MEDIASULSEL.com – Kapolda Sulsel, Irjen Pol Anton Charliyan menyatakan, penghentian kasus pembebasan lahan atau SP3 atas perkara di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV Makassar, dinilai melanggar. Menurut Kapolda, Surat Penghentian Penyidikan (SP3) dalam setiap perkara harusnya sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Seluruh perkara yang ditangani kepolisian apabila SP3-kan harus sesuai SOP agar tidak terjadi kesalapahaman dan mestinya sudah sesuai aturan yang berlaku. Setiap perkara yang akan di SP3-kan harus melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan yang berlaku,” terang Irjen Pol Anton Charliyan
Terkait kasus pembebasan lahan PT Pelindo IV Makassar yang dihentikan pada 2015 lalu, kemudian dikeluarnya SP3. Menurut Kapolda, tidak mengetahui secara detail kasus tersebut. “Tidak gampang melakukan SP3 harus menghadirkan semua pihak baik terlapor maupun pelapor,” tegasnya.
Sementara itu, mantan staf Kabiro Hukum PT Pelindo Makassar, Erisanty mengemukakan, terkait SP3 dirinya membantah tidak pernah dipanggil atau dilibatkan dalam penghentian perkara itu.
“Kami tidak pernah dilibatkan sama sekali. Bahkan surat SP3 ini kami dapatkan dari pertamina, kami tidak tahu apa skenario dibalik kasua tanah negara yang penguasaan pengelolaannya diberikan negara kepada kami selaku BUMN,” katanya.
“Kami tidak pernah dilibatkan sama sekali, SP3 kami dapatkan dari pertamina, Nggak tau ada skenario apa dibalik tanah negara yang penguasaan pengelolaannya diberikan negara kepada kami selaku BUMN,” jelasnya saat di konfirmasi via WhatsApp.
Seperti diketahui, kasus dugaan pemalsuan dokumen atas proyek pembebasan lahan senilai Rp104 miliar telah SP3-kan secara sepihak oleh oknum penyidik Dit Reskrimum Polda Sulsel pada 8 Juni 2015 lalu. Kasus ini yang dilaporkan PT Pelindo pada 2013 ini, kemudian ditingkatkan ketahap penyidikan dengan menetapkan dua orang tersangka yakni, Ince Baharuddin dan Ince Rahmawati pada 27 Juli 2012.
Kedua tersangka ini, melakukan dugaan pidana menggunakan surat palsu yakni Pasal 263 ayat (2) KUHPidana, namun pihak penyidik menghentikan penyidikan kasus tersebut dengan alasan bukti tidak cukup.
Diketahui pula, pada kasus dugaan pidana menggunakan surat palsu yang dilaporkan pihak Pelindo Makassar ke Direktorat Reserse Kriminal Umum atau Dit Reskrimum Polda sulsel sejak tanggal 27 Juli 2012. Berkas yang diajukan kedua tersangka tersebut, yakni surat tanda pendaftaran tanah milik negara, dimana riwayat tanah wajib bayar pajak IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah), gambar situasi rincik tanah wajib bayar IPEDA.
Namun setelah dilakukan kroscek kembali pihak Pelindo, dari seluruh berkas yang digunakan kedua tersangka terdapat dua berkas yang isinya terdapat dua keterangan yang berbeda. Kemudian, diduga merupakan surat palsu yakni surat riwayat tanah wajib bayar pajak IPEDA.
Dalam surat riwayat tanah wajib bayar pajak IPEDA tersebut menyatakan bahwa Almarhum Ince Muh Saleh meninggal sekitar tahun 1980an tapi kenyataannya ada surat keterangan lain menyebut almarhumah Ince Kumala bin Ince Muh Saleh meninggal tahun 2000. Beberapa surat yang diajukan kedua tersangka awalnya akan dijadikan dasar mengaku sebagai ahli waris untuk menggugat lokasi pembebasan PT Pelindo seluas 60.669 meter persegi.
Dari kejadian tersebut, PT Pelindo merasa dirugikan karena lokasi itu memiliki surat-surat kepemilikan sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) yang diberikan kepada Pelindo sebagai pengelola lahan dengan nomor sertifikat HPL No. 1/Ujung tanah tahun 1993. Kedua tersangka akhirnya dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHPidana dengan ancaman pidana 6 tahun penjara, namun belakangan keduanya tidak menjalani hukuman.
Sementara itu, dalam konfrensi pers di Polda, Selasa 22 November, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Sulsel, Kombes Pol Erwin Zadma mengatakan, berkas perkara kasus Pelindo sudah dilimpahkan ke Kejaksaan sebanyak tiga kali, namun ditolak dengan alasan alat bukti tidak lengkap.
“Alat bukti berupa rincik asli tidak diikut sertakan, Erwin mengaku, rincik tersebut hilang ditangan salah satu anggota Polri bernama Ambo Tuo, yang meninggal dunia. Jadi ini dihentikan di Zaman lalu, dan di hadiri pihak PT Pelindo IV,” jelas Kombes Pol Erwin Zadma. (Aks/Ald)