Advertisement - Scroll ke atas
  • Media Sulsel
  • Bapenda Makassar
  • Universitas Diponegoro
Nasional

Majelis Pers Nilai Kekerasan Terhadap Wartawan Sebagai Kejahatan Kemanusiaan

635
×

Majelis Pers Nilai Kekerasan Terhadap Wartawan Sebagai Kejahatan Kemanusiaan

Sebarkan artikel ini
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar

JAKARTA – Munculnya tindak kekerasan terhadap wartawan dalam satu minggu terakhir, dinilai oleh Majelis Pers sebagai bentuk kejahatan kemanusiaan yang harus dilawan dan dihilangkan dari muka bumi Indonesia.

Hal itu diungkapkan Sekjen Majelis Pers, Ozzy Sudiro kepada mediasulsel. Melalui jejaring sosial WhatsApp, Selasa (14/15) saat dimintai tanggapannya terkait terjadinya setidaknya 5 kejadian tindak kekerasan terhadap wartawan di Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, Papua dan Medan.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Kekerasan yang terjadi kepada sejumlah wartawan tersebut, menurut Ozzy merupakan dampak dari pembelengguan yang dilakukan oleh Dewan Pers terhadap fungsi journalist seperti diedarkannya selebaran pengumuman di institusi kepolisian, maupun di pemerintahan, tentang ‘Media – media yang tidak masuk verifikasi dewan pers tidak diperkenan mengikuti kegiatan’.

Hal itu menurut Ozzy telah mendorong protes keras dari berbagai media, organisasi pers maupun insan pers se Indonesia, namun seolah tidak didengarkan oleh dewan pers, sehingga munculah kasus-kasus kekerasan beruntun belakangan ini.

“Setelah Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, Papua dan Medan, entah besok atau lusa kejadian apalagi yang menimpa teman – teman wartawan, dan ini harus segera disikapi dengan cepat dan harus diSTOP tindakan kriminalisasi terhadap wartawan, karena diskriminasi dan kekerasan terhadap wartawan adalah bentuk kejahatan kemanusiaan.” Tegas Ozzy.

Dalam konferensi Pers yang digelar di sekretariat bersama Majelis Pers Jl.Kebon Sirih, Gedung Dewan Pers Lt.5 di Jakarta, Senin (13/11), Ozzy yang didampingi para ketua maupun utusan dari para organisasi pers mengatakan, berbagai kebijakan dewan pers yang tidak sejalan dengan kemerdekaan pers telah membawa perubahan pers Indonesia terkatung – katung, sehingga muncul kekuatan di luar konteks product etika dan tidak berfungsinya UU Pers 40/1999, meski diakui, bahwa UU Pers yang dirancang oleh Majelis Pers Independent bersama 27 organisasi pers Nasional saat itu masih terdapat banyak kekurangan.

“itulah awal yang harus kita selesaikan dan duduk bersama untuk menyelesaikan berbagai sengketa pers. Jangan jadikan pers sebagai tumbal dari kebijakan – kebijakan yang ngawur,” tegas Ozzi.

Rentetan peristiwa terjadinya kekerasan wartawan, pengancaman serta pengekangan terhadap wartawan, karena adanya diskriminasi awal dari dewan pers yang dalam pernyataan tertulis maupun lisan dengan memverifikasi media-media.

“Kami akan ambil langkah konkrit dan ambil sikap tegas, jika perlu kami akan meminta Kapolri, Panglima TNI dan Dewan Pers untuk membicarakan hal ini yang memang sangat krusial bagi kemerdekaan pers,” Papar Ozzy yang didampingi sejumlah ketua organisasi Pers seperti, seperti KWRI, AWDI, FPII, KO-WAPPI, MPN, Serikat Pewarta, PERWAPI, IWARI, KEWADI, AWI, AWPI, PWRI, PKWRI, SPRI, IMOJI, AKRINDO.

Olehnya itu Majelis Pers meminta Dewan Pers untuk segera menarik kebijakan-kebijakan kontra produktif yang dikeluarkan, karena tidak melalui kajian bersama para organisasi pers nasional, pakar etik dan para pakar hukum tentang pers.

Selain itu Ozzy juga meminta sekitar lebih dari 50 organisasi pers berlegalitas hukum yang sah dan itu mutlak untuk dilibatkan menjadi bagian dari penentu kebijakan.

“Majelis Pers akan terus berjuang untuk kembalikan kemerdekaan pers, kami berharap teman – teman pers, para ketua organisasi pers, serta para pemilik media harus bersatu dan memperjuangkan hal yang sama.” Tutup Ozzy” [*/4g4ys]

error: Content is protected !!