Advertisement - Scroll ke atas
Sulsel

Nelayan Terancam Tak Melaut, Pemprov Sulsel Minta Relaksasi VMS Diperpanjang

1058
×

Nelayan Terancam Tak Melaut, Pemprov Sulsel Minta Relaksasi VMS Diperpanjang

Sebarkan artikel ini
Nelayan Terancam Tak Melaut, Pemprov Sulsel Minta Relaksasi VMS Diperpanjang
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Pemprov Sulsel saat ini tengah mengupayakan perpanjangan masa relaksasi aturan tersebut ke pemerintah pusat. Langkah ini diambil sebagai respons atas aspirasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulsel yang sebelumnya menggelar audiensi dengan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, pada 10 April lalu.

MAKASSAR—Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) bergerak cepat menanggapi kekhawatiran nelayan terkait kewajiban pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) yang mulai diberlakukan per 1 April 2025 oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Pemprov Sulsel saat ini tengah mengupayakan perpanjangan masa relaksasi aturan tersebut ke pemerintah pusat. Langkah ini diambil sebagai respons atas aspirasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulsel yang sebelumnya menggelar audiensi dengan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, pada 10 April lalu.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

“Hal ini sudah kami tindak lanjuti sejak Jumat. Hari ini kita lanjutkan dengan rapat koordinasi virtual bersama Kementerian,” kata Kepala DKP Sulsel, Muhammad Ilyas, Senin (14/4).

Kebijakan KKP tersebut mewajibkan kapal yang telah bermigrasi ke perizinan pusat menggunakan VMS sebagai syarat penerbitan Surat Laik Operasi (SLO). Aturan ini berlaku bagi kapal dengan kapasitas 32 Gross Tonnage (GT) ke atas, serta kapal 5–30 GT yang beroperasi lebih dari 12 mil dari garis pantai.

“Tanpa SLO dan SPB (Surat Perintah Berlayar), kapal tidak bisa melaut. Ini akan berdampak ke nelayan dan rantai pasok perikanan. Kita punya 382 kapal yang tercatat by name by address. Kalau semua berhenti, bisa ganggu produksi, bahkan inflasi,” ujar Ilyas.

Relaksasi aturan sebelumnya telah berakhir pada 31 Maret 2025. Tanpa perpanjangan, kapal-kapal yang belum memasang VMS terancam tak bisa beroperasi. Ini menjadi kekhawatiran utama HNSI Sulsel, mengingat alat VMS belum dimiliki sebagian besar nelayan kecil.

“Kalau tidak ada itu (VMS), artinya kan ilegal. Teman-teman tidak bisa melaut, dan bisa disanksi,” ucap Ketua DPD HNSI Sulsel, Chairil Anwar.

Ia mengapresiasi respons cepat Pemprov Sulsel yang langsung mengambil langkah untuk mengajukan perpanjangan relaksasi. “Saya sudah lihat suratnya. Ini langkah positif,” tambahnya.

Sebagai solusi jangka panjang, Pemprov Sulsel juga berencana mengalokasikan anggaran subsidi untuk pengadaan VMS lewat APBD Perubahan 2025, khususnya bagi kapal di bawah 30 GT yang telah bermigrasi ke perizinan pusat.

“Solusinya, kita bantu kapal kecil agar tetap bisa melaut. Jangan sampai mereka berhenti mencari ikan karena tidak sanggup beli alat. Ini menyangkut ekonomi masyarakat,” jelas Ilyas.

VMS sendiri merupakan teknologi pemantauan berbasis satelit yang merekam pergerakan kapal secara real-time. Sistem ini menjadi bagian penting dari kebijakan penangkapan ikan terukur, yang bertujuan mengurangi penangkapan ilegal dan menjaga keberlanjutan sumber daya laut.

Namun, kesiapan di lapangan masih jadi tantangan. Biaya pengadaan alat dan infrastruktur pendukung masih belum sepenuhnya terjangkau oleh nelayan kecil, yang selama ini menjadi tulang punggung sektor perikanan daerah. (*/4dv)

error: Content is protected !!