MAKASSAR—Di tengah gempuran motor modern dengan teknologi canggih, Kawasaki Binter tetap memegang tempat istimewa di hati para pecinta motor klasik. Motor produksi era 1970-an ini bukan sekadar alat transportasi, tapi simbol gaya hidup dan kenangan masa lalu yang tak lekang oleh waktu.
Kawasaki Binter, yang resmi diluncurkan di Indonesia pada pertengahan tahun 1970-an, awalnya diproduksi oleh PT Bintang Terang, perusahaan lokal yang bekerja sama dengan Kawasaki Jepang. Dari sinilah nama “Binter” berasal, singkatan dari Bintang Terang. Salah satu varian yang paling populer adalah Binter Merzy (KZ200), yang terkenal dengan suara mesin menggelegar dan bodi kekar khas motor jalanan era itu.
Tak hanya Merzy, Kawasaki Binter juga memiliki beberapa varian lain yang sempat mengaspal di jalanan Indonesia, antara lain:
• Binter GTO – Varian sport bermesin 125cc 2-tak yang sempat jadi primadona anak muda di era 1980-an.
• Binter KE125 – Varian off-road/enduro bermesin 2-tak yang tangguh di segala medan, menjadi pilihan favorit penggemar trail pada zamannya.
• Binter AR125 dan AR80 – Motor sport mini dengan desain aerodinamis dan performa tinggi di kelasnya.
• Binter KH100 dan KH125 – Varian harian yang ekonomis namun tetap punya karakter khas Kawasaki.
Harga Kawasaki Binter saat pertama kali keluar terbilang cukup tinggi untuk ukuran waktu itu. Untuk varian Binter Merzy KZ200, harga offroad-nya di kisaran Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu pada akhir 1970-an. Jika disesuaikan dengan inflasi dan daya beli saat ini, harga tersebut bisa setara dengan belasan juta rupiah. Sementara untuk varian off-road seperti KE125, harganya sedikit lebih tinggi karena fitur trail-nya yang spesifik.
Meski produksinya resmi dihentikan sejak awal 1980-an, pamor Kawasaki Binter tak pernah benar-benar redup. Justru, komunitas pecintanya semakin berkembang. Di berbagai kota, komunitas Binter bermunculan, menjadi wadah para penggemar untuk berkumpul, bertukar suku cadang, hingga memamerkan hasil restorasi mereka yang mengesankan.
Muhammad Sadeli, salah satu pengguna motor Binter, menyebut Binter bukan sekadar motor. “Binter itu punya jiwa. Suara mesinnya, karakternya, bikin kita merasa menyatu. Sekali naik Binter, susah berpaling,” ujarnya.
Sementara menurut Rahmat Lanongko dalam postingannya di akun Facebook Kawasaki Binter Merzy KZ 200 Indonesia menuliskan “Motor ini tarikkannya cukup kuat bin ngotot, saya sering berpikir kenapa ya di Indonesia cepat sekli perubahan type motor? Dan perubaha itu tidak significant dengan power mesinnya yg ada cuma tambahn assesories dari yg manual ke Digital.”
Menariknya, nilai jual Kawasaki Binter justru meningkat seiring waktu. Banyak motor Binter yang laku dijual hingga puluhan juta rupiah, tergantung keaslian dan kualitas restorasinya. Hal ini membuktikan bahwa motor tua bukan berarti murahan, apalagi jika dirawat dan dipelihara dengan penuh cinta.
Kini, Kawasaki Binter telah menjelma menjadi legenda. Sebuah bukti bahwa mesin bukan hanya besi dan baut, tapi juga kenangan, gaya, dan warisan budaya otomotif Indonesia yang patut dirawat dan dibanggakan. (Ag4ys)

















