OPINI—Masalah korupsi tidak pernah habis, bahkan yang menjadi pemeran utama dalam korupsi adalah tidak lain ialah para penguasa yang memimpin negara. Korupsi terjadi karena tidak adanya rasa syukur dalam diri sehingga menghalalkan segala cara untuk memenuhi hawa nafsunya tanpa memikirkan sebab akibat yang ditimbulkan.
Bahkan ironisnya pelaku korupsi justru orang yang di segani oleh masyarakat. Untuk menduduki kursi parlemen tentunya bukan perkara mudah, jangan berharap di peroleh dengan cara gratis, sudah menjadi rahasia umum ada mahar yang harus di serahkan tak terkecuali materi (uang), bisa sebuah janji-janji manis, atau kepentingan lain. Hal itu dilakukan sebagai balasan atas orang yang berhasil di tempat kan.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 579 kasus korupsi yang telah ditindak di Indonesia sepanjang tahun 2022. Jumlah itu meningkat 8.36 % di bandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 533 kasus. Dari berbagai kasus tersebut, ada 1.369 orang yang di jadikan korupsi di dalam negeri.
Di kutip dari laman resmi KumparanNews.com, Menkopulhukam Mahfud MD memastikan temuan pungli di rutan KPK mencapai Rp4 Miliar terus di proses secara hukum. Ia mengungkapkan pihak-pihak yang terlibat pun siap di pidana.
Lanjut menurut Mahfud temuan pungli di KPK sangat ironis. Tapi urusan pungli memang tak mengenal lembaga mana pun dan bisa terjadi dimana saja.
Sebelumnya dewan pengawas (Dewas) KPK mengungkapkan temuan dugaan pungli tersebut dalam kurun waktu Desember 2021 hingga Maret 2022, nilainya mencapai Rp4 Miliar.
Di duga pungli tersebut terkait perbuatan suap, penyuapan dan pemerasan kepada tahanan KPK untuk mendapatkan keringanan dan penggunaan alat komunikasi. (26/06/2023)
Korupsi di KPK menunjukkan lemahnya integritas pegawai karena menghalalkan cara demi mendapatkan harta dunia. Selain karena lemahnya iman buah penerapan sekularisme.
Hal ini juga terjadi karena hukum tidak tegas dan tidak membuat jera. Peristiwa ini membuat musnah harapan pemberantasan korupsi dengan tuntas. Kasus ini menguatkan bukti pemberantasan korupsi dalam sistem hidup sekuler mustahil terwujud.
Jika untuk mendapatkan jabatan atau kekuasaan saja harus mengorbankan materi yang cukup banyak, maka bisa di pastikan jika sudah berhasil mencapai kekuasaan maka segala kebijakan yang di keluarkan akan mengarah pada pengembalian modal.
Demikian sistem Demokrasi membolehkan permainan koalisi yang sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi masing-masing pihak untuk saling membantu dan menutupi masalah yang timbul karenanya.
Buruknya sistem sekulerisme yang di terapkan sangat berpengaruh pada individu yang merujuk pada pembentukan kepribadiannya sehingga di zaman ini sudah menjadi hal yang umum kita dapati masalah yang mampu disulut walau hanya satu pihak.
Inilah akibat dari sekulerisasi yang menjunjung asas kebebasan tanpa standar yang jelas dan bahkan sampai memaksakannya walau telah menabrak keyakinan agamanya.
Perlu di pahami bahwa fenomena para pemimpin yang korupsi di negara saat ini bukan di sebabkan karena persoalan agama, melainkan karena di terapkannya sistem Kapitalis Sekuler yang mendukung saat ini untuk mengutamakan keinginan pihak tertentu.