MEDIASULSEL.com – Melaut pada umumnya merupakan sebuah aktifitas yang dilakukan oleh nelayan untuk mencari Ikan, tapi tidak demikian halnya dengan yang dilakukan oleh bapak satu orang anak yang tinggal di Desa Waritassi, Kecamatan Supa, Kabupaten Pinrang ini.
Semenjak penyakit reumatik mulai menggerogotinya dalam beberapa tahun terkahir ini, Nanrang (62) tidak lagi sanggup mencari ikan di malam hari yang sebelumnya dia geluti semenjak muda, namun kebutuhan hidup yang harus dipenuhinya, tak membuatnya patah arang dan memilih beraktifitas di siang hari.
Dengan beraktifitas di siang hari, tak mungkin dilakoni penduduk asli kawasan bibir pantai Ujunglero ini, untuk dapat memperoleh ikan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, sehingga Nanrang lebih memilih memungut sampah-sampah botol plastik yang banyak berserakan di pinggir-pinggir laut Parepare dan sekitarnya.
“Mau diapa lagi, sejak kena reumatik saya tidak sanggup melaut malam hari, jadi saya pergi ke laut siang hari, ya hanya cari sampah-sampah plastic saja, karena kalo cari ikan siang hari susah dan tidak cukup untuk hidupi keluarga,” ungkap Nanrang saat ditemui Media Sulsel di rumahnya.
Setiap hari kecuali hari Jum’at, dimulai dari jam 7 pagi hingga jam 11.30 siang, Nanrang biasanya berhasil mengumpulkan botol-botol dan gelas-gelas plastik sebanyak 7 karung atau sekitar 40 Kg, sesuai kapasistas kapal katinting yang dia miliki.
Setelah beberapa hari terkumpul, biasanya pembeli akan datang dan membayarnya langsung di rumah Nanrang dengan harga Rp2.000 per kilonya, yang artinya dalam satu bulan Nanrang dapat mengumpulkan penghasilan menghampiri Rp1 juta setelah dipotong biaya-biaya.
“Dulu enak, saya rata-rata sehari dapat 8 karung kalau ditimbang sekitar 40 Kg, dan dibeli pembeli yang datang Rp2.000 per kg, tapi beberapa bulan terakhir ini hanya dibeli Rp1.000 per kg perhari, padahal sehari saya butuh bensin dua botol yang saya beli di sini harganya Rp8.500 perbotol,” terang Nanrang.
Semenjak turun harga, guna memaksimalkan hasil, Nanrang memilih untuk tidak lagi melaut, namun dia bersama istrinya hanya mengumpulkan sampah-sampah plastik yang ada di bibir pantai sekitar rumahnya, meski hasilnya tidak sebanyak dengan melaut, namun menurut Nanrang itu lebih menguntungkan dibandingkan dengan harus mencari sampah dengan menggunakan kapal katintingnya.
“Sejak turun harga, apalagi mesin kapal saya mulai rusak-rusak, sesekali saja saya melaut, saya dengan istri lebih memilih nyari plastik di sekitar sini saja (pantai depan rumahnya:red), sehari biasanya hanya dapat 5 karung kira-kira 25 Kg saja, tapi saya tidak butuh lagi beli bensin, jadi lumayanlah untuk kebutuhan sehari-hari, sekalian bersih-bersih depan rumah,” ungkap Nanrang sambil tersenyum. (464YS)