OPINI—Literasi, lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis, adalah keterampilan krusial dalam memahami, menganalisis, dan memanfaatkan informasi. Definisi ini terus berkembang seiring perubahan zaman. Kini, literasi mencakup banyak aspek seperti literasi digital, informasi, budaya, dan finansial. Semua itu mencerminkan cara kita beradaptasi dan menghadapi tantangan modern.
Di era globalisasi, literasi adalah kunci untuk mengembangkan pengetahuan, melatih kemampuan berpikir kritis, serta mendorong kreativitas. Literasi bukan hanya soal membuka peluang karier yang lebih luas, melainkan juga menjadi pondasi bagi manajemen keuangan yang bijaksana dan kehidupan sosial yang inklusif.
Dengan kemampuan literasi yang baik, individu dapat berpartisipasi aktif dalam mengambil keputusan yang berdampak pada dirinya maupun masyarakat luas.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tantangan literasi di Indonesia masih sangat besar. Minimnya kemampuan literasi menjadi salah satu hambatan utama dalam mewujudkan masyarakat yang kritis, inovatif, dan produktif.
Minimnya Literasi: Tantangan Besar di Era Digital
Kemajuan teknologi memungkinkan penyebaran informasi dengan sangat cepat. Sayangnya, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menyaring dan menganalisis kebenaran informasi tersebut.
Fenomena hoaks yang marak selama pandemi Covid-19 adalah contoh nyata rendahnya literasi informasi. Banyak orang yang termakan informasi keliru, seperti mitos tentang vaksinasi, sehingga memengaruhi keputusan yang berdampak luas.
Tidak hanya itu, rendahnya literasi digital juga menjadi tantangan serius. Banyak masyarakat yang menggunakan teknologi tanpa memahami cara melindungi diri mereka dari ancaman dunia maya.
Contoh kasus seperti penipuan online atau pencurian data pribadi sering kali terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang keamanan digital. Padahal, literasi digital adalah salah satu keterampilan dasar yang sangat dibutuhkan di era modern.
Di sisi lain, literasi finansial juga masih menjadi pekerjaan rumah besar. Minimnya pengetahuan tentang pengelolaan keuangan membuat masyarakat rentan terhadap praktik investasi bodong atau kesalahan pengelolaan keuangan yang menghambat kesejahteraan individu dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Akar Masalah dan Solusinya
Rendahnya literasi tidak lepas dari faktor pendidikan yang belum merata. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini menunjukkan perlunya reformasi mendalam pada sistem pendidikan.
Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan meliputi:
1. Peningkatan Kurikulum Pendidikan: Literasi harus menjadi bagian integral dalam pembelajaran formal, mencakup literasi digital, informasi, hingga finansial.
2. Pendidikan Berbasis Masyarakat: Program literasi untuk orang dewasa perlu diperluas, terutama di daerah terpencil yang minim akses pendidikan.
3. Penyediaan Sumber Belajar: Buku-buku bacaan dan materi digital harus mudah diakses untuk mendorong minat membaca dan belajar.
Selain pendidikan, peran pemerintah dan sektor swasta juga sangat penting. Infrastruktur teknologi harus ditingkatkan, terutama di daerah-daerah terpencil. Pelatihan berkala tentang penggunaan teknologi secara aman dan efektif juga harus menjadi agenda prioritas.
Masyarakat yang Berperan Aktif
Selain dukungan dari pemerintah dan lembaga pendidikan, masyarakat sendiri harus memiliki kesadaran untuk terus belajar. Di era internet, banyak sumber daya pendidikan gratis yang dapat diakses kapan saja, seperti kursus daring dan video edukasi. Dengan memanfaatkan sumber ini, siapa pun dapat meningkatkan literasinya, bahkan tanpa keterlibatan pendidikan formal.
Kemampuan literasi yang baik tidak hanya meningkatkan kualitas individu, tetapi juga membantu membangun masyarakat yang kritis, inklusif, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Literasi adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah.
Langkah Bersama untuk Masa Depan Lebih Baik
Mengatasi masalah literasi membutuhkan kerja sama semua pihak: pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Dengan pendekatan yang holistik, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan literasi di semua aspek kehidupan.
Langkah-langkah kecil yang konsisten—seperti memperbaiki sistem pendidikan, meningkatkan akses teknologi, dan membangun budaya belajar sepanjang hayat—akan membawa kita pada perubahan besar di masa depan. Literasi bukan hanya soal kemampuan membaca atau menulis, tetapi soal membangun masa depan yang lebih kritis, kreatif, dan inklusif.
Mari jadikan literasi sebagai budaya yang tak lekang oleh waktu. (*)
Penulis: Risma Widiasih (Mahasiswi Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.








