OPINI—Moderasi Beragama (MB) adalah program pemerintah yang dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Melibatkan beberapa Kementrian dan terimplementasi dalam hampir semua agenda, baik lokal maupun nasional. Mengapa terkesan begitu genting?
Sulsel sebagai salah satu provinsi pilot project MB, terus menggenjot berbagai program. Diantaranya yang digawangi oleh BKKBN RI bersama Forum GenRe (Generasi Berencana) Indonesia, yakni Apresiasi Duta dan Jambore Ajang Kreatifitas (Adujak) Genre Tingkat Nasional Tahun 2023 dengan tema “Kolaborasi dalam Karya Mewujudkan Remaja yang Bermakna Menuju 13 yang Selaras”.
Agenda Adujak diharapkan mampu membentuk karakter bangsa melalui revolusi mental serta menjadi wadah bagi remaja untuk menyongsong Indonesia emas 2045, mempersiapkan remaja dalam meningkatkan potensi dan life skill menuju bonus demografi, dan membantu pemerintah dalam meminimalisir fenomena stunting melalui kegiatan preventif. (rakyatsulsel.fajar.co.id, 30/10/2023)
Kegiatan senada yakni GenRe Festival dengan tema Remaja Berdaya untuk Indonesia Jaya diikuti oleh 200 remaja dari berbagai dan instansi, seperti SMAN 2 Makassar, MAN 2 Makassar, Forum GenRe Se-Sulsel dan masih banyak lagi. Ditunjang dengan banyaknya doorprize yang dibagikan, membuat peserta semakin bersemangat mengikuti festival tersebut.
Kebijakan Disconnect
Jika dianalisis beraneka problem yang mendera negeri ini, sepatutnya menjadi bahan introspeksi bagi semua, terutama para pengambil kebijakan. Potensi Indonesia dengan jumlah penduduk dan kekayaan alam yang melimpah, seyogianya menjadikan negeri ini menjadi negeri yang sejahtera dalam semua aspek. Terlebih, Indonesia di tahun 2030 hingga 2040 mendatang, akan mendapatkan bonus demografi. Sebuah peluang emas untuk memaksimalkan potensi tersebut.
Bonus demografi dengan usia produktif (15-64 tahun) dengan proporsi sekitar lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia. Kondisi ini harusnya menjadi peluang, bukan malah sebaliknya. Namun, jika melihat realitas yang ada, rasanya berbagai kebijakan yang ditempuh penguasa seolah disconnect.
Program MB dalam berbagai program derivasinya seakan tidak berkorelasi dengan Visi Indonesia Emas 2045 yang dicanangkan penguasa. Generasi diarahkan pada berbagai kegiatan yang tidak membentuk skill dan karakter secara sistemik, hanya bersifat temporal. Pun, menyasar hanya segelintir orang saja. Sangat berbeda jika dilaksanakan dalam lembaga-lembaga pendidikan formal yang terstruktur.
Saat yang sama, kerusakan generasi di hampir semua lini sudah dalam taraf yang sangat mengkhawatirkan. Belum lagi lapangan pekerjaan yang sangat minim. Plus tsunami pengangguran akibat PHK besar-besaran sebagai dampak dari pailit atau banyaknya perusahaan di ambang kebangkrutan. Hal ini tak lepas dari utang ribawi yang menjerat hampir semua komponen negeri ini.
Jika demikian, maka program MB yang banyak melibatkan generasi muda untuk memecahkan problem negeri, sepertinya jauh panggang dari api. Jika ditelisik lebih jauh, wajar jika banyak pihak menilai bahwa program MB merupakan agenda global yang disuntikkan ke negeri-negeri muslim dalam rangka mengalihkan imperialisme atas nama investasi.
Selanjutnya generasi diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang bermuatan pluralisme yang dibungkus dengan toleransi. Seolah-olah berbagai problem negeri ini akibat adanya pihak-pihak yang intoleran. Sungguh sebuah tuduhan keji dan tidak logis.
Islam Solusi Tuntas Problem Negeri
Islam adalah sebuah ideologi. Memiliki fikroh (ide dasar yakni akidah Islam) dan thoriqoh (metode penyebarannya). Dicontohkan oleh manusia mulia, Muhammad Rasulullah saw. dan dilanjutkan oleh para khulafaur rosyidin dengan sebutan khalifah/amirul mukminin/imam. Masyhur dalam kitab-kitab para ulama nama-nama beliau, yakni Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Sejarah pun telah mencatat dengan tinta emas, dimana peradaban Islam dengan penerapan sistem Islam kaffah dalam kurun masa sekitar 1300 tahun lamanya. Sebuah rentang waktu yang sangat lama, dengan capaian kesejahteraan tanpa batas. Di mana seluruh aspek kehidupan diatur dengan aturan Sang Pencipta, meniscayakan terciptanya struktur kehidupan yang aman dan nyaman.
Misal dalam sistem pendidikan. Mengadopsi kurikulum yang berlandaskan akidah Islam. Tujuan pendidikan adalah mencetak generasi berkepribadian Islam, yakni berpola pikir dan berpola sikap Islam. Artinya, pola pikir yang berasaskan akidah Islam terimplementasi dalam sikap anak didik.
Contoh, ketika akalnya menyakini keharaman riba, maka tidak akan melakukan semua aktivitas yang di dalamnya bersentuhan dengan riba. Atau ketika diyakini pakaian muslimah ketika keluar rumah adalah jilbab (baju longgar seperti gamis, QS. Al-Ahzab: 59) dan khimar (kerudung, QS. An-Nur: 31), maka tidak akan menggunakan pakaian selainnya.
Inilah sekelumit gambaran penerapan sistem Islam oleh negara dalam aspek pendidikan. Oleh karena itu, beraneka agenda MB yang melibatkan generasi muda tidak akan mampu menyolusi problem negeri ini. Karena sejatinya problem mendasar negeri ini adalah ditinggalkannya aturan Sang Khalik Al Mudabbir (Sang Pencipta sekaligus Pengatur) dalam seluruh aspek kehidupan.
Maka, solusi tuntas atas semua persoalan negeri adalah menerapkan sistem Islam secara keseluruhan (kaffah) sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat beliau. Pun dipertegas dalam QS. Al-Baqoroh: 208, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Wallahualam bis Showab. (*)
Penulis
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T.
(Dosen dan Pemerhati Sosial)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.