BANYUWANGI—Kabupaten Banyuwangi melalui sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian akan mengembangkan beras asal Jepang yang memiliki rasa enak namun kadar gulanya rendah. Sehingga bisa dikonsumsi secara aman dan baik bagi kesehatan tubuh, yang bernama beras Japonica Koshihikari.
Pemilihan Banyuwangi sebagai lahan pengembangan beras ini, menurut Direktur Utama PT. Amerta Tani Maju (ATM), Thiono, selaku perusahaan yang melakukan pengembangan, karena Banyuwangi memiliki lahan yang subur dan juga dikenal sebagai lumbung beras nasional.
“Kami bergerak di pertanian padi jenis Japonica Koshihikari. Kami ingin mengembangkan di Banyuwangi, Jawa Timur,” jelas Thiono, Rabu, (15/6/2022).
Saat ini, menurutnya, pihaknya sedang melakukan penjajakan untuk melakukan pengembangan beras Koshihikari ini di Banyuwangi. Untuk itu pihaknya akan berkomunikasi dengan Pemkab Banyuwangi hingga pemerintah Desa.
“Kami ingin kolaborasi dengan Kades, Pemkab untuk menciptakan lahan prospek untuk penanaman berikutnya,” tambah Thiono.
Sebelumnya beras Koshihikari ini telah ditanam di sejumlah daerah di Jawa Timur, diantaranya, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Sidoarjo, Madiun, Kediri, Trenggalek, dan Jember.
Tahap awal PT. ATM berencana akan membuat demplot di Banyuwangi sekitar 5-10 hektar, sambil melihat perkembangan, jika hasilnya baik, maka akan dikembangkan lebih luas lagi.
“Nanti kita lihat perkembangan ke depan, kalau memang bagus kita ambil sebanyak mungkin. Karena saya lihat potensi alam Banyuwangi bagus sekali. Air cukup, karena japonica memang butuh air yang cukup,” ujar Direktur Teknik PT. ATM, Djoko Ardhityawan.
Joko menjelaskan, beras Koshihikari ini biasa digunakan di restoran besar karena rasanya enak dan pulen. Yang paling penting menurutnya beras ini sehat karena kadar gula rendah sekali.
“Saat ini umumnya beras memiliki rasa yang enak tapi kadar gula tinggi. Ada juga yang kadar gulanya rendah tapi tidak enak. Ini kedua-duanya, sudah enak tapi kadar gula rendah,” tegasnya.
Lebih lanjut Joko menjelaskan, beras Koshihikari ini masuk Indonesia sejak 2014. Tapi tidak banyak dikembangkan karena kesulitan pada proses dari gabah menjadi berasnya. Menurutnya, tidak semua penggilingan mampu memproses karena memang harus mengubah sistem di penggilingan.
Dalam pengembangannya nanti, menurut Joko pihaknya akan menerapkan sistem kemitraan, dimana PT. ATM akan menyediakan benih dan talangan pupuk, baru setelah panen dan sudah menjadi gabah kering, PT. ATM akan membelinya dengan harga di atas rata-rata, baru dikurangi nilai benih dan pupuk.

Satu hektar, menurutnya berpotensi menghasilkan 6-10 ton gabah. Kalau di Jepang hanya 4-5 ton per hektar. Ini karena lahan di indonesia sangat subur. Padinya juga tahan wereng. Sehingga hasil panen bisa maksimal.
“Pengalaman di daerah yang sudah ditanam, petani sangat antusias. Karena mereka panen bisa mendapatkan keuntungan lebih besar mereka akan senang,” pungkasnya. (*)
















