OPINI—Presiden AS Donald Trump telah menetapkan untuk memutus kontak langsung dengan Perdana Menteri Zionis Israel Benjamin Netanyahu, demikian menurut laporan pada kamis seperti dilansir Anadolu. Hal ini terjadi lantaran Trump menganggap Netanyahu memanipulasinya.
Misalnya dalam hal kegagalan Zionis menyajikan rencana dan jadwal konkret mengenai Iran dan Houthi Yaman. Banyak pihak dalam pemerintahan Netanyahu yang tidak optimis dalam negosiasi antara Washington dan Teheran terhadap program nuklir Iran. Serta dikarenakan pemerintah Netanyahu gagal dalam menawarkan proposal konkret mengenai Gaza.
Mantan pejabat komunikasi pejabat Gedung Putih, Michael Pfeifle, mengakui bahwa sebagian politisi Amerika Serikat tidak senang dengan apa yang dilakukan Netanyahu. Mereka ingin gencatan senjata yang kedua di Gaza, yang diinginkan oleh Trump lebih cepat daripada yang diinginkan oleh Netanyahu.(www.tempo.co)
Sementara dari pihak Zionis merasa kecewa dengan Trump. Mohannad Mustafa, seorang pakar urusan Israel, mengatakan bahwa ada kekecewaan Zionis terhadap masa jabatan kedua Trump, karena pemerintah Netanyahu percaya bahwa presiden Amerika Serikat akan sepenuhnya sejalan dengan kepentingan Zionis. Mustafa berbicara dalam program “Track of Events”, menekankan bahwa Trump bertindak dalam empat regional yang bertentangan dengan kepentingan Zionis.
Mustafa mencatat bahwa pemerintahan Trump telah menandatangani perjanjian dengan Houthi terkait kapal-kapal Laut Merah dan juga terlibat dalam pembicaraan dengan Iran terkait program nuklirnya. Namun langkah yang diambil Trump ini tidak menyertakan Zionis dan tidak memberitahu tentang hal itu sebelum diumumkan.
Selain itu, Trump mengatakan kepada Netanyahu selama resepsi di Gedung Putih bahwa Suriah berada dalam “lingkup pengaruh Turki”, sementara kesepakatan Amerika Serikat – Saudi mengenai program nuklir membayangi tanpa normalisasi Riyadh dengan Tel Aviv.
Dengan demikian, Mustafa menyimpulkan bahwa Trump melihat kepentingan Amerika Serikat di kawasan tersebut lebih penting daripada kepentingan Zionis. Bahkan dalam surat kabar Yisrael Hayom, Trump mengatakan dalam percakapan tertutup dalam beberapa hari terakhir, bahwa ia telah memutuskan untuk tidak menunggu Zionis lebih lama lagi dan bergerak maju dengan langkah-langkah di Timur Tengah tanpa” menunggu Netanyahu”.(khasanah.republika.co.id)
Demikian Gambaran persatuan musuh-musuh islam. Mereka tetap terikat pada kepentingan masing-masing. Meski mereka bersatu dalam memusuhi Islam dan kaum muslimin, namun mereka tetap mengutamakan kepentingan kelompoknya. Hal ini menggambarkan bahwa persatuan mereka sangatlah rapuh.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Mereka tidak akan memerangi kamu (secara) bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka terpecah belah. Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.”(QS. Al-Hasyr 59: Ayat 14)
Umat Islam harus menyadari bahwa umat sejatinya memiliki kekuatan yang besar jika dibangun atas akidah Islam untuk melawan musuh-musuh Islam itu sendiri. sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullahﷺ dan para Sahabat serta umat Islam terdahulu.
Ketika dakwah di fase Mekkah, dimana Rasulullah dan para Sahabat belum memiliki institusi negara, kekuatan aqidahlah yang mereka miliki yang terpancar melalui ketabahan dan ketangguhan menghadapi berbagai penyiksaan, pemboikotan, serta ancaman dari kafir Quraisy.
Salah satu teladannya ialah Sahabat Bilal Bin Rabbah. Beliau disiksa oleh majikannya Umayyah bin Khalaf, namun kekuatan aqidah dan keimanan yang sahabat Bilal miliki, mampu membuat Umayyah letih menyiksa Bilal.
Adapun fase dakwah di Madinah Rasulullah ﷺ dan para Sahabat telah berhasil memiliki institusi negara Islam yang dibangun berlandaskan aqidah Islam. Negara Islam ini mampu menundukkan dan menaklukkan dua Imperium besar kala itu yakni Romawi dan Persia dibawah kekuasaan Islam. Negara Islampun dilanjutkan oleh para Sahabat dan generasi selanjutnya yang kemudian dikenal dengan nama Negara Khilafah.
Sepanjang Negara Khilafah beridiri, kaum Muslimin memiliki institusi politik yang menjaga kaum Muslimin dari musuh-musuh Islam. Khilafah adalah Junnah (perisai) umat Islam dimana sifat Junnah ini mampu menggetarkan hati musuh-musuh Islam tatkala mereka mendengar tentara Kaum Muslimin tersebut.
Mereka lebih baik menghindari konflik dengan Negara Khilafah daripada bertatap muka dengan pasukan kaum Muslimin di medan perang. Itulah yang dirasakan oleh pasukan kaum Romawi, Persia, pasukan Salib, bangsa Eropa dan Barat terhadap Khilafah.
Jadi hadirnya Khilafah di tengah Umat adalah modal besar yang mereka miliki, yang akan mampu menghancurkan musuh-musuh islam. Syariat ini harus terus menerus dibangun sampai umat sadar terhadap modal besar itu. Penyadaran ini perlu kerja jamaah dakwah Islam ideologis yang menjadikan Aqidah islam sebagai pengikatnya.
Jamaah dakwah ini akan membimbing umat untuk menapaki jalan perjuangan yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Persatuan Umat akan menghantarkan tegaknya kepemimpinan Islam, yang dengan itu akan tegak Khilafah.
Khilafah akan memimpin dunia, menjadi negara adidaya yang akan meninggikan kalimat Allah dan menjadi pelindung umat islam semuanya dan akan mampu mengalahkan AS dan kroninya termasuk membebaskan Palestina dengan jihad akan mampu dilakukan. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. (*)
Penulis: Wahyuni Musa (Aktivis Muslimah)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.









