OPINI—Beberapa pekan lalu, Presiden RI Indonesia Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menghadiri perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang kedua di New Delhi, India.
Perhelatan tersebut diiringi dengan tarian tradisional Bihu, mengenakan pakaian berwarna merah cerah oleh para penari, menambah nuansa kemeriahan dan kehangatan atas kehadirannya di bandara.
Sepulang dari New Delhi, Joko Widodo mengatakan, “Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia terus mendorong ASEAN untuk jadi jangkar stabilitas kawasan yang memiliki habit of dialogue dan habit of cooperation di Indo-Pasifik karena dunia butuh penetral, butuh safe house.”
Ia juga menuturkan agar setiap negara menciptakan stabilitas global dengan menghentikan perang, berpegang teguh pada hukum internasional, dan bahu-membahu mewujudkan inklusivitas.
Berharap dunia bisa menjadi satu keluarga besar yang saling membangun dan memiliki tujuan bersama demi menciptakan kehidupan yang damai.
“Saya setuju, jika dunia ini layaknya satu keluarga besar. Namun, Indonesia tentu mengharapkan keluarga yang saling membangun, peduli, dan memiliki satu tujuan bersama yaitu menciptakan kehidupan yang damai dan makmur.” Dilansir dari siaran pers Istana, Ahad (10/09/2023).
Dia juga memberikan respon terhadap kondisi permasalahan global kepada seluruh anggota G20, bahwa ada tiga kunci untuk menentukan arah pembangunan dunia, yakni stabilitas, solidaritas dan kesetaraan.
Tak cukup dengan lisan, Presiden Joko Widodo pun mengungkapkan harapannya secara tertulis bahwa, “Falsafah Satu Keluarga ini semestinya bukan semata jargon. Melainkan sebuah pola pikir untuk menentukan arah pembangunan dunia. Kita semua harus bertanggung jawab dan pastikan seluruh masyarakat dunia tanpa terkecuali hidup damai, stabil dan sejahtera.” Dikutip dari laman news.republika.co.id (10/09/2023).
KTT G20 ini adalah forum yang terdiri atas 20 negara yang terdiri dari 19 negara utama dan ditambah Uni Eropa. Tujuan dibentuknya G20 adalah agar negara maju dan berkembang bisa saling bahu membahu mengatasi dampak krisis yang melanda dunia.
Adapun negara yang tergabung ke G20 tersebut salah satunya adalah Indonesia, China, India, Amerika Serikat, Arab Saudi, Inggris, Jepang, Rusia, Uni Eropa, dan lain-lain. Namun, benarkah adanya KTT G20 ini akan mampu mengatasi krisis ekonomi yang melanda dunia?
Faktanya pada saat perhelatan KTT G20, tersebar video India yang terciduk menutupi pemukiman kumuh di jalan yang akan dilewati tamu KTT G20 9-10 September lalu.
Sepanjang jalanan terbentang kain hijau di daerah New Delhi. Menurut keterangan warga sekitar, mereka disuruh untuk diam di rumah dan membatasi kegiatan serta pergerakan mereka. Bahkan toko-toko, kantor, pasar dan restoran disuruh tutup selama 3 hari. (video.kompas.com)
Miris dan menjadi pemandangan yang sangat memilukan hati, sebab pemerintah India sengaja menutupi kemiskinan rakyatnya. Disisi lain perhelatan diselenggarakan begitu megah, seakan-akan aktivitas perekonomian di sana sedang baik-baik saja. Tak beda jauh dengan Indonesia, betapa tingginya angka kemiskinan, pengangguran, kesenjangan sosial, konflik sosial, dan sebagainya. Itulah yang dilanda saat ini.
Group of Twenty (G20) jelas-jelas mengacu pada sistem ekonomi kapitalisme-sekuler, sudah terbukti memporak-porandakan perekonomian di dunia dan hanya akan mengalami krisis secara terus-menerus. Alih-alih akan hidup damai, rukun, dan sejahtera, yang ada membuat rakyat makin menderita.
Sehingga kalau berharap pada G20 akan mampu membawa perubahan dunia, khususnya dalam meningkatkan taraf perekonomian, jelas mustahil terjadi.
Selama negeri ini masih menerapkan sistem kapitalisme-sekuler, justru sumber daya alam (SDA) yang ada terus menerus dikeruk para kapitalis baik lokal maupun asing.
Sementara rakyat hanya mendapatkan sisa-sisanya saja dan dibiarkan sengsara. Negeri ini hanya dijadikan sebagai produsen tapi hasilnya berada ditangan para korporasi.
Berbeda halnya dalam Islam, yang akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Di mana negara akan mandiri mengurusi rakyatnya tanpa campur tangan pihak asing, korporasi/pemilik modal. Justru pertumbuhan ekonomi akan membaik, hidup akan damai, dan kesejahteraan akan merata pada rakyat.
Hanya dengan sistem Islamlah satu-satunya solusi yang mampu mengatasi krisis yang melanda dunia saat ini.
Dalam Islam, sumber daya alam akan dikelola langsung oleh negara, bukan diserahkan kepada pihak asing. Sudah saatnya kita kembali pada sistem Islam secara totalitas yang mampu menyejahterakan hidup, dan pastinya dalam keberkahan Allah SWT. Bukan dengan sistem asal-asalan hasil buatan manusia yang berlandaskan pada hawa nafsu belaka. Wallahu A’lam. (*)
Penulis
Nurmaningsih
(Komunitas Muslimah Hijrah Polewali Mandar)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.