Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Masih Dibanjiri Derita, Apa Kabar Wahai Gaza?

310
×

Masih Dibanjiri Derita, Apa Kabar Wahai Gaza?

Sebarkan artikel ini
Nurlina, S.Pd.I
Nurlina, S.Pd.I (Aktivis Muslimah)

OPINI—Gaza, sejak serangan 7 Oktober 2023, sudah 2 tahun lebih dalam kondisi mencekam. Masih dalam kondisi yang semakin sulit. 1,5 juta warga Gaza masih berada di pengungsian tanpa kejelasan sampai kapan kondisi mereka akan berakhir.

Memasuki musim dingin justru menambah beban hidup warga Gaza. Tenda-tenda mereka sangat tidak memadai. Banjir kapan saja bisa datang sehingga harus berjuang keras untuk menyelamatkan barang-barang mereka agar tidak basah. Air yang deras menyebabkan tenda-tenda roboh dan koyak, tidak ada perlindungan dan kesedihan semakin dalam tak terelakkan.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Hanya bisa menangis dan pasrah dengan keadaan tersebut. Sebagai sesama saudara muslim, tentu ada keprihatinan yang dirasakan ketika melihat kondisi mereka. Zionis Yahudi tetap melakukan blokade sehingga material yang dibutuhkan berupa tenda, rumah, dan mobil tidak bisa sampai pada pengungsi Gaza.

Sejak gencatan senjata diumumkan pada 10 Oktober, setidaknya ada 260 warga Palestina tewas dan lebih dari 630 lainnya mengalami luka-luka. Ini bukan hanya soal angka, tapi ini adalah nyawa manusia. Nyawa mereka terancam kapan saja.

Gaza: Persoalan Penjajahan

Persoalan yang terjadi di Gaza belum menemui titik penyelesaian. Kalaupun ada solusi, belum juga menyentuh akar persoalan. Krisis yang terus berkepanjangan dan tidak menjawab solusi yang diberikan yaitu gencatan senjata. Sebab yang terjadi justru penjajahan yang terus dilakukan oleh Zionis kepada warga Gaza.

Zionis Yahudi adalah kaum yang terusir dari wilayah Eropa, kemudian melakukan eksodus ke beberapa wilayah. Kodrat mereka adalah membuat masalah yang sulit berdampingan dengan kaum yang lain. Yahudi-Rusia saat itu merencanakan pembunuhan kepada Kaisar Alexander ll hingga Yahudi diusir dari Rusia.

Prancis dan Inggris meminta belas kasih kepada Utsmani yang saat itu dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid ll. Tujuannya agar mengizinkan Yahudi bermigrasi ke Palestina, sebab secara geografis lebih dekat. Sultan mengizinkan dibawah toleransi Islam. Hingga akhirnya, mereka mendirikan gerakan Zionis Yahudi dan negara di sana pada tahun 1299 H / 1882 M.

Keadaan Gaza tidak dalam kondisi baik-baik saja sebagaimana anggapan sebagian orang, karena melihat mereka sudah banyak dibantu secara kemanusiaan oleh para aktivis internasional. Namun, yang terjadi adalah semakin sulit. Terlebih lagi krisis ini berada pada kendali AS.

Di masa Sultan Abdul Hamid II pun AS sudah turut serta dalam perjuangan kepentingan Yahudi. Sampai saat ini negara tersebut masih memegang kendali atas kondisi Palestina melalui Zionis Yahudi.

Mereka pun memberikan penyelesaian atas Palestina dengan two state solution atau solusi 2 negara. Di mana, dalam solusi tersebut Palestina dibagi dua atau mereka harus hidup berdampingan yang justru memperpanjang penjajahan. Bagaimana mungkin warga Gaza bisa hidup berdampingan dengan kaum penjajah?

Butuh Solusi Islam

Penyelesaian yang diopinikan oleh Barat sejatinya mengandung kepentingan mereka. AS menjadikan Israel penjaga kepentingannya sekitaran Timur Tengah. Bantuan persenjataan utama disinyalir dari negara tersebut. Harusnya ini menjadi pelajaran kepada pemimpin-pemimpin muslim bahwa solusi tersebut tidak akan pernah menyelesaikan persoalan.

Persatuan kaum muslim dunia adalah satu-satunya cara untuk membuat umat Islam kuat. Negeri-negeri muslim, masing-masing memiliki peralatan militer yang memadai dan jumlah personil yang sangat banyak. Namun, selama kaum muslim masih terpecah dengan sekat-sekat nasionalisme kebangsaan, maka sulit terealisasi. Sehingga kesadaran umat harus ada, terkait paham nasionalis tersebut bahwa semua itu adalah ide yang merusak persatuan.

Gaza butuh Kepemimpinan yang satu (Imam atau Khalifah, karena bisa menjadi pembela yang akan menghapus segala bentuk penjajahan atas umat. Penjagaan yang sangat besar mampu ia lakukan, menjaga akidah, memberi keamanan, menjaga jiwa dan harta, dan lain sebagainya. Semua dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Ada pertanggungjawaban yang menanti di akhirat.

Umat butuh kepemimpinan yang tegas dan berani, tapi takut pada Sang Pencipta. Sultan Abdul Hamid II pernah menolak tuntutan duta Amerika dengan kata-kata penentangan yang cukup keras bahwa,

“Aku tidak akan mengizinkan Yahudi bermukim di Palestina selama daulah Khilafah Utsmaniyah masih tegak berdiri.”

Dan saat Herzl meminta Palestina untuk dibeli, lagi-lagi Sultan menjawab dengan tegas,

“Aku tidak bisa melepaskan tanah Palestina barang sejengkal pun, karena Palestina bukanlah hamba sahaya. Tapi ia adalah milik suatu bangsa. Bangsaku berjuang untuk tanah ini dan menyiraminya dengan darah.”

Solusi hakiki tersebut harus terus di opinikan dan semakin di arus deraskan melalui dakwah Islam. Bukan semata dakwah yang sifatnya individual semisal ibadah, tetapi aspek sosial dan masyarakat serta hukum, politik nasional, dan internasionalnya. Alhasil, Islam akan tergambar sempurna ke tengah-tengah umat. Sehingga pembebasan terhadap Palestina bisa segera terwujud.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. (*)


Penulis:
Nurlina, S.Pd.I
(Aktivis Muslimah)

Disclaimer:
Setiap opini, artikel, informasi, maupun berupa teks, gambar, suara, video, dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab masing-masing individu, dan bukan tanggung jawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!