OPINI—Ironi hidup di Indonesia bagai ayam kelaparan di lumbung padi. Negeri subur dengan limpahan kekayaan alam di sana sini. Namun, namun kemiskinan terjadi di berbagai daerah, bahkan terjadi kemiskinan ekstrem.
Dilansir dari kumparan.com, 30/1/2023, bahwa jumlah penduduk miskin September 2022 di perkotaan meningkat sebanyak 0,16 juta orang dari 11,82 juta orang pada Maret 2022 menjadi 11,98.
Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan meningkat sebanyak 0,04 juta orang dari 14,34 juta orang pada Maret 2022 menjadi 14,38 juta.
Untuk di daerah Sulawesi Barat sendiri, melalui Direktur Regional II Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Mohammad Roudo mengatakan, tingkat kemiskinan di Sulbar tahun 2020-2022 berada di atas angka nasional.
Sebagaimana dikutip dari harian Radar Sulbar, 3/2/2023, bahwa penduduk miskin meningkat pada periode enam bulan (Maret to April 2020) sebesar 0,63 persen akibat pandemic Covid-19. Tingkat kemiskinan Sulbar mulai meningkat pada September 2021 menjadi 11,85 persen.
Masih menjadi PR besar, mengapa persoalan kemiskinan yang tak kunjung selesai. Padahal berbagai upaya yang telah dilakukan oleh penguasa, namun tetap saja kemiskinan ini terus menjadi masalah yang mmebutuhkan perhatian yang sangat serius.
Pemerintahan Jokowi misalnya, sudah sejak periode pertama mencanangkan empat langkah strategis untuk menekan angka kemiskinan. Targetnya, pada 2019 angka kemiskinan turun menjadi 9% saja.
Keempat langkah strategis tersebut meliputi (1) perluasan target dan kenaikan anggaran program, (2) transformasi penyaluran bantuan, (3) integrasi bansos berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT), dan (4) pendampingan sosial.
Bahkan terkait dampak pandemi, pemerintah mencanangkan program extraordinary Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020.
Selain itu, telah diterbitkan pula Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem sebagai langkah percepatan pemberantasan kemiskinan ekstrem di Indonesia yang ditargetkan tuntas pada 2024 mendatang. (menpa.go.id)
Namun, berbagai program-program tersebut tidaklah menyentuh akar persoalannya, melainkan hanya menyentuh aspek cabang dari semua problem kemiskinan.
Semisal bantuan dan jaminan sosial yang sering dibangga-banggakan. Sebagian kritikus menyebut program ini seperti “obat balsam” yang hanya meredakan gejala nyeri sementara saja. Adapun problem akarnya tidak pernah tuntas terselesaikan.