JENEWA — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) siap menjadi tuan rumah perundingan mengenai penggunaan senjata otonom. Namun mereka yang mengharapkan pelarangan mesin dengan julukan “robot pembunuh” akan kecewa, kata seorang duta besar yang memimpin diskusi mengatakan pada Jumat (10/11).
Lebih dari 100 pengusaha pembuat kecerdasan buatan atau artificial intelligence yang dipimpin oleh Elton Musk dari Tesla pada Agustus mendesak PBB untuk memberlakukan larangan global terhadap senjata otomatis sepenuhnya, menggaungkan seruan sama dari para aktivis yang telah memperingatkan bahwa mesin tersebut akan menimbulkan risiko yang sangat besar bagi penduduk sipil
Sebuah kelompok pelucutan senjata PBB yang dikenal sebagai Konvensi Senjata Konvensional Tertentu (CCW) pada Senin akan memulai pembicaraan yang berlangsung lima hari mengenai masalah itu di Jenewa.
Tapi hasil pertemuan dalam bentuk larangan, atau bahkan sebuah pakta, tetap belum bisa diharapkan kata Duta Besar India untuk perlucutan senjata, Amandeep Gill, yang memimpin rapat tersebut.
“Akan sangat mudah untuk hanya membuat peraturan larangan tapi saya pikir … bersikap terburu-buru untuk masalah yang sangat kompleks tidak bijaksana,” kata dia kepada wartawan. “Kami baru di garis start.”
Senjata otonom adalah robot yang dirancang untuk melakukan serangan militer terhadap manusia atau instalasi tanpa intervensi dari operator manusia.
Dia mengatakan bahwa diskusi, yang juga akan melibatkan masyarakat sipil dan perusahaan teknologi, sebagian akan difokuskan untuk memahami jenis senjata yang sedang dikerjakan.
Para pendukung pelarangan terhadap senjata ini, termasuk Campaign to Stop Killer Robots. Kelompok in bersikeras bahwa manusia pada akhirnya harus bertanggung jawab atas keputusan akhir untuk membunuh atau menghancurkan.
Mereka berpendapat bahwa setiap sistem senjata yang mendelegasikan keputusan untuk melakukan suatu penyerangan ke sebuah algoritma adalah ilegal, karena komputer tidak dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan hukum kemanusiaan internasional.
Gill mengatakan ada kesepakatan bahwa “manusia harus tetap bertanggung jawab atas keputusan hidup dan mati.”
Tapi, dia menambahkan, ada berbagai pendapat mengenai tentang mekanisme di mana “kontrol manusia” harus mengatur senjata mematikan.
Komite Internasional Palang Merah, yang diberi mandat untuk melindungi hukum-hukum konflik, belum meminta penerapan larangan, namun telah menggarisbawahi perlunya membatasi penggunaan senjata otonom.
“Intinya adalah mesin tidak dapat menerapkan undang-undang dan Anda tidak dapat mengalihkan tanggung jawab atas keputusan hukum ke mesin,” Neil Davison dari unit senjata ICRC mengatakan kepada AFP.
Dia menyoroti sifat senjata yang bermasalah yang melibatkan berbagai variabel utama menyangkut waktu atau lokasi serangan – misalnya, sesuatu yang dikerahkan selama beberapa jam dan diprogram untuk menyerang kapan pun dia mendeteksi target musuh.
“Ketika anda menemui ketidakpastian dan tidak bisa diperkirakan apa yang akan terjadi ketika anda mengaktifkan sistem persenjataan, maka anda akan mulai menemui masalah kepatuhan pada hukum,” kata dia. [voa/4ld]