas pekerjaan yang layak. Prinsip ini ditekankan dengan rangkaian konsep Islam untuk mengurai problem pengangguran.
Penerapan ekonomi Islam menjadi pondasi dalam menjawab problematika pengangguran. Negara tidak menyerahkan urusan strategis, seperti pengelolaan sumber daya alam, kepada pihak swasta, apalagi asing.
Sumber daya yang tergolong milik umum, seperti tambang dan energi, akan dikelola langsung oleh negara demi kemaslahatan umat. Kebijakan ini memungkinkan negara membuka sektor industri dalam skala besar dan menyerap tenaga kerja secara optimal.
Negara akan mengembangkan berbagai industri yang berkaitan dengan kepemilikan umum, sekaligus menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuhnya sumber daya manusia unggul bukan sekadar buruh murah dalam sistem kapitalisme global.
Dengan konsep kepemimpinan yang berlandaskan syariat Islam, negara dalam sistem Islam hadir sebagai pelindung dan pemelihara kepentingan rakyat. Tidak hanya menyediakan kebijakan, tetapi juga menjamin implementasi yang berkeadilan dan berorientasi pada kesejahteraan.
Inilah bentuk nyata tanggung jawab negara dalam menciptakan keadilan sosial, termasuk dalam sektor ketenagakerjaan, yang tidak akan pernah dapat diwujudkan dalam sistem kapitalisme yang serba liberal dan oportunistik. (*)
Penulis: Azzahrah Yunita Ratri
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.










