Advertisement - Scroll ke atas
  • Media Sulsel
  • Universitas Dipa Makassar
Opini

Toleransi, Moderasi, dan Visi Generasi

466
×

Toleransi, Moderasi, dan Visi Generasi

Sebarkan artikel ini
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Generasi)
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Generasi)
  • Pascasarjana Undipa Makassar
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar

OPINI—Kemenag melantik pengurus Pemuda Lintas Agama (PELITA), pada Sabtu 24 Agustus 2024. Bertempat di Aula Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). PELITA adalah sebuah organisasi semi otonom yang bertujuan untuk men-support program kerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di kalangan anak muda. (sulsel.kemenag.go.id, 24-08-2024)

Lebih lanjut, Kakanwil Sulsel, H. Muh Tonang menekankan urgennya peran pemuda dalam menjaga kerukunan dan membangun toleransi antar umat beragama di Sulsel. Selanjutnya beliau mengapresiasi semangat keberagaman yang tampak nyata dalam acara tersebut, yakni salam yang diucapkan dengan beragam cara. Bukan sekadar salam formalitas, tetapi wujud nyata dari toleransi, rasa hormat, dan kebahagiaan yang harus terus dijaga bersama.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Di tempat yang berbeda, berlangsung pula agenda yang senafas. Kolaborasi Kementerian Agama, Pemda, dan FKUB Sidrap mengadakan Kemah Kerukunan Lintas Agama. Hal ini bertujuan dalam mewujudkan toleransi, kedamaian, dan harmonisasi. Acara berlangsung di Taman Wisata Puncak yang berlokasi di Desa Bila, Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap, 24-25 Agustus 2024. (kabarmakassar.com, 26-08-2024)

Makna Toleransi

Toleransi menjadi topik yang tidak pernah pudar dibincangkan di negeri ini. Bahkan penguasa menjadikan agenda ini sebagai agenda prioritas di Kementrian Agama, yakni dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Pun di seluruh kementrian dilibatkan untuk pengarusutamaan Moderasi Beragama (MB) dalam beraneka model program. Terlebih Sulsel sebagai salah satu provinsi pilot project Program MB.

Patut menjadi renungan bersama bahwa beragam kerusakan di negeri ini bukan berasal dari sikap toleransi yang tidak benar atau intoleransi. Apalagi sampai menuduh agama sebagai biang kerusakan atau kerusuhan yang terjadi selama ini. Namun, karena negeri ini jauh dari aturan agama sehingga menimbulkan banyak potensi terjadinya penyimpangan. Inilah buah dari ditinggalkannya aturan Sang Pencipta dalam mengatur seluruh kehidupan.

Oleh karena itu, penting memaknai toleransi yang sebenarnya. Tersebab dalam sistem hari ini, makna toleransi bisa ditarik ulur sesuai kepentingan. Jika mengutip arti toleransi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi terbaru bahwa toleransi berarti bersikap menenggang, membiarkan atau membolehkan pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Makna lainnya adalah sifat atau sikap toleran. Ini adalah pemaknaan yang lazim dipahami, tetapi realitasnya jauh berbeda.

Dari makna di atas, implementasinya tidak sesederhana pengertiannya. Bahkan dunia pendidikan pun dinilai telah disusupi sikap intoleransi, radikal dan semisalnya. Hal tersebut tercermin dari pernyataan Menteri Pendidikan yang menyebut ada tiga dosa besar dunia pendidikan saat ini yaitu kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi.

Toleransi Kebablasan

Toleransi yang dimaknai oleh banyak orang sebagai sikap menghargai keberagaman, nyatanya dialihkan dalam konteks yang berbeda. Padahal, keberagaman atau plural adalah sebuah keniscayaan. Namun, penting memahami bahwa pluralisme atau paham atas keberagaman adalah sesuatu yang berbeda. Terutama terkait keyakinan atau agama, sebab ada hal mendasar dari sebuah agama yakni asas atau akidah agama itu sendiri.

Fakta yang terindera dan cukup populer adalah ungkapan nitizen “mayoritas berasa minoritas” seakan benar adanya. Di mana dunia digital saat ini menyorot berbagai sisi kehidupan, baik yang terang maupun yang gelap. Pengguna media sosial (medsos) yang didominasi generasi zilenial dan milenial menjadi objek tsunami informasi tanpa filter. Jadilah generasi saat ini latah dengan apa saja yang menjadi tren di berbagai platform medsos. Termasuk makna toleransi dalam implementasinya di kehidupan maya maupun kehidupan nyata .

Kondisi ini menjadikan generasi kehilangan identitas diri sehingga terjadi pengaburan visi hidupnya. Terutama sebagai seorang muslim, di mana konsep toleransi dalam Islam sudah sangat jelas. Ada ranah yang bisa ditoleransi, ada pula yang secara asasi sama sekali tidak ditoleransi. Inilah pentingnya edukasi yang benar kepada generasi muda, agar terlihat benang merah antara yang boleh dengan yang tidak boleh.

