OPINI—Penurunan penduduk miskin Sulawesi Selatan di wilayah perdesaan periode Maret 2024 merupakan yang terbesar dalam 5 tahun terakhir. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 1 Juli 2024 merilis indikator kemiskinan Sulawesi Selatan pada periode Maret 2024.
Dalam rilis tersebut, BPS mencatat bahwa persentase penduduk miskin pada Maret 2024 mengalami penurunan sebesar 0,64 persen poin dibandingkan kondisi Maret 2023 atau secara absolut penduduk miskin berkurang sekitar 52,4 ribu orang.
Penurunan tersebut menjadikan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai daerah (dengan persentase penduduk miskin 1 digit) yang mengalami penurunan penduduk miskin terbesar di Indonesia. Pencapaian ini patut disyukuri dan menjadi momentum dalam rangka pengentasan kemiskinan di Sulawesi Selatan.
Kemiskinan di wilayah perdesaan menurun meskipun terjadi kontraksi ekonomi di sektor pertanian
Jika melihat lebih dalam, penurunan kemiskinan di Sulawesi Selatan terkonsentrasi pada wilayah perdesaan sedangkan kemiskinan di wilayah perkotaan justru mengalami peningkatan. Fenomena ini rasanya cukup menarik dan menimbulkan pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi pada masyarakat perdesaan di Sulawesi Selatan?.
Jika melihat keadaan angkatan kerja perdesaan, lebih dari 50 persen tenaga kerja bekerja di sektor pertanian sedangkan ekonomi pada triwulan 1 tahun 2024 mencatatkan kontraksi ekonomi sebesar 3,72 persen pada sektor tersebut. Kontraksi ekonomi ini secara umum mengindikasikan bahwa terjadi penurunan produksi dan pendapatan dari petani pada triwulan 1 2024 (y on y).
Secara konsepsi, pertumbuhan ekonomi dan kondisi kemiskinan memang terkadang tidak bisa menunjukkan hubungan timbal balik yang langsung. Dalam jangka pendek, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan tidak selalu terlihat karena bergantung pada struktur ekonomi wilayah tersebut.
Namun, rasanya ekonomi perdesaan yang memiliki struktur yang cenderung homogen dan padat karya, ketika terjadi penurunan ekonomi maka akan berdampak pada sebagian besar tenaga kerja.
Kondisi kontraksi ekonomi di sektor pertanian ini nampaknya mampu direspon dengan baik oleh masyarakat dan juga pemerintah. Data keadaan angkatan kerja Sulawesi Selatan pada Februari 2024 menunjukkan bahwa kenaikan tertinggi pada penyerapan angkatan kerja di Sulawesi Selatan terjadi pada kategori administrasi pemerintahan dan perdagangan (BPS, 2024).
Disisi lain, penurunan penyerapan angkatan kerja tertinggi terjadi pada kategori pertanian. Artinya, ada kecenderungan bahwa faktor El-Nino dan efek tahun politik yang terjadi belakangan ini mampu berdampak pada kondisi ketenagakerjaan dimana sebagian penduduk tidak hanya mengandalkan pertanian namun juga mulai bergerak ke lapangan kerja sektor lainnya.
Kondisi ini yang mengindikasikan bahwa meskipun sebagian besar tenaga kerja pertanian mengalami penurunan pendapatan, namun mereka mampu beradaptasi dengan mengandalkan sektor lainnya untuk menjaga daya beli dan konsumsinya.
Perlunya kebijakan yang bersifat jangka panjang
Selanjutnya, PJ Gubernur Sulawesi Selatan menyatakan bahwa pemerintah menargetkan persentase penduduk miskin di Sulawesi Selatan berada dibawah 8 persen. Tentu ini bukan pekerjaan mudah, bahkan ketika persentase penduduk miskin dapat turun signifikan pada maret 2024 tidak dapat menjadi jaminan penurunan yang konsisten dimasa mendatang.
Jika melihat fenomena yang terjadi, setidaknya penurunan kemiskinan pada Maret 2024 ini dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya keberhasilan dalam pengendalian tingkat inflasi, maraknya penyaluran bantuan sosial, sampai pengaruh tahun politik yang terjadi saat triwulan 1 2024 yang lalu.
Provinsi Sulawesi Selatan mampu menjaga tingkat inflasi sehingga bisa menjaga kenaikan harga pada rentang yang masih dapat terjangkau oleh masyarakat kelas bawah. Berdasarkan catatan BPS, tingkat inflasi gabungan di Sulawesi Selatan pada Maret 2024 (y on y) tercatat sebesar 2,75 persen.
Pengendalian inflasi akan berdampak pada kemampuan daya beli utamanya masyarakat bawah sehingga mampu menjaga konsumsinya diatas garis kemiskinan. Kebijakan pengendalian inflasi ini patut untuk dilanjutkan.
Tentu masih jelas teringat diawal tahun 2024 pemerintah banyak memberikan bantuan sosial (bansos) dengan berbagai macam jenisnya. Kementrian Keuangan melaporkan realisasi bantuan sosial tahun 2024 secara nasional setidaknya sampai 29 Februari tercatat mencapai 22,5 triliun rupiah, meningkat 135 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kebijakan ini dirasa juga berpengaruh terhadap bantalan sosial penduduk miskin sehingga mampu menjaga daya beli dan konsumsinya. Selanjutnya, diperlukan diskusi yang lebih mendalam karena pengaruh bansos tersebut belum tentu bersifat jangka panjang.
Kenyataannya, ada sekitar dari 34,2 persen dari total tenaga kerja di Sulawesi Selatan yang mengalami penurunan pendapatan, dan juga berpotensi mengalami tantangan dimasa mendatang seperti kekeringan, perubahan iklim, dan alih fungsi lahan.
Pada akhirnya, respon pemerintah terhadap tantangan ekonomi utamanya di wilayah perdesaan patut diapresiasi meskipun pekerjaan ini belum selesai. Kebijakan pengendalian inflasi, peningkatan produksi pertanian, perluasan lapangan kerja di wilayah perdesaan, serta perlindungan sosial yang tepat sasaran menjadi kunci pengentasan kemiskinan. Pembangunan di wilayah perdesaan harus menjadi fokus untuk mengurangi tingkat kemiskinan. (*)
Penulis:
Ikhsan Margo
(ASN BPS Jeneponto/Pengamat Sosial)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.