Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkot Makassar
  • Pemkot Makassar
Opini

Mengubah Paradigma Organisasi Mahasiswa, di Era Pasar Bebas

730
×

Mengubah Paradigma Organisasi Mahasiswa, di Era Pasar Bebas

Sebarkan artikel ini
  • Pemprov Sulsel
  • Bapenda Makassar
  • PDAM Makassar
  • DPRD Makassar
  • Siaran Digital

OPINI – Dalam kamus besar bahasa Indonesia mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Sebuah pengertian yang memang mengurung mahasiswa untuk terus terkurung dalam sebuah lembah dimana mahasiswa akan di ajarkan tidak akan peka terhadap lingkungan sosial dan melihat realitas negara sekarang ini. Kita mungkin masih ingat di era orde baru ada sebuah penetapan pemerintah yang disebut NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kemahasiswaan) adalah pelarangan mahasiswa mengikuti bakat dan minat yang ekstra kampus, seperti PMII, HMI, GMNI, dll. Organisasi yang bersifat ekstra kampus inilah mampu mengantarkan mahasiswa membuka cakrawala berpikirnya dalam menelah kehidupan sosial yang amat tragis dan tak seimbang.

Organisasi ekstra kampus mengalami penurunan yang amat dratis karena mahasiswa di pengaruhi oleh, pragmatisme, hedonis, modernisme, dan apatis. Kecenderungan mahasiswa yang seperti ini akan mengalami kebuntuhan dalam mendalami cakrawala berpikirnya. Efek kedatangan paham seperti ini di pengauruhi oleh limgkungan kampus yang terlalu menekan organisasi ekstra kampus melakukan sosialisasinya karena di anggap organisasi ekstra kampus hanya kerjaannya demonstrasi di tengah jalan. Pemikiran sipitas kampus yang masih melarang organisasi ekstra kampus masuk bersosialisasi maka NKK/BKK masih berlaku sampai sekarang sebab keluarnya peraturan tersebut di karenakan peristiwa MALARI (Mala Petaka 15 Januari 1975) dimana mahasiswa dilarang ikut demonstrasi penolakan terhadap barang–barang yang buatan Jepang.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Peristiwa 1998 penurunan soeharto dari jabatan presidennya adalah sebuah momentum mahasiswa idealisme kemahasiswaannya sebagai agen perubahan (agent of change). Memang tak ada organisasi eksternal kampus yang terlihat cuman HMI dengan barisannya sendiri namun yang menggerakan aksi mahasiswa untuk turun ke jalan adalah organisasi ekstra kampus. Memang dalam dunia organisasi ekstra kampus kita di ajarkan bersifat kristis tapi mampu memberikan solutif dari berbagai permasalahan di dalam negeri. Sedangkan organisasi intra kampus hanya akan berbicara program kerja kampus tidak terlalu menyentuh diluar kampus hingga menutup mata mahasiswa untuk peka terhadap kehidupan sosial sekarang. Belum lagi mahasiswa yang memang tak ikut berorganisasi maka kepekaan sosial sudah tak ada lagi.

Lihat Juga:  Kenaikan BPJS dan Kapitalisasi Kesehatan

Paradigma Mahasiswa dan Hambatannya

Paradigma mahasiwa tahun 90-an memang giat mengikuti organisasi–organisasi kemahasiswaan baik internal maupun eksternal dan bukti bahwa peningkatan mahasiswa ikut berorganisasi dengan peritiswa tahun 1998 ribuan mahasiwa memadati gedung DPR-RI dengan agenda menurungkan rezim Soeharto. Namun seiring perkembangan zaman organisasi kemahasiswan mengalami deeskalasi minat mahasiswa untuk turun kejalan menyuarakan revolusi apalagi ikut bergabung dalam organisasi kemahasiswaan. Faktor utama dalam penurunan angka minat mahasiswa berorganisasi di karenakan modernisme yang berkembang begitu masif, dan di tambah pula para tokoh mahasiswa yang melakukan revolusi di tahun 1998 tidak lagi menonjolkan idealismenya karena tergiur oleh pragmatisme kekuasaan hingga mahasiswa sekarang kembali ke nol untuk membuat sebuah perjuangan revolusi di bangsa ini, sedangkan serangan modernisme semakin masif mempengaruhi mahasiswa untuk anti sosial kemasyarakatan.

Narasi tentang negara kita semakin berkurang karna banyaknya lembaran sejarah yang kelam di tutupi oleh kalangan elit politik penguasa. Misalnya kasus pembunuhan “Munir” Pejuang HAM belum terungkap sepenuhnya, Misteri G30SPKI belum terungkap juga sepenuhnya apakah ini adalah sebuah kejadian murni oleh kelompok PKI atau permainan CIA?, dan yang paling menggelisahkan saat tarif Listrik naik, BBM naik, pajak Motor naik dan sembako naik, mahasiswa terasa bungkam menyuarakan kegelisahan mereka lewat demonstrasi di jalan dan melakukan sebuah revolusi sebab di kepemerintahan Jokowi gagal mewujudkan nawacita kebangsaan.

