Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Gen Z, Saatnya Melek Politik Islam

480
×

Gen Z, Saatnya Melek Politik Islam

Sebarkan artikel ini
Gen Z, Saatnya Melek Politik Islam
Masyita, S.Pd., M.M (Praktisi Pendidikan)

OPINI—Generasi Z adalah orang-orang yang lahir di era perkembangan teknologi. Mereka telah menikmati keajaiban teknologi seperti internet dengan berbagai fitur menarik. Pada umumnya generasi Z lahir pada tahun 1995 sampai 2012 (mereka memahami karakter generasi baru yang akan mengubah dunia kerja, 2018).

MTV mendefinisikan, generasi itu sebagai orang-orang yang lahir selepas Desember 2000 (Time.com, 2015). Generasi Z sedang berada pada jenjang pendidikan, mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Beberapa diantaranya sudah memasuki dunia kerja.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Gen Z, tidak menyukai hal yang rumit, salah satunya yang berbau politik. Jika politik sangat menarik bagi sebagian orang, justru tidak bagi Gen-Z dan milenial. Mereka berpandangan bahwa politik adalah alat kotor untuk meraih tujuan tertentu, batu loncatan untuk korupsi, gimmick, berantakan, kacau, dan sangat rumit.

Dengan pandangan semacam itu, sudah pasti mereka anti politik. Meski ada juga yang tertarik walau angkanya kecil. Hasil survei program analytic fellowship Maverick Indonesia mengungkap, 24% dari 722 responden Gen-Z di Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta mencari berita sosial-politik.

Secara umum kondisi ini tidak berbeda jauh dengan Gen-Z dan milenial dari kalangan santri, yang sama-sama kurang meminati bahasan politik. Sebab kajian politik yang ada di kitab kuning jarang diajarkan di pesantren.

Pesantren lebih dominan mengajarkan tsaqafah Islam terkait fikih fardiyah. Sedangkan tsaqafah seputar fikih muamalah baina li ghairihi (mengatur relasi antar manusia yang mencakup pengaturan ekonomi, sosial kemasyarakatan, kepemimpinan, hubungan antarnegara, dan jihad).

Dari kitab-kitab turats atau warisan adalah sebagai ilmu semata, bukan diterapkan dalam bentuk negara (Islam). Selain fikih fardiyah, kajian tasawuf yang mengajarkan pembersihan jiwa dari sifat tercela, sombong, ujub, riya, sum’ah, qanaah, dan sebagainya, mendorong untuk tidak terlibat politik dengan persepsi, “politik adalah kotor, sedangkan Islam adalah suci.”

Dari sini, opini umum kemudian bermunculan bahwa pesantren dan santri menjadi apolitis. Kepemimpinan dalam kacamata Islam dipandang sangat penting. Ia berperan sebagai pemimpin yang mengatur, memanajemen, atau memerintah seseorang dalam sebuah negara. Dengan adanya pemimpin, manusia akan lebih teratur. Untuk itu, penting menaati seorang pemimpin.

Islam sebagai agama samawi (yang datang dari tuhan), tidak hanya mengatur tentang kehidupan akhirat saja. Melainkan mengatur tentang tata cara memimpin dunia, bagaimana menghormati pemimpin dan hal lain terkait dengan duniawi yang dapat dipahami melalui fikih muamalah termasuk tentang politik.

Kata politik berasal dari bahasa arab (siyasah) yang secara bahasa berarti memimpin, mengatur, melatih dan memerintah. Selain itu, politik juga disebut sebagai (saasa al-qoum) yang berarti seseorang itu memerintah, mengatur dan melatih seorang kaum.

Imam Abul Wafa Ibnu Aqil Al-Hambali, berkata, politik adalah aktivitas yang akan mendorong manusia agar semakin dekat dengan kebaikan, jauh dari berbagai kerusakan dan sesuai dengan syariah. Pernyataan ini menunjukkan bahwa sebuah politik (siyasah) adalah aktivitas yang baik, dengannya akan tercipta sebuah kepemimpinan ideal yang berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam Islam, politik adalah aktivitas yang sangat mulia, sehingga setiap muslim harus mempelajari, memahami, dan menjadikannya sebagai aktivitas utama dalam kehidupan ini, melalui amar ma’ruf nahi mungkar. Tujuannya agar sistem sekuler kapitalisme segera tergantikan dengan sistem Islam.

Allah Swt. telah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (TQS Ar-Ra’du: 11).

Bentuk aktivitas politik yang sangat penting dilakukan saat ini adalah penyadaran kepada umat Islam untuk mengambil Islam secara utuh, tidak pilih dan pilah, baik dari sisi ruhiyah maupun siyasiyah, serta meninggalkan sistem sekularisme, kapitalisme, dan demokrasi. Sebagaimana firman Allah Swt.,

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al-Baqarah: 208).

Aktivitas politik telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. ketika sedang berupaya mendirikan Daulah Islam di Madinah melalui aktivitas dakwah. Daulah Islam menjadi cikal bakal diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh.

Dalam dakwahnya, Rasulullah saw. tidak hanya menyampaikan risalah Islam, melainkan menunjukkan kebobrokan sistem jahiliyah saat itu, hingga terbangun kesadaran politik yang benar pada diri para sahabat.

Dengan melihat realitas kehidupan saat ini, ternyata tidak jauh berbeda dengan kehidupan masa jahiliyah dulu, yakni menerapkan sistem kehidupan atas dasar hawa nafsu manusia yang pada akhirnya melahirkan banyak problem.

Untuk itu, sudah saatnya Gen Z, termasuk para santri, melek dan beraktivitas politik guna mewujudkan institusi politik Islam yakni Khilafah Islamiyah, agar semua ketentuan syariat Islam bisa diterapkan dalam kehidupan ini. Wallahualam. (*)

 

Penulis: Masyita, S.Pd., M.M (Praktisi Pendidikan)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!