OPINI—Tahun baru Islam (1 hijriah) kini hadir kembali ditengah kaum muslim. Penggunaan penanggalan hijriyah sebagai momen awal kalender Islam. Ini ditetapkan tahun 622 Masehi (hijrahnya Nabi Muhammad saw.) sebagai tahun pertama kalender hijriyah. Kala itu adalah tahun ke-17 setelah peristiwa hijrah atau 3-4 tahun saat kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab.
Berdasarkan kalender Hijriah Kementerian Agama (Kemenag), tahun baru Islam 1 Muharram 1447 H jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025. Setelah ditetapkan waktunya hal tersebut menjadi naskah khutbah Jum’at 20 Juni 2025 Jelang Tahun Baru Islam 1447 H, yang telah diliput dan dibagikan Liputan6.com.
Dalam naskah khutbah kali ini mengajak umat Islam untuk introspeksi diri di penghujung tahun 1446 Hijriah. Harapannya, di tahun baru nanti umat Islam dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi. (Liputan6.com, Jakarta 20/06/2025)
Momen Muharram yang hadir setahun sekali tidak hanya untuk perenungan spiritual antara hablu minallah atau hablu minanafsihi saja, Namun jauh dari itu kaum muslim harus merenungi dan intropeksi. Apakah dengan momen pergantian tahun ini kondisi umat Rasulullah sudah baik atau sebaliknya?, jika berbicara per individu bisa jadi iya.
Namun bagaimana dengan yang lainnya khususnya kaum muslim di negeri mayoritas, sudahkah mendapat penghidupan yang layak, aman dan sejahtera?. Belum lagi jika memandang lebih jauh menembus batas negeri, sudahkah sejahtera dan aman?
Nasib umat Islam dari waktu ke waktu semakin suram. Di dalam negeri hampir semua aspek kehidupan mengalami problem. Di pemerintahan, Perilaku pejabat yang korup menambah ketidakpercayaaan rakyat terhadap kinerja dan reputasi mereka. Di aspek pendidikan, terjadi penurunan kualitas generasi ditandai dengan meningkatnya kriminalitas pelajar dan mahasiswa, pelecehan seksual, bundir, narkoba, judol, dll.
Kerusakan parah di dunia pendidikan nampak dengan kerusakan pada aspek pergaulan laki-laki dan perempuan yang ditandai perilaku bebas tanpa batas yang menyebabkan tingginya penyakit seksual menular dan HIV AIDS. Bidang ekonomi pun tak kalah memprihatinkan. Program bansos tak mampu menurunkan angka kemiskinan yang disebabkan liberalisasi SDA.
Cengkraman oligarki semakin merajalela sehingga kerusakan alam akibat eksploitasi tambang besar-besaran terjadi di seluruh penjuru Indonesia. Sementara itu genosida Palestina masih terus terjadi di tengah pengkhianatan penguasa negeri muslim. Jumlah korban sudah melebihi angka 50,000 jiwa ditambah kerusakan infrastruktur, sarana pendidikan dan kesehatan bahkan kelaparan massal terus menghantui penduduk Gaza.
Demikianlah predikat umat terbaik telah hilang pada diri umat Islam. Penyebabnya karena umat ini telah jauh dari aturan Allah. Umat Islam hanya menjalankan aturan Islam terbatas pada urusan ibadah ritual saja. Sementara semua urusan kehidupannya diatur oleh sistem sekulerisme yang meniadakan eksistensi Islam.
Allah SWT mengingatkan kondisi umat ini dalam firmanNya:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
“Siapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thoha: 124)
Oleh karena itu umat Islam harus bangkit dan berubah untuk kembali kepada kemuliaannya sebagai umat terbaik. Satu-satunya cara untuk meraih kembali kemuliaan tersebut adalah dengan kembali kepada aturan Allah dan menerapkannya dalam kehidupan secara kaffah. Umat disadarkan akan kebutuhannya pada aturan Allah yang diterapkan oleh negara sebagai institusi yang akan menjadi junnah/perisai bagi umat.
Umat Islam wajib berkaca pada peristiwa hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah yang menjadi patokan dimulainya babak baru perjalanan panjang umat Islam di bawah payung kepemimpinan Islam. Hijrahnya Rasul telah membawa umat Islam di Mekkah yang hidup dalam sistem jahiliyah menuju Madinah dengan menerapkan aturan Islam di bawah kepemimpinan Rasul sebagai kepala negara.
Oleh karena itu, umat harus menjadikan hijrah Rasul sebagai refleksi sekaligus patokan untuk hijrah meninggalkan sistem sekulerisme sebagai penyebab terpuruknya umat menuju sistem Islam yang bercahaya. Dengan sistem Islam, umat Islam akan kembali Bersatu bersatu di bawah naungan Islam, hidup Sejahtera di bawah aturan Allah dan akan menyebarkan syariat Islam melalui dakwah ke seluruh penjuru dunia sehingga Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Semua ini akan terwujud dengan dakwah Islam Kaffah melalui proses penyadaran dan edukasi terus menerus dari jama’ah dakwah yang tulus dan istiqamah berjuang di jalan Allah. Jama’ah dakwah ini senantiasa ada di tengah-tengah umat demi memenuhi seruan Allah sebagai berikut:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imron: 104)
Jama’ah dakwah ini melaksanakan aktivitasnya dengan mengikuti metode dakwah Rasulullah dan tidak pernah menyimpang darinya. Mereka yang bergabung di dalamnya adalah orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat, mendapatkan ridho Allah dan layak mendapatkan surgaNya. (*)
Wallahu a’lam bi ash-shawaab
Penulis: Sriwidarti, S.Pd (Pendidik)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

















