OPINI—Kualitas sumber daya manusia sangat menentukan posisi daya saing suatu bangsa terhadap bangsa lainnya. Betapa tidak, kemampuan dalam mengelola ketersediaan sumber daya alam akan mengantarkan suatu bangsa bangkit dan independen.
Oleh karena itu, penjagaan kualitas generasi melalui sistem pendidikan yang ideal menjadi sebuah kemestian.
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan Indonesia mengalami krisis pembelajaran selama 20 tahun terakhir. Nadiem mengatakan aspek literasi dan numerasi Indonesia dalam peringkat PISA selalu rendah.
Hal itu tergambar jelas dari skor Programme for International Student Assessment (PISA) yang tak kunjung membaik dan masih jauh dibandingkan rata-rata negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) lainnya. (Tempo. Co, 11/2/2022).
Adapun skor PISA Indonesia untuk membaca hingga 2018 skornya masih di level 371 jauh di bawah rerata OECD di sekitar angka 500. Demikian juga Matematika yang skornya 379.
Krisis pendidikan diperparah dengan adanya pandemi, dengan pembelajaran online yang berdampak pada learning loss.
Menanggapi hal tersebut, Mendikbudristek Nadiem Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar pada 11 Februari 2022.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakulikuler yang beragam, di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu mendalami konsep.
Di Kurikulum Merdeka, guru leluasa memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan ke kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Di tengah berbagai persoalan tersebut, memang dibutuhkan perbaikan. Namun, tepatkah pemberlakuan kurikulum merdeka dapat menyelesaikan krisis pendidikan?.
Mengingat persoalan pendidikan bukan hanya terkait mengejar angka dalam perengkingan, atau hanya sekedar berkaitan dengan minat belajar peserta didik.