JAKARTA—Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah terus menyelidiki aksi pembobolan data pemerintah yang dilakukan peretas atau hacker Bjorka. Ia mengklaim, Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) telah mengetahui identitas dan lokasi peretas. Menurutnya, Indonesia sudah memiliki alat untuk melacak peretasan tersebut.
“Dari hasil kesimpulan, Bjorka itu tidak punya kemampuan membobol yang sungguh-sungguh. Hanya ingin memberitahu kepada kita, bahwa kita harus hati-hati,” jelas Mahfud di Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Mahfud menambahkan motif peretasan juga beragam mulai dari ekonomi hingga politik. Kendati, ia tidak menjelaskan secara gamblang motif tersebut.
Ia juga menyebut data yang dibobol Bjorka bersifat umum dan tidak bersifat rahasia negara. Karena itu, ia meminta publik untuk bersikap tenang menghadapi aksi Bjorka ini.
Selain itu, Mahfud menjelaskan pemerintah telah membentuk Satgas agar peristiwa serupa tidak terulang, dengan membangun sistem yang lebih baik.
“Dalam sebulan ke depan, akan ada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang sudah disahkan di DPR tingkat I,” tambahnya.
Menurut Mahfud, UU tersebut juga mengamanatkan agar terdapat satu tim yang bekerja untuk keamanan siber.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengingatkan bahwa serangan siber juga dialami Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) privat. Karena itu, ia meminta PSE privat untuk memastikan keamanan data masyarakat dengan menjaga sistem sebaik mungkin.
“Memastikan teknologi terus ditingkatkan, memastikan tata kelola dan sistem manajemen terus diperbaiki dengan melibatkan tenaga-tenaga yang ahli,” tutur Johnny G Plate.
Johnny juga mengimbau PSE privat untuk berkomunikasi dengan pemerintah apabila menemukan dugaan-dugaan serangan siber. Ia berharap komunikasi tersebut dapat memberi masukan ke PSE privat dalam menjaga sistem elektronik.
Pengamat: Minimal Identitas Pelaku Bisa Diungkap
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha berharap klaim yang disampaikan Mahfud MD soal Bjorka, akan terbukti benar. Sebab, kata dia, aparat memiliki pengalaman dalam menangkap pemilik akun triomacan2000 maupun peretas tiket.com dan website KPU.
“Soal lokasi benar atau tidak di luar negeri, apakah dia warga Indonesia atau tidak, tentu ini membutuhkan lebih dari sekadar kemampuan teknis di sisi siber, namun juga memerlukan pendekatan intelijen,” jelasnya dilansir VOA, Rabu (14/9/2022).
Ia menambahkan Satgas Khusus bentukan presiden ini diharapkan minimal dapat mengungkap identitas Bjorka atau ditangkap karena dia telah melanggar UU ITE dan UU Kependudukan.
Pada sisi lain, kata dia, aksi Bjorka ini menyadarkan bahwa keamanan siber negara perlu dievaluasi secara serius mulai dari penggunaan anggaran, pejabat terkait, dan program dalam ranah siber.
“Untuk mengurangi dan mencegah kebocoran data dari sisi negara, dalam hal ini Kominfo dan DPR, harus segera menyelesaikan UU PDP. Dengan UU ini semua PSE dipaksa melakukan pengamanan secara maksimal,” imbuhnya.
Pratama menjelaskan dengan UU PDP, maka PSE akan mendapat hukuman denda jika terbukti ada kebocoran data dan lalai. Di Uni Eropa, denda bisa mencapai 20 juta euro untuk setiap kasus penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi masyarakat.
Poin penting lainnya dalam RUU PDP yaitu pembentukan Komisi PDP setelah disahkan menjadi UU PDP. Komisi ini nantinya akan menentukan kasus kebocoran data apakah akibat kelalaian organisasi atau tidak.
UU PDP nantinya tidak hanya akan menyasar swasta melainkan juga lembaga negara. Karena itu, Pratama setuju jika Komisi PDP berada di luar Kementerian Komunikasi dan Informatika. Ini supaya Komisi PDP bisa bekerja lebih imparsial dan independen.
Sebelumnya, peretas Bjorka mengklaim telah membobol data pemerintah termasuk milik Presiden Joko Widodo. Akun Bjorka juga menyebar data pribadi sejumlah tokoh seperti Ketua DPR Puan Maharani dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
BIN pada mulanya menyatakan unggahan data milik akun Bjorka merupakan hoaks atau informasi bohong. Namun, pemerintah kemudian mengoreksi bahwa data yang dibagikan Bjorka merupakan data umum, bukan rahasia negara. [sm/ka/VOA]