OPINI—Hunian mewah dan indah menjadi impian masyarakat saat ini. Di Indonesia hunian mewahtak terhitung jumlahnya. Tentu dengan harga yang mahal. Dilansir dari laman CNN Indonesia (16/5/2024) Bank Indonesia (BI) mencatat harga properti residensial di pasar primer melanjutnya peningkatan pada kuartal I 2024.
BI mencatat perkembangan harga rumah tipe menengah dan besar pada kuartal I 2024 juga terindikasi masih meningkat meski tidak setinggi kuartal sebelumnya. Harga masing-masing tipe tersebut naik sebesar 1,60 persen dan 1,53 persen, melambat dari 1,87 persen dan 1,58 persen pada kuartal sebelumnya.
Adanya inflasi secara global mengakibatkan bank menaikkan suku bunga menjadi 6,25% per 23-24 April lalu. Sehingga semakin menurunnya daya beli masyarakat terhadap property berupa hunian. Bahkan nyaris tak terbeli mengancam masyarakat menjadi homeless.
Dampak Hunian Mahal
Tak dapat dimungkiri, bahwa banyak faktor yang mengakibatkan hunian (rumah) makin mahal. Kenaikan harga material bangunan, jasa tukang, lahan dan segala dokumen administratif yang mahal dan sulit diperoleh. Hal ini, melengkapi semakin sulitnya memperoleh hunian layak dengan harga murah.
Namun, penting diketahui persoalan utamanya ialah adanya campur tangan swasta dalam penyediaan hunian. Para pengembang (swasta) yang notabene diberi modal pemerintah untuk memperoleh lahan.
Mematok harga tinggi sesuai keinginannya. Sehingga masyarakat tak mampu untuk membelinya. Padahal, negara mempunyai peran penting dalam penyediaan hunian yang layak masyarakat.
Tetapi, apa yang terjadi sangat mengiris hati. Negara saat ini, hanya menjadi regulator antara pengembang dan masyarakat yang ingin memiliki hunian. Wajar, masih banyak masyarakat tak mampu harus tinggal di jalanan, membangun tenda dekat dengan peternakan, kolong jembatan dan tinggal diarea yang tidak layak ditinggali.
Adapun rumah bersubsidi yang digadang-gadang menjadi solusi pun tidak mampu menyelesaikan masalah. Solusi yang dianggap mampu menyelesaikan masalah adalah program rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) merupakan program yang diusung Jokowi kala itu.
Diantaranya Villa Kencana, berada kawasan Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Pada 2017 perumahan subsidi ini selesai pembangunannya dan diresmikan oleh Jokowi. Awal program rumah murah dirilis, kalangan MBR bisa memiliki rumah tapak dengan uang muka (down payment/DP) sekitar Rp1,12 juta dan cicilan sekitar Rp750-900 ribu per bulan.
Untuk akses KPR, masyarakat cukup mengeluarkan DP sebesar 1% dan bunga cicilan 5% fixed hingga 20 tahun. Faktanya, justru banyak rumah tak berpenghuni, rusak tak terurus. (Detikfinance, 2/5/2024).
Rumah-rumah bersubsidi justru banyak tak berpenghuni yang akhirnya rusak. Ditambah akses yang jauh dari fasilitas umum, tempat kerja dan jalan yang rusak semakin menyusahkan masyarakat. Sisi ain, masyarakat harus berjuang memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Impian memiliki hunian layak hanya sebatas mimpi.
Terancam Homeless
Homeless sendiri artinya tunawisma atau keadaan orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Dengan mahalnya hunian saat ini, bukan tidak mungkin banyak masyarakat akan mengalami homeless.
Tercatat Indonesia menduduki posisi keempat negara dengan penduduk terbanyak di dunia dengan total 279.390.258 jiwa pada 2024 (Kompas.com). Jika masalah homeless tak dapat diatasi, juga mengancam masa depan anak-anak yang diharapkan sebagai pelanjut generasi.
Akibatnya, anak-anak akan hidup di jalanan rentan menjadi korban para geng motor dan resiko keamanan lainnya. Ditambah saat ini sebagian masyarakat dirasuki sikap individualis yang mementingkan diri sendiri. Disisi lain, masalah kesehatan dan pendidikan pun belum teratasi dengan baik.
