OPINI—Belum usai varian Delta, kini dihebohkan dengan kabar bahwa virus Corona varian Omicron telah masuk Asia. Sehingga membuat RI keringat dingin. Potensi penularannya pun terindikasi jauh lebih besar dan sangat berbahaya.
Seperti dikutip dari CNBC Indonesia (28/11), WHO telah menetapkan Omicron sebagai Varian of Concern atau VoC. Varian B.1.1.529 disebut memiliki banyak strain atau mutasi, bahkan melebih varian lain yakni Alpha, Beta, dan Delta.
Menurut ilmuwan genom Afrika Selatan, varian Omicron punya mutasi yang sangat banyak. Lebih dari 30 protein lonjakan kunci, yaitu struktur yang digunakan virus untuk masuk ke dalam sel yang diserang.
Spesimen kasus varian pertama Afrika Selatan dikumpulkan WHO pada 9 November 2021. Jumlah kasus juga meningkat hampir di setiap provinsi negara itu. Afrika Selatan ternyata juga memiliki tingkat vaksinasi orang dewasa yang rendah. Jumlahnya kurang dari 36% membuat negara itu rentan terpapar varian baru dari virus corona.
Namun, sampai saat ini belum di temukan juga kasus bervarian Omicron menurut juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito Saat melakukan konferensi pers daring di Jakarta
Juga berharap, sejumlah langkah antisipasi yang telah dilakukan secara dini oleh pemerintah dapat membendung importasi varian omicron. Wiku menyebut, pemerintah juga berkomitmen akan mengoptimalisasi kapasitas testing, khususnya alat testing yang memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi berbagai varian Covid-19. (republika.co.id, 09/12/21).
Sebelumnya, juru bicara vaksinasi Covid-19, Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi mengonfirmasi laporan temuan kasus omicron (B.1.1.529) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, adalah tidak benar. “Tidak benar ini (temuan omicron di Kabupaten Bekasi). Belum ada kasus omicron (di Indonesia) sampai saat ini.
Munculnya varian baru yang mengerikan ini merupakan faktor pemicu utama terjadinya gelombang Covid-19 yang datang susul-menyusul. SARS-CoV-2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2) adalah virus RNA rantai tunggal yang rentan terhadap akumulasi mutasi. Ketersediaan waktu adalah faktor yang sangat berpengaruh bagi keberlangsungan mutasi, sebab semua virus akan bermutasi seiring berjalannya waktu.
Bagitupun dengan mobilitas manusia, ia faktor krusial yang mempercepat mutasi patogen, baik sebagai host (inang) maupun karena sifat siklus penularan SARS-CoV-2 yang langsung antarmanusia. Yang berarti ketersediaan waktu dan mobilitas manusia merupakan dua faktor penting penyebab kemunculan berbagai varian VOC (Variant of Concern) khususnya Delta dan Omicron. Sehingga ada pernyataan, “makin lama waktu yang dibutuhkan untuk membendung penularan virus, makin banyak waktu yang dimiliki varian ini muncul dan menyebar.” Artinya, kemunculan varian baru bukan lagi fenomena alami virus.
Berkaca dari keberadaan gelombang Covid-19 yang menghempas ke berbagai penjuru dunia. Bukan soal teknis kesehatan yang butuh penyelesaian saintifik semata, akan tetapi terkait erat dengan aspek nonkesehatan dan cara pandang tentang kehidupan, yaitu cacat bawaan kepemimpinan politik sekuler saat ini. Bahkan, melebihi persoalan teknis medis dan kesehatan.
Bisa dilihat dari pernyataan direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam KTT G20 di Roma akhir Oktober lalu. WHO menegaskan, “Vaksin akan membantu mengakhiri pandemi, tetapi vaksin utama melawan pandemi dan semua ancaman kesehatan adalah kepemimpinan. Meskipun dunia kesehatan bersuara dengan lantang, ”Pembasmian Covid-19 secara global di mana saja sangat diinginkan. Namun, ini menantang karena membutuhkan kepemimpinan dan koordinasi yang mendunia.”
Makin beragamnya muncul varian Covid-19 dan makin sulitnya untuk di kendalikan agar tidak membunuh banyak nyawa. Ini menandakan bahwa rezim global WHO (negara besar) telah gagal menghentikan potensi penularan. Karena semua kebijakan yang diambil tidak tuntas dari akar-akarnya. Melainkan penanganannya berlarut-larut sebab pertimbangan memenangkan faktor sektor ekonomi, sehingga banyak masalah baru yang muncul.
Walhasil, kepentingan bisnis dan ekonomi berada di atas urusan kesehatan dan keselamatan jiwa umat manusia. Bahkan, pandemi pun terpelihara dan menjadi objek bisnis. Wabah yang seharusnya bisa segera teratasi, berubah menjadi pandemi yang berkepanjangan pemicu kemunculan varian baru berbahaya berikut gelombang pandemi Covid-19 yang tidak berkesudahan. Dan ratusan juta nyawa pun melayang dengan sia-sia.
Memang dalam sistem kapitalisme saat ini akan sulit ditemui pemimpin yang benar-benar amanah mengurusi rakyatnya, karena hanya mementingkan kemaslahatan para pemilik modal. Satu-satunya pemimpin yang amanah dalam mengurusi rakyatnya hanyalah pemimpin yang terbentuk dari sistem Islam.
Jauh berbeda dengan Islam, diantara yang terpenting dari konsep penanganannya adalah tujuan, yakni eradikasi pandemi. Sebab pandemi Covid-19 identik dengan bahaya bagi kehidupan umat manusia. Sedangkan Islam mengharamkan sesuatu yang berbahaya.
Sebagaimana Rasulullah SAW menegaskan, “Tidak boleh memudaratkan diri sendiri dan orang lain di dalam Islam.” (HR Ath-Thabrani).
Munculnya varian baru corona ini, jika penanganannya masih sama dengan sebelumnya, maka tentu akan timbul tanya akankah pandemi ini berakhir? Seharusnya sedari awal penguasa serius mengambil kebijakan lockdown. Memisahkan yang sehat dengan yang sakit. Mengisolasi warga yang terpapar virus, merawat yang sakit, dan mencegah mobilitas keluar masuk bagi daerah yang rawan wabah.
Seperti yang pernah di sampaikan oleh Rasulullah saw ketika terjadi wabah pes, lepra, dan penyakit menular lainnya, “Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kelian meninggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka sepatutnya ini pula yang harus dijadikan contoh oleh para penguasa di penjuru dunia. Tidak boleh mengambil solusi lain yang justru hanya menguntungkan segelintir pemilik modal dan menjadikan ladang bisnis yang ujung-ujungnya rakyat lagi yang jadi korban. Sudah sepatutnyalah sebagai seorang muslim kembali berhukum pada aturan-Nya. Sebab, aturan-Nya pastilah mendatangkan kebaikan dan keberkahan.
Wallahu a’lam
Penulis: Nurmaningsih (Pegiat Literasi)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
















