OPINI—Potret pemuda saat ini nampak memilukan, istilah generasi strawberry tak terhindarkan. Sebab mereka menjadi generasi yang mudah putus asa, galau, mentalnya rapuh, malas, pesimis, dan menyukai hal yang instan. Kehidupan mereka lekat dengan warna warni kehidupan yang menyilaukan, dunia hiburan dipenuhi semangat muda yang menyala.
Mirisnya pemberitaan kriminalitas banyak diisi dengan generasi muda yang menjadi korban bahkan pelakunya. Mereka terlibat pergaulan bebas, terjerat narkoba, melakukan pencabulan, kekerasan, tawuran, pencurian, penipuan bahkan tak segan melakukan pembunuhan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, periode 2016-2022, kasus anak yang menjadi pelaku kenakalan sehingga berhadapan dengan hukum berjumlah 2.883, dan jumlahnya terus bertambah hingga hari ini.
Kondisi yang tentunya sangat memprihatinkan telah menimpa generasi muda. Di saat seharusnya mereka memiliki karakter kuat, akhlak mulia, dan mencapai prestasi gemilang.
Alarm warning untuk umat telah berdering! Nasib generasi muda muslim harus menjadi perhatian umat Islam. Generasi muda makin jauh dari identitas Islam, bahkan potensi mereka telah dibajak sistem kapitalisme.
Krisis Identitas
Dalam kehidupan sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) saat ini, pemuda muslim telah dipalingkan dari identitas Islam. Kehidupan yang diarahkan oleh industri kapitalisme membuat pemuda terjerat dalam kehidupan hedonisme. Keberadaan akalnya hanya memikirkan kesenangan dunia semata, padahal seharusnya akalnya digunakan untuk menemukan jalan keimanan dan mengokohkannya.
Sehingga wajar keimanan pemuda muslim kepada Allah Swt. makin lemah. Adanya syariat Islam hanya dipandang sebagai beban dan penghalang atas kesenangan yang mereka inginkan. Tak jarang mereka insecure dengan identitas muslim.
Sistem ini dengan paham liberalismenya memberikan kebebasan untuk siapa saja dalam berperilaku dan berpendapat. Napoleon Bonaparte pernah berkata pada pasukannya yang mengalahkan kaum Muslimin di perang salib bahwa “satu-satunya cara berperang dengan generasi Muslim adalah dengan cara perang pemikiran”.
Perang pemikiran ini tengah terjadi dan sangat gencar serangannya. Banyak narasi yang sengaja dibuat untuk menjauhkan generasi muslim dari Islam seperti narasi radikalisme dan terorisme. Selain itu dibuat pula arus moderasi beragama yang katanya untuk menangkal radikalisme.
Namun justru di sinilah kerancuan berpikir pemuda muslim terjadi. Moderasi beragama mengakibatkan pemuda tidak lagi memiliki pemahaman yang jelas tekait baik dan buruk, terpuji dan tercela sebab standarnya juga tidak jelas. Dengan alasan toleransi maka paham-paham yang bertentangan dengan Islam pun diterima.
Di samping itu, pihak-pihak yang ingin menghancurkan generasi muda muslim gencar dalam memperkenalkan budaya mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal merusak itu dikemas dengan sangat menarik dalam bentuk hiburan berupa film, reality show, anime, drama, musik, games, dan lainnya. Era digitalisasi tentu menguntungkan dalam penyebaran dan pengaruhnya pada pemuda.
Maka wajar ketika generasi muda muslim saat ini justru terjerat pada aktivitas yang dilarang oleh syariat. Nilai materialistik yang melekat pada sistem kehidupan yang diterapkan hari ini pun telah menjadi pisau yang melukai generasi. Sebab mereka tidak dibekali dengan keimanan yang kuat, maka mereka rentan dengan penyakit mental hingga depresi.
Tantangan dan persaingan pencapaian materi dalam dunia kapitalis mengantarkan pada ketidaksyukuran atas pencapaian yang telah diraih. Standar kebahagiaan telah bergeser kepada meraih sebanyak-banyaknya materi yang menjadi kenikmatan dunia, bukan lagi meraih ridho Allah Swt. Inilah buah dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang menjadikan pemuda sebagai korbannya.
Back to Muslim Identity
Melihat potret memilukan yang menimpa pemuda hari ini, umat muslim harus segera bergerak menyelamatkan mereka dengan langkah sistemis, sebab kerusakan ini diakibatkan oleh sistem sekuler kapitalisme.
Sebagai seorang muslim, kita meyakini Islam bukan hanya sekedar agama ritual, namun ia adalah sistem kehidupan yang Allah berikan kepada umat manusia untuk menjadi solusi atas segala permasalahan kehidupan.
Dalam pandangan Islam, ada 3 pilar yang harus tegak untuk menyelamatkan pemuda. Pertama, keluarga yang menjadi sekolah pertama. Setiap keluarga muslim wajib menjadikan akidah Islam sebagai landasannya dalam mendidik anak.
Pendidikan berbasis akidah ini akan membentuk karakter iman yang kuat, sehingga pribadi individu yang bertakwa dapat terwujud. Dengan begitu, generasi muslim akan mampu bertanggung jawab atas tindakannya sebab ia bertindak dilandasi hukum syara’.
Kedua, masyarakat yang berperan sebagai kontrol sosial dengan aktif melakukan amar makruf nahi mungkar. Maka akan terbentuk budaya saling menasehati dan mencegah berbuat maksiat di tengah masyarakat. Masyarakat tidak akan bersikap cuek, apatis, ataupun individualis sebab mereka memahami perannya sebagai kontrol sosial.
Ketiga, negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan umat. Negara sebagai perisai yang berkewajiban membentengi generasi dari pemikiran-pemikiran rusak yang mengancam akidahnya akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan ini bertujuan untuk membentuk generasi yang berkepribadian Islam, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, negara juga akan melakukan pengawasan digital dan media melalui departemennya. Sehingga konten-konten perusak akidah seperti konten porno, kekerasan, dan sejenisnya akan diblokir. Kemudian negara juga menerapkan sistem sanksi hukum Islam yang tegas untuk menindak pelaku pelanggaran syariat.
Ketiga pilar ini hanya mampu tegak ketika negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam pemerintahannya. Sejarah mencatat, ketika Islam menguasai dunia dalam 14 abad lamanya telah terlahir generasi-generasi unggul yang berkontribusi dalam ilmu agama dan ilmu saintek yang mempengaruhi perkembangan peradaban manusia.
Hanya Islam yang mampu mengembalikan peran pemuda sebagai generasi muslim yang dinamis, energik dan optimis dengan segala potensi yang dimilikinya untuk dapat menjadi agen perubahan peradaban yang bergerak aktif, baik di dunia nyata maupun maya.
Generasi muda harus memiliki kesadaran bahwa mereka adalah generasi yang diharapkan menjadi agent of change yang mendorong terjadinya perubahan dunia ini ke arah yang lebih baik yaitu Peradaban Islam.
Saat ini, umat harus mendorong pemuda untuk bangga dan kembali pada identitas muslimnya, dengan cara aktif mengembangkan diri dan pemikirannya melalui pengkajian Islam secara intensif, serta berada dalam pembinaan jama’ah dakwah.
Dengan memiliki pemahaman Islam yang benar, pemuda akan mampu membentengi diri dalam perang pemikiran yang digencarkan musuh Islam. Sehingga mereka tidak akan berpaling dari akidah Islam dan terjerat dengan keindahan semu yang ditawarkan oleh sistem selain Islam. Wallahu a’lam. (*)
Penulis:
Jumriah, S.Pd
(Aktivis Muslimah)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.