Padahal, kesehatan dan pendidikan merupakan kebutuhan umum masyarkat dan itu tanggujawab negara sepenuhnya. Oleh sebab itu, negara harus menjamin ketersediaan fasilitas umum bagi masyarakat dengan mudah, murah dan berkualitas.
Tetapi, apa yang terjadi saat ini? Jauh panggang dari api. Segala akses penyediaan hunian dan fasilitas umum lainnya diberikan kepada swasta untuk dikelola sesuai keinginan mereka dengan paradigma ‘keuntungan’ semata.
Hal yang wajar, sebab sistem kapitalis yang telah menjadi aturan yang mementingkan keuntungan yang menjauhk peran agama dari segala sendi kehidupan. Dan hal ini sejalan dengan paham demokrasi yang membebaskan individu memiliki apapun dan tanpa batas.
Islam Menjamin Hunian
Dalam menyelesaikan masalah, berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki sistem politik ekonomi Islam yang terpenci. Islam mengatur kepemilikan yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Dalam hal memiliki hunian masuk dalam hak kepemilikan individu yang dijaga negara.
Menjamin tersedianya kebutuhan pokok (papan, sandang dan pangan) setiap individu masyarakat secara menyeluruh tanpa terkecuali. Individu dalam sistem Islam merupakan individu yang bertaqwa.
Mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokok merupakan kewajiban yang dibebankan syara’ kepada laki-laki. Menyadari bahwa terdapat pahala besar jika melaksanakannya dan suatu kemaksiatan jika diabaikan.
Masyarakat dengan semangat ukhuwah tentu akan membantu saudaranya yang kesusahan. Sebab, suasana masyarakat Islam dipenuhi dengan keimanan. Sehingga masyarakat akan berlomba-lomba dalam kebaikan. Jauh akan sikap individu yang memetingkan diri sendiri.
Tak kalah penting, bahwa adanya peran negara yang menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi laki-laki untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan pokok (papan, sandang dan pangan). Jika suami atau yang menanggung nafkah tidak mampu, maka negara wajib menyediakan hunian layak untuk masyarakat.
Disamping itu, negara juga menjamin harga-harga khususnya material bangunan agar mudah dijangkau masyarakat. Juga melarang swasta (asing dan aseng) menguasai lahan dan bebas melakukan bisnis property. Jika terjadi, maka negara akan menindak tegas sesuai kebijakan Khalifah sebagai pemimpin tertinggi kaum muslim.
Disamping kebutuhan pokok, negara juga menjamin fasilitas umum masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali dengan mudah, murah dan berkualitas.
Adapun pembiayaan negara diambil dari baitul maal dengan berbagai pemasukannya. Diantaranya zakat, sedekah, infaq kaum muslimin, jizyah bagi kafir dzimmi, kharaj, ghanimah, humus dan pengelolaan sumber daya alam dengan status kepemilikan umum.
Kemudian dikembalikan kepada umat dalam bentuk fasilitas umum yang mudah, murah bahkan gratis dan tentunya berkualitas. Semua ini dilaksanakan sesuai dengan syariat dengan landasan aqidah Islam. Pemimpin melaksanakan dengan pemuh kesadaran akan keterikatan dengan hukum syara’ sehingga akan merasa diawasi dan takut ketika lalai melaksanakannya.
Dengan demikian hunian layak dapat dimiliki individu masyarakat secara murah bahkan gratis.
Oleh sebab itu penting memahami menyediakan hunian bukan hanya tanggungjawab individu masyarakat saja, tetapi juga negara. Justru perannya sangat penting dalam menjamin ketersediaan hunian layak.
Namun, semua itu tak akan terwujud jika negara masih dalam rongrongan sistem kapitalisme. Oleh karenanya, penting mengembalikan kehidupan dengan aturan benar. Yakni dengan menerapkan syariah secara kaffah dalam kehidupan masyarakat. Semoga dengan ridha Allah Swt. berkah tercurah untuk bangsa dan negara, Aamin. Wallahu’alam. (*)
Penulis: Nurmia Yasin Limpo
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.