Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Profesi Penyelia Halal: Antara Tantangan dan Kekurangpopuleran

76
×

Profesi Penyelia Halal: Antara Tantangan dan Kekurangpopuleran

Sebarkan artikel ini
Profesi Penyelia Halal: Antara Tantangan dan Kekurangpopuleran
ILUSTRASI

OPINI—Di tengah kebijakan pemerintah yang mewajibkan sertifikasi halal bagi produk yang beredar di Indonesia, profesi Penyelia Halal hadir sebagai garda utama menjaga kehalalan produk sejak dari penyiapan bahan, proses produksi hingga pemantauan dan evaluasi. Namun, di balik urgensinya yang strategis, profesi ini masih kurang dikenal dan kurang diminati di banyak sektor usaha.

Penyelia Halal adalah tenaga yang ditunjuk pelaku usaha untuk memastikan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) berjalan efektif di internal perusahaan. Posisi ini menjadi salah satu syarat utama dalam rangka pengajuan sertifikat halal sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan diperjelas lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Regulasi tersebut menegaskan bahwa setiap pelaku usaha wajib memiliki Penyelia Halal yang kompeten sebagai bagian dari persyaratan administrasi dan implementasi kehalalan produk.

Kewajiban sertifikasi halal di Indonesia diterapkan secara bertahap berdasarkan jenis produknya. Tahapan pertama telah berlaku mulai 17 Oktober 2019, dan kewajiban sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman beserta bahan baku dan hasil sembelihan harus telah memenuhi sertifikasi paling lambat 17 Oktober 2024.

Batas waktu tersebut juga berlaku untuk banyak produk gunaan—termasuk perlengkapan rumah tangga, alat ibadah, hingga perlengkapan kerja dan peralatan sehari-hari—yang wajib tersertifikasi paling lambat 17 Oktober 2026, sama dengan batas waktu bagi jenis produk seperti obat tradisional dan suplemen kesehatan serta kosmetik berbasis bahan tertentu.

Regulasi terbaru melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2023 tentang Sertifikasi Halal Obat, Produk Biologi, dan Alat Kesehatan memperluas kewajiban ini juga pada obat, produk biologi dan alat kesehatan dengan masa penahapan yang beragam sampai 2039, tergantung jenisnya.

Tantangan penyeliaan halal semakin kompleks. Penyelia Halal tidak hanya memantau alur produksi, tetapi juga harus memahami risiko kontaminasi silang, sistem dokumentasi, serta perubahan regulasi yang cepat. Di banyak UMKM, tugas ini dibuat semakin berat karena Penyelia Halal sering merangkap jabatan lain tanpa pelatihan yang memadai.

Minimnya pemahaman dan apresiasi terhadap peran ini berkontribusi pada kekurangpopuleran profesi Penyelia Halal. Banyak pelaku usaha hanya melihatnya sebagai formalitas dokumen saja, tanpa menyadari bahwa keberlanjutan status halal produk sangat bergantung pada pengawasan internal yang konsisten.

Namun, dengan perluasan kewajiban sertifikasi dan semakin banyaknya batas waktu yang harus dipenuhi pelaku usaha, kebutuhan akan Penyelia Halal yang kompeten diperkirakan akan meningkat. Profesi ini bukan sekadar menjalankan aturan, tetapi menjadi penjaga kepercayaan konsumen dan kunci suksesnya penerapan jaminan produk halal di Indonesia.

Bagi banyak perusahaan, terutama yang masih berkutat di level usaha mikro dan kecil, tantangan ini membuka peluang sekaligus kebutuhan nyata: memperkuat kapasitas internal melalui pelatihan, edukasi regulasi, dan pengakuan formal terhadap peran strategis Penyelia Halal agar fungsi mereka tidak hanya sekadar memenuhi syarat administratif, tetapi benar-benar menjaga integritas produk halal di pasar nasional. (Ag4ys)


Penulis:
Ambang Ardi Yunisworo
(Pemimpin Redaksi Mediasulsel.com)

Disclaimer:
Setiap opini, artikel, informasi, maupun berupa teks, gambar, suara, video, dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab masing-masing individu, dan bukan tanggung jawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!