Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Guru PAI dalam Arus Moderasi Beragama

555
×

Guru PAI dalam Arus Moderasi Beragama

Bagikan berita ini
Guru PAI dalam Arus Moderasi Beragama
Dr. Suryani Syahrir, ST, MT (Dosen & Pemerhati Generasi)

OPINI—Gaung Moderasi Beragama makin nyaring. Program prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 ini menyasar semua lini dan semua lapisan masyarakat, termasuk guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Sebegitu urgen dan gentingkah persoalan ini? Rasanya banyak yang perlu dikritisi dari program Moderasi Beragama ini.

Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui Bidang Pendidikan Agama Islam menggelar kegiatan Penguatan Moderasi Beragama yang digelar di Makassar 15-17 Mei 2023. Dalam kesempatan tersebut, Kepala Kanwil Kemenag Sulsel H. Khaeroni  menyampaikan bahwa kesetiaan terhadap NKRI, Pancasila, dan UUD 45 adalah salah satu indikator moderasi beragama. Seperti dilansir dai laman pendis.kemenag.go.id

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Hal senada diungkapkan Direktur PAI, Rohmat Mulyana yang berharap penguatan moderasi beragama pada ranah PAI dapat mewarnai kehidupan keagamaan di sekolah dan Perguruan Tinggi Umum. Diharapkan eksistensi PAI selain memperkuat religiusitas peserta didik juga menumbuhkan sikap moderat, toleran, dan saling menghargai satu sama lain.

Jika ditelisik konten dari program MB dan beragam program derivative-nya, terkesan seolah umat Islam sebagai pihak yang intoleran, radikal, dan semisalnya. Walau dalam berbagai programnya melibatkan semua agama, tetapi terlihat sangat jelas kemana arah “bola salju” ini akan menggelinding. Lihatlah UU Pesantren No.18/2019, Perpres No.82/2021. Begitupun program Santripreneur dan One Pesantren-One Product (OPOP).

Kurikulum Berbasis Sekuler

Kurikulum pendidikan di negeri ini berbasis sekuler, sebagaimana asas dari sistem kapitalisme itu sendiri. Bertumpu pada pemisahan agama dari kehidupan, membuat semua hal yang terpancar darinya pasti menuai kerusakan. Tersebab pondasi yang rusak, meniscayakan bangunan di atasnya pun rusak.

Moderasi Beragama adalah salah satu uslub soft yang didesain Barat kemudian disuntikkan ke negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia. Hal ini tidak dapat dimungkiri dengan keberadaan dokumen-dokumen dari RAND Corporation, sebuah lembaga think tank Amerika Serikat yang mengklasifikasikan Islam secara garis besar, yakni Islam radikal dan Islam moderat. Strategi tersebut tertuang dalam dua dokumen penting yakni “Civil Democratic Islam” pada tahun 2003 dan Building Moderate Muslim Network pada tahun 2007.

MB dalam kaitannya dengan kurikulum pendidikan, dirancang mulai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Beraneka program pun diluncurkan untuk mengimplementasikan capaian tersebut. Masifnya pelibatan guru PAI dalam penguatan MB juga terlihat sangat jelas seperti kegiatan di atas.

Kegiatan yang melibatkan guru lintas agama dengan tujuan menjaga keberagaman dan sikap toleransi. Sebagaimana yang sering digaungkan ketika berbicara MB. Padahal ada narasi besar di baliknya, bukan sekadar perkara intoleransi.

Mengingat guru PAI adalah pihak yang berinteraksi langsung dengan peserta didik dalam hal pelajaran agama, maka sangat urgen untuk dianalisis problem mendasarnya. Pertama, kurikulum pendidikan berbasis sekuler.

Inilah kerusakan paling asasi, dimana MB hadir dalam berbagai programnya yang makin mengokohkan sekulerisme. Menegasikan peran agama dalam mengatur kehidupan yang beriringan dengan program MB, tanpa terlihat frontal.

Kedua, pengaburan makna Islam yang benar (yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah). Goals dari pemahaman agama yang diinginkan MB adalah meyakini bahwa semua agama benar (pluralisme). Intoleransi dan isu-isu SARA seolah sengaja ditonjolkan agar terlihat urgen.