Razia Miras Jelang Ramadan, Kebijakan Setengah Hati

Razia Miras Jelang Ramadan, Kebijakan Setengah Hati
Hamsina Halik (Pegiat Literasi)

OPINI—Ramadan sebentar lagi. Tinggal menghitung hari. Segala persiapan menyambut bulan mulia ini sudah mulai nampak. Semata agar kekhusyukan dalam beribadah di bulan Ramadan tak terganggu. Termasuk mengambil tindakan terkait peredaran miras, tujuannya agar tercipta situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif.

Razia miras dilakukan di berbagai daerah menjelang Ramadan ini, namun sangat disayangkan razia ini hanya menjaring miras-miras ilegal saja. Sementara keberadaan pabrik miras dan penjualnnya yang memegang izin, dibolehkan di negeri ini.

Dilansir dari antaranews.com (19/2/2023), Polresta Kendari menyita sebanyak 95 liter miras tradisional di tiga TKP saat patroli gabungan di wilayah hukum setempat. Selain miras tradisional, turut disita pula miras tak berizin sebanyak 30 botol.

Sementara itu dikutip dari Detiknews.com (22/2/2023), Polisi menggelar razia ke sembilan tempat hiburan malam (THM) di Kota Bogor. Sebanyak 298 botol miras ilegal yang rata-rata memiliki kadar alkohol di atas 5-40 persen disita, karena termasuk minuman golongan B dan C yang dilarang beredar di Bogor.

Sepintas nampak bahwa upaya ini sangat bagus karena punya tujuan agar umat muslim jauh dari maksiat di bulan Ramadan. Tapi, sungguh sangat disayangkan karena kebijakan ini hanya sebagai alat peredam keresahan masyarakat atas mudharat yang ditimbulkan dari miras ini.

Di bulan Ramadan mungkin masyarakat bisa sedikit tenang, tapi bagaimana dengan sebelas bulan setelahnya? Haruskah masyarakat kembali dihadapkan pada fakta kemkasiatan dan mudharat akibat dari miras ini?

Berita Lainnya
Lihat Juga:  Bansos dan Kartu Prakerja Salah Sasaran, Negara Rugi Triliunan

 

Dilindungi Undang-undang

Maraknya kejahatan akibat miras tak terelakkan dan terus-menerus memakan korban. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan aparat keamanan untuk memberants miras. Diantaranya menerbitkan Permendag Nomor 97 tahun 2020 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan bahan baku minuman beralkohol hingga peraturan presiden (perpres) nomor 49 tahun 2021.

Razai miras yag dilakukan oleh aparat keamanan setiap menjelang bulan Ramadan dianggap sebagai salah satu upaya memberantas miras. Namun, hal ini semakin jelas menguatkan dan membuktikan bahwa sesungguhnya sekulerisme di negeri ini, hanya akan menertibkan miras tersebut disaat menjelang Ramadan saja.

Di luar itu, kembali bebas mengedarkan miras. Bahkan, tak menuntut kemungkinan di bulan Ramadan pun bisa jadi ada menjual secara tersembunyi. Bisa dikatakan kebijakan ini hanyalah kebijakan setengah hati.

Dalam undang-undang yang mengatur tentang miras juga menunjukkan kebolehan menjual miras di tempat tertentu sesuai aturan UU.

Miras akan terus diizinkan beredar dalam sistem kapitalisme sekuler ini, meski dengan embel-embel dibatasi dan diawasi. Sebab, dalam kapitalisme dengan sekulerisme sebagai asasnya, agama hanya ada dalam ranah individu, sebatas ibadah ritual semata.

Sementara dalam kehidupan sehari-hari agama dicampakkan. Alhasil, pembuatan aturan diserahkan kepada akal manusia yang notabene terbatas dan lemah.

Berita terkait