OPINI—Kejadian yang memilukan kembali terjadi, pada Minggu (16/11/2025) sore, saat seorang warga Kampung Hobong, Sentani, Jayapura, bernama Irene Sokoy, dibawa keluarganya ke RSUD Yowari untuk melahirkan.
Ibu Irene dari kampungnya dibawa menggunakan speedboat menuju daratan dan melanjutkan perjalanan darat ke rumah sakit di Jayapura tanpa mendapat penanganan medis yang memadai.
Jarak antara Kampung Kensio dan RSUD Yowari sekitar 30 kilometer dengan estimasi waktu tempuh 40-50 menit. Pasien bersama keluarga harus bertaruh medan dengan jarak yang jauh demi untuk mendapatkan pelayanan dari tim medis.
Sempat ditolak empat Rumah Sakit di Jayapura tanpa penanganan akhirnya sang ibu meninggal dunia bersama bayi di dalam kandungannya.
Birokrasi yang Menyulitkan Rakyat
RS Yowari yang menjadi tempat rujukan pertama yang didatangi pasien terkendala dengan kekosongan dokter untuk tindakan operasi.
Pihak RS Dian Harapan mengaku sudah menyampaikan kondisi layanan dan ketersediaan dokter dan ruang perawatan kepada petugas RSUD Yowari sebelum pasien dibawa.
Namun, saat pemberitahuan ini disampaikan, petugas RSUD Yowari sudah dalam perjalanan membawa pasien ke RS Dian Harapan. Pihak manajemen RS Dian Harapan menegaskan bahwa seluruh prosedur sudah dijalankan sesuai standar dan tidak ada unsur penolakan pasien.
Sementara Direktur RS Bhayangkara, Rommy Sebastian, mengatakan, pihaknya tak pernah menolak pasien rujukan. Hanya saja, pihak RSUD Yowari tak melalui prosedur rujukan yakni mengisi Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE)—sebuah sistem informasi berbasis internet yang digunakan untuk mempermudah dan mempercepat proses rujukan pasien antar fasilitas kesehatan. (BBC news Indonesia)
Ibu hamil yang akan melahirkan harusnya segera mendapatkan penanganan yang sigap dan tepat. Sayangnya karena sistem rujukan cenderung menyulitkan akhirnya menyebabkan pasien tidak mendapatkan pertolongan dan meninggal dunia.
Sangat disayangkan bila semua pihak Rumah Sakit yang sempat memiliki peran terhadap pasien harus terikat dengan sistem Rumah Sakit tanpa mengedepankan nilai kemanusiaan. Bahkan keluarga pasien pun sempat dimintai biaya karena ketidak sediaan kelas BPJS pasien dan menyarankan untuk mengambil kelas VIP yang berbayar untuk ditangani.
Viralnya berita pasien meninggal, ibu Irene, Presiden pun segera menurunkan bawahannya untuk membentuk tim audit guna menyelidiki letak kesalahan layanan kesehatan.
Sistem yang Gagal
Sampai saat ini banyak kejadian di Rumah Sakit yang menolak pasien gawat darurat, berakhir dengan meninggalnya pasien. Kejadian meninggalnya ibu Irene bersama bayi dalam kandungannya kembali menjadi perhatian pemerintah dimana sebelumnya banyak kejadian serupa akibat gagalnya sistem hari ini memberikan layanan kesehatan yang baik.
Sistem kapitalisme telah berhasil merenggut nyawa ibu, bayi maupun pasien lainnya akibat pelayanan yang lebih mengedepankan materi. Sistem yang berbelit pun ikut menjadi faktornya, karena tim medis terikat dengan kebijakan yang membuat mereka serba salah dalam mengambil tindakan. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pun akhirnya tak bermuara karena semua harus sesuai prosedur yang berlaku sehingga kata nurani pun terkikis oleh sistem yang mengikat.
Data keluhan peserta BPJS menunjukkan keluhan terbanyak berkaitan dengan pelayanan kesehatan, administrasi, dan iuran. Pada Januari-Agustus 2025, tercatat 74.964 pengaduan. (Warta ekonomi)
Dari jumlah aduan yang masuk harusnya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam layanan kesehatan. Tidak hanya melihat pada angka ekonomi masyarakat yang memiliki peluang untuk dikapitalisasi.
Karena sejatinya pemerintah bertanggung jawab memberikan layanan kesehatan kepada seluruh masyarakat dengan kualitas terbaik, gratis dan menyeluruh.
Tidaklah bermanfaat jika pemerintah hanya sebatas membahas langkah-langkah teknis, seperti peningkatan pengawasan, pemberian sanksi, atau himbauan serta kecaman bagi oknum yang melakukan pelanggaran. Karena akar masalah sebenarnya ada pada sistem sekuler kapitalis yang menjadikan individu terdzolimi dengan berbagai kebijakan yang jauh dari aturan sang pencipta.
Saat ini negara menggandeng Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai institusi yang dianggap memiliki kemampuan tinggi untuk membiayai pelayanan kesehatan. Dari sini nampak peran negara ternyata hanya menjadi regulator dalam menjalankan kapitalisasinya. Walhasil tidak semua masyarakat bisa mengakses layanan kesehatan kecuali dengan berbayar.
Kapitalisasi kesehatan pun bukan hanya berkisar pada keanggotaan BPJS tapi secara keseluruhan lini kesehatan akhirnya turut dikapitalisasi termasuk dalam industri obat, alat kesehatan, penyedia tenaga kesehatan sampai pada apotek dan rumah sakit.
Kesehatan yang merupakan kebutuhan umum akhirnya menjadi komoditas bisnis yang menguntungkan pihak tertentu saja dan akhirnya menyengsarakan rakyat. Tentu ini sangat berbeda dengan kesehatan bila diurus sesuai dengan sistem Islam.
Islam dan Masyarakat yang Sehat
Dalam Islam kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia dan penguasa memiliki tanggung jawab untuk memenuhinya secara totalitas, gratis tanpa memandang status sosial, muslim ataupun non muslim. Dari tanggung jawab tersebut tentu tugas negara untuk memberikan yang terbaik bukan yang minimalis.
Pembiayaan untuk kesehatan diambil dari pos baitul mal dan dikelola sesuai syari’ah Islam. Secara birokrasi pengurusan urusan umat akan dilakukan secara profesional, memanusiakan manusia, cepat dan mudah. Dalam hal ini, kesehatan, pendidikan dan keamanan menjadapat jaminan dari negara secara cuma-cuma.
Kesehatan menjadi salah satu prioritas utama karena mempengaruhi indeks pembangunan manusia. Semakin sehat masyatakat, semakin mudah mencapai produktivitas dan menambah angka harapan hidup.
Bila penguasa melalaikannya artinya termasuk perbuatan dosa. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw.
“Setiap kalian adalah pemimpin (raa’in) dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabankeuangan atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Tentunya negara yang dimaksud adalah Daulah Islam, sebagaimana yang dicontohkan nabi Saw. Bukan negara demokrasi sekuler.
Wallahua’lambishowab
Penulis:
Yulianti Ummu Fazly
(Aktivis Dakwah, Pemerhati Sosial)
Disclaimer:
Setiap opini, artikel, informasi, maupun berupa teks, gambar, suara, video, dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab masing-masing individu, dan bukan tanggung jawab Mediasulsel.com.