Mahasiswa sekarang terasa kalah dengan kelompok militan FPI yang mampu mengumpulkan massa jutaan ummat muslim berkumpul di Jakarta melawan Ahok dalam kasus penistaan agama. Perlu disadari bahwa tragedi 4 november dan 2 desember adalah sebuah pengalihan isu dari proyek reklamasi pulau seribu sekaligus penurunan ekstabilitas Ahok dan menaikkan popularitas FPI. Di balik aksi tersebut ada beberapa kelompok organisasi kemahasiswaan ikut andil dalam aksi tersebut, padahal dalam aksi tersebut ada beberapa kalangan elit politik dan pengusaha elit yang mensuplai aksi kasus penistaan agama. Ini menunjukkan bahwa organisasi kemahasiswaan telah dimasuki oleh area pragmatisme hingga idealisme kemahasiswaan tergadaikan oleh kepentingan kelompok kapitalisme.

Lihat Juga:  Presiden Jokowi Bagikan Ribuan KIP di Yogyakarta dan Jateng

Idealisme kemahasiswa semakin lama semakin terenggut oleh zaman globalisasi yang terus berubah tak mampu di analisis yang terlalu kepanjangan hingga bertahun–tahun semenjak memasuki era ekonomi liberal. Pasar bebas sebagai corang masuknya persaingan kaum kapitalisme global merenggut kebangsaan sekaligus merenggut idealisme mahasiswa. Jika organisasi tak mampu melakukan perubahan paradigma berpikir kader–kadernya maka siap–siap saja organsasi akan tidak terpenghunikan lagi.

Mahasiswa harus di giring pada pemikiran globalisasi sebab Masyarakat Ekonomi ASEAN telah meranset masuk kedalam negeri menanamkan saham–saham mereka belum lagi meledaknya pekerja WNA China masuk ke Indonesia menyikirkan pekerja–pekerja Indonesia yang memiliki posisi strategis di sebabkan oleh kurang profesional dan kerjasama perusahaan, pemerintah, dan negara China. Mahasiswa pula harus di ajarkan untuk berwawasan produktif dan mandiri hingga kelak menjadi sarjana tidak pusing lagi mencari lapangan pekerjaan.

Wawasan Produktifitas Dalam Situasi Sirkulasi Elit dan Pasar Bebas

Perlunya kesadaran wawasan produktifitas mahasiswa untuk di tingkatkan untuk kepentingan pribadi dan kemaslahatan organisasi pula. Organisasi sekarang lebih cenderung kepada pemahaman wawasan berpolitik sementara yang menduduki parlemen kepemerintahan sekarang kebanyakan dari kalangan pengusaha elit yang memiliki kapasitas modal yang cukup besar yang kurang memahami wawasan Kebangsaan Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Kurangnya kalangan yang berasal dari aktivis organisasi seperti PMII, HMI, IMM, GMNI, dan kelompok Cipayung lainnya yang memiliki wawasan kebangsaan begitu dalam, begitu sedikit di parlemen kepemerintahan. Belum lagi kalangan artis sudah menerobos masuk dalam dunia kepemerintahan, ini amat terlalu lucu dalam kebangsaan kita kedatangan para artis di parlemen kepemerintahan menambah kesan UU yang di buat dan disahkan itu terasa kadang tidak nyambung dengan realita sosial dan beberapa UU pula menekan masyarakat menengah kebawah.

Lihat Juga:  Belenggu Perempuan Saudi

Dalam perpolitikan negara kita diserang oleh sirkulasi elit, apa yang dikatakan oleh anies baswedan bahwa “ditahun 2020 struktur ke tatanegaraan kita akan di serang oleh kalangan elit pengusaha dan kalangan popularitas (artis)”. Fase sirkulasi elit pengusaha dan artis telah merembek ke struktur kepemerintahan sekarang dan aktifis tinggal bersuara di tengah jalan yang terkadang itu di bayar oleh kalangan elit politik yang tidak di dasari oleh idealismenya. Dari sini mahasiswa harus kembali bermetamorfosis dalam menjalankan roda organisasinya, kadernya–kadernya mampu memahami arus globalisasi sekarang, merebut media agar organisasi tidak menjadi penoton dalam melahap isu – isu yang berkembang sekarang agar masyarakat empati terhadap organisasi kehamahasiswaan. Melakukan hubungan masayarakat lebih masif agar suara–suara penderitaan rakyat mampu tersua di hadapan publik kepemeritahan. Jangan selalu penderitaan rakyat direbut oleh komunitas–komunitas yang tidak sedetail seperti PMII, HMI, IMM, GMNI dan organisasi cipayung lainnya. Sekarang zaman sudah berubah paradigma berpikir kader–kader harus pula dirubah agar mampu mengontrol diri di zaman pertarungan pasar bebas. (*)

Penulis: Ikhlasul Amal Muslim
Mahasiswa