OPINI—Generasi muda adalah ujung tombak masa depan bangsa. Jika rusak generasi mudanya, maka hancurlah masa depan bangsanya. Beberapa negara seperti Jepang tengah mengalami krisis generasi akibat angka pernikahan yang semakin rendah dan keengganan masyarakatnya memiliki anak.
Sementara bangsa kita justru mengalami bonus demografi meski di beberapa daerah mengalami penurunan tingkat pertumbuhan penduduk.
Namun, meski mendapatkan bonus demografi, generasi kita dihadapkan pada kerusakan akibat narkoba dan seks bebas. Terkhusus di wilayah Sulawesi Selatan. Baru-baru publik dibuat terhenyak saat ditemukan bunker narkoba di sebuah Universitas Negeri di Sulsel.
Tak lama berselang, berita kematian seorang mahasiswi dari sebuah Universitas Negeri ternama akibat menggugurkan kandungan nya juga tak kalah mengagetkan.
Meski berita kedua kurang viral daripada berita pertama karena mungkin sudah banyaknya berita serupa, hal ini sungguh menyedihkan. Mereka bukan dari kalangan generasi muda tak berpendidikan, mereka adalah generasi muda harapan bangsa. Mereka adalah anak-anak muda berpendidikan yang duduk dibangku kuliah sebuah Universitas Negeri.
Sungguh miris dua kejadian yang menimpa mahasiswa di dua Universitas besar di Sulawesi Selatan itu. Padahal kita tahu bahwa masyarakat Sulsel terkenal dengan budaya sirri’ (budaya malu) dan kehidupan mayoritas masyarakat cukup agamis.
Belum lagi jika ditilik dari posisi mereka sebagai mahasiswa di universitas ternama menunjukkan bahwa mereka harusnya adalah generasi muda cerdas dengan masa depan cemerlang.
Wajar jika muncul banyak tanya “ada apa dengan generasi muda kita? Ada apa dengan sistem pendidikan kita? Mengapa semakin banyak kasus generasi muda menjadi korban kerusakan akibat narkoba pun pergaulan bebas?“.
Jika kita menilik lebih mendalam, ada banyak problem yang dihadapi generasi muda, orang tua, pun dunia pendidikan kita hari ini.
Problem paling mendasar adalah merebaknya budaya liberalisme (kebebasan) yang lahir dari rahim kapitalisme sekuler (faham yang mengutamakan materi dalam kehidupan dan pemisahan agama dengan kehidupan).
Budaya liberalisme yang telah merasuk hingga ke dalam rumah kita melalui medsos dan gadget merupakan momok besar bagi generasi muda.
Memang, tidak dipungkiri bahwa kemajuan dalam bidang IT hari ini banyak memberi kemudahan bagi kehidupan kita. Termasuk dalam bidang pendidikan.
Kemudahan untuk mengakses sumber-sumber ilmu, sekaligus kemudahan dalam sarana pembelajaran. Dunia bisnis pun mengalami perubahan sejak medsos dan gadget menjadi kebutuhan masyarakat.
Hanya saja, ditengah euforia kemajuan IT, ada sisi lain yang patut kita cermati. Kemajuan IT tak hanya membawa dampak positif perkembangan dunia pendidikan dan bisnis, tapi juga membawa nilai budaya dan gaya hidup dari luar yang memberi dampak buruk bagi perkembangan mental generasi.
Liberalisme yang mengajarkan kebebasan dalam berbuat, bertingkah laku, berbicara, berpakaian, berkepemilikan, pun kebebasan beragama bahkan kebebasan untuk tidak beragama sekalipun. Semua individu bebas melakukan apapun tanpa harus terikat dengan aturan agamanya.
Semua itu karena anggapan bahwa agama hanya aspek spiritual individual antara manusia dan penciptanya tanpa peran dalam aspek sosial kehidupan. Inilah yang diajarkan sekularisme dan sudah merasuki masyarakat kita.
Setelah memisahkan ajaran agama dari kehidupan, kapitalisme lantas mengajarkan bahwa nilai utama yang harus dicapai manusia dalam kehidupan adalah materi.
Standar kebahagiaan tertinggi adalah memiliki materi sebanyak-banyaknya, dan tanpa sadar masyarakat kita pelan tapi pasti menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan dan kemuliaannya.
Akibatnya, generasi muda kita pun mulai hidup dengan budaya kebebasan dan mengutamakan materi. Viral dan banyak ‘cuan’ adalah tujuan hidup sebagian generasi muda. Hal ini bisa kita cermati melalui media sosial. Pergaulan bebaspun merebak. Pacaran adalah pintunya.
Naluri seksual yang bertujuan untuk melestarikan jenis dalam bingkai pernikahan pun diumbar tanpa aturan. Tayangan-tayangan televisi, video, film, lagu didunia maya penuh dengan konten dewasa yang mudah diakses generasi muda. Bahkan tayangan kartun anak-anak tak luput dari konten pornografi, pornoaksi yang merangsang naluri seksual.