Jika dianalisis beragam program pemerintah terkait konsep toleransi dalam bingkai MB, akan ditemui beberapa hal yang perlu dievaluasi. Pertama, asas yang mendasarinya berbasis sekulerisme. Sebuah paham yang menegasikan peran Sang Pencipta dalam mengatur kehidupan. Aturan agama hanya diambil jika terkait ibadah mahda semata; seperti salat, puasa, haji, dan zakat. Selanjutnya aturan untuk urusan lainnya semisal pendidikan, kesehatan, politik, berdasar aturan buatan manusia melalui perundang-undangan dan semisalnya.

Kedua, rakyat bersikap apolitis dan pragmatis. Kondisi ini tercipta akibat kehidupan yang makin sulit dan semrawut, membuat sebagian besar rakyat bersikap pragmatis. Mereka hanya disibukkan dengan urusan pribadi masing-masing. Plus terjebak dalam politik praktis ala sistem demokrasi. Di mana sistem ini lahir dari rahim yang rusak, karena menjadikan kedaulatan di tangan rakyat atau manusia. Padahal, kedaulatan itu di tangan As-Syari’, Allah Swt. sebagai pencipta manusia.

Fakta lainnya adalah segala bentuk keputusan politik yang menyengsarakan rakyat, tidak membuat rakyat jera untuk tetap menggunakan sistem rusak tadi. Hal ini disebabkan rakyat bersikap apolitis. Menganggap politik hanya urusan seputar duduk di parlemen sebagai wakil rakyat dan seputar pemerintahan. Hal ini juga tak terlepas dari definisi politik ala sistem kapitalisme yang lahir dari kongkalikong penguasa dan pengusaha.

Ketiga, mengadang sistem Islam politik. Tak dimungkiri program MB adalah sebuah program yang digelontorkan Barat untuk mengadang gelombang kesadaran umat akan Islam politik. Sebuah paradigma yang lahir dari kesadaran akan rusaknya tatanan kehidupan di bawah naungan sistem kapitalisme. Saat yang sama, kesadaran akan aturan penerapan sistem Islam kaffah sebagai sebuah kewajiban terus bergelora. Inilah konsekuensi keimanan seorang muslim.

Keempat, pengaburan visi generasi. Massifnya MB dalam beraneka program dan menyasar generasi muda, berakibat pada makin jauhnya generasi pada visi hidupnya. Padahal, generasi muda adalah pelanjut estafet peradaban. Kegemilangan peradaban ada di pundaknya sehingga penyadaran akan hakikat penciptaannya mutlak diperlukan. Hal ini sejalan dengan pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh setiap muslim yakni dari mana berasal, untuk apa hidup di dunia, dan ke mana setelah kehidupan ini?

Pertanyaan yang terlihat simpel, tetapi jika dijawab dengan dasar akidah yang keliru akan menjadikan setiap individu menemui kesesatan dalam hidupnya. Artinya, tidak sesuai arah hidup yang dituntunkan oleh syariat dan pasti menuai petaka, yakni dalam bentuk berbagai macam kerusakan. Lalu, bagaimana konsep toleransi yang dapat menjamin kesejahteraan setiap individu?

Toleransi dalam Pandangan Islam

Konsep toleransi atau tasamuh dalam pandangan Islam mengandung konsep rahmatan lil alamin. Hal ini dibuktikan sepanjang sejarah ketika sistem Islam diterapkan oleh sebuah negara dalam semua lini kehidupan. Misal di Andalusia (sekarang Spanyol). Kala itu berdampingan secara harmonis tiga agama, yakni Islam, Yahudi, dan Nasrani. Masing-masing agama menjalankan aturan agamanya dengan tenang, tanpa gangguan. Inilah gambaran toleransi yang sesungguhnya.

Pemandangan yang sangat berbeda di sistem kapitalisme hari ini. Toleransi diasumsikan berpartisipasi dalam perayaan agama lain. Ikut ambil bagian dan bersama-sama dalam satu perayaan sakral atau ibadah agama lain. Padahal, Allah Swt. telah sangat jelas menggariskan makna toleransi dalam QS. Al-Kafirun ayat 6, yang artinya: “Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”

Demikianlah sekelumit gambaran sistem Islam yang diterapkan oleh negara. Sistem yang mampu membuat setiap individu nyaman beribadah sesuai keyakinan masing-masing, tanpa harus latah ikut ritual agama orang lain. Inilah makna toleransi sesuai dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. Bukan sesuai akal manusia yang penuh kelemahan dan keterbatasan. Dengan inilah visi generasi dapat mewujud, insyaallah!

Wallahua’lam bis Showab.

 

Penulis: Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Generasi)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!