Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkot Makassar
  • Pemkot Makassar
Internasional

Para Uskup Katolik Minta Maaf atas Pembantaian 800.000 Jiwa di Rwanda

240
×

Para Uskup Katolik Minta Maaf atas Pembantaian 800.000 Jiwa di Rwanda

Sebarkan artikel ini
  • Pemprov Sulsel
  • Bapenda Makassar
  • PDAM Makassar
  • DPRD Makassar
  • Siaran Digital

MEDIASULSEL.com – PIhak Gereja Katolik di Rwanda meminta maaf akan peran gereja saat itu dalam genosida tahun 1994, dan menyesali aksi mereka yang terlibat dalam pembantaian itu, Minggu (20/11/2016)

“Kami meminta maaf atas segala kesalahan gereja. Kami meminta maaf atas nama seluruh umat Kristiani atas segala bentuk kesalahan yang kami lakukan. Kami menyesal karena para anggota gereja melanggar sumpah setia mereka atas perintah-perintah Tuhan,” kata pernyataan Konferensi Uskup Katolik, yang dibacakan di paroki-paroki di seluruh negeri.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Pernyataan itu mengakui bahwa para anggota gereja merencanakan, membantu dan mengeksekusi genosida, dimana lebih dari 800.000 etnis Tutsi dan Hutu moderat dibunuh oleh ekstremis Hutu. Banyak korban tewas di tangah pastor, biarawan dan biarawati, menurut penuturan saksi mata. Pemerintah Rwanda mengatakan banyak korban tewas di gereja-gereja dimana mereka mencari perlindungan. Pernyataan uskup-uskup itu dianggap sebagai perkembangan positif dalam upaya rekonsiliasi di Rwanda.

Peristiwa Genosida 1994

Peristiwa di Genosida Rwanda merupakan pembantaian sekitar 800.000 suku Tutsi dan Hutu moderat oleh sekelompok ekstremis Hutu yang dikenal sebagai Interahamwe yang terjadi dalam periode 100 hari pada tahun 1994. Rwanda sendiri adalah sebuah negeri berpenduduk 7,4 juta jiwa dan merupakan negara terpadat di Afrika Tengah.

Peristiwa ini bermula pada tanggal 6 April 1994, ketika Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana menjadi korban penembakan saat berada di dalam pesawat terbang. Beberapa sumber menyebutkan Juvenal Habyarimana tengah berada di dalam sebuah helikopter pemberian pemerintah Perancis. Saat itu, Habyarimana yang berasal dari etnis Hutu berada dalam satu heli dengan presiden Burundi, Cyprien Ntarymira.

Mereka baru saja menghadiri pertemuan di Tanzania untuk membahas masalah Burundi. Sebagian sumber menyebutkan pesawat yang digunakan bukanlah helikopter melainkan pesawat jenis jet kecil Dassault Falcon.

Lihat Juga:  Presiden Joko Widodo Tegaskan akan Terus Berantas Pungli

Disinyalir, peristiwa penembakan keji itu dilakukan sebagai protes terhadap rencana Presiden Habyarimana untuk masa depan Rwanda. Habyarimana berencana melakukan persatuan etnis di Rwanda dan pembagian kekuasaan kepada etnis-etnis itu. Rencana itu telah disusun setahun sebelumnya, seperti tertuang dalam Piagam Arusha (Arusha Accord) pada tahun 1993.

Untuk diketahui, Habyarimana menjadi presiden Rwanda sejak tahun 1993. Sebelumnya ia menempati posisi sebagai Menteri Pertahanan Rwanda. Pada tahun 1990-an Habyarimana merintis suatu pemerintahan yang melibatkan tiga etnis di Rwanda yakni Hutu (85%), Tutsi (14%) dan Twa (1%). Habyarimana mengangkat perdana menteri Agathe Uwilingiyama dari suku Tutsi. Pengangkatan dari suku berbeda jenis ini jelas tidak diterima oleh kelompok militan yang ingin mempertahankan sistem pemerintahan satu suku.

Kekhawatiran sekaligus kekecewaan berlebihan inilah yang akhirnya memuncak menjadi tindak pembunuhan terhadap presiden sendiri. Habyarimana akhirnya dibunuh bersama presiden Burundi oleh kelompok militan penentangnya ketika mereka berada di dalam pesawat (atau helikopter) pemberian Presiden Perancis Francois Mitterand. (voaindonesia)