BULUKUMBA—Sanggar seni binaan Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Makassar yaitu Sanggar Seni Potonro dan Sanggar Seni Paropo menampilkan 2 Tarian yang sangat memukau dalam Festival Phinisi di Bulukumba, Jum’at, 27 Oktober kemarin.
Kepala Bidang (Kabid) Penerapan Budaya dan Kesenian Disbud Makassar, Irmayanti, S.Hut, MM, kepada mediasulsel.com, Sabtu (28/10/2023) menjelaskan kedua tarian tersebut yaitu Tari To Pabbiring dan Pepeka Ri Makka.
Lebih lanjut menurut Irma to dalam tari To Pabbiring bermakna orang, sedangkan pabbiring berarti pinggiran laut atau pesisir pantai. Jadi To Pabbiring adalah sebuah tarian yang menggambarkan kehidupan sosial masyarakat yang hidup dipesisir Pantai Bulukumba, yang gemar berlayar dengan memegang teguh falsafah melalui satu prinsip “mali” siparappe, tallang sipahua.
“Sejarah panjang, kebudayaan dan keagamaan yang berkembang dengan baik di Bulukumba telah memberikan nuansa moralitas dalam sistem pemerintahan yang pada tatanan tertentu menjadi etika bagi struktur kehidupan masyarakat melalui satu prinsip “Mali” siparappe, Tallang sipahua,” jelas Irma.
Mali artinya terbawa arus air, siparappe artinya saling menolong agar tidak terbawa arus air, tallang artinya tenggelam, sedangkan sipahua artinya saling menolong saat tenggelam.

Ungkapan yang mencerminkan perpaduan dari dua dialek Bahasa Bugis dan Bahasa Makassar tersebut, merupakan gambaran sikap batin masyarakat Bulukumba untukmengemban amanat persatuan di dalam mewujudkan keselamatan bersama, demi terciptanya tujuan pembangunan lahir dan batin, material dan spiritual, serta dunia dan akhirat.
Lebih lanjut dijelaskannya nuansa moralitas ini pula yang mendasari lahirnya slogan pembangunan ‘Bulukumba Berlayar’.
Konsepsi “Berlayar” sebagai moral pembangunan lahir batin mengandung filosofi yang cukup dalam, serta memiliki kaitan kesejarahan, kebudayaan, dan keagamaan dengan masyarakat Bulukumba.
“Berlayar” adalah singkatan dari Bersih Lingkungan Alam Yang Ramah. Filosofi yang terkandung dalam slogan tersebut dilihat dari tiga sisi pijakan, yakni pijakan sejarah, pijakan kebudayaan, dan pijakan keagamaan.
Sementara untuk Tari Pepeka Ri Makka, dijelaskannya bahwa secara historis tari pepe-pepeka ri makka terkait dengan penyebaran agama Islam sekitar abad ke-17 terutama di Kabupaten Gowa yang merupakan gerbang awal masuknya agama Islam. Tradisi rakyat yang bernafaskan Islam yang dilengkapi dengan properti api. (*/4dv)

















