OPINI—Presiden Prabowo Subianto diketahui memanggil sejumlah Konglomerat mulai dari Bos Agung Sedayu Group yakni Sugianto Kusuma (Aguan) hingga pemilik Barito Pacific yakni Prajogo Pangestu di istana Kepresidenan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tentu ini semakin memperjelas kepada umat seperti apa keberpihakan pemerintahan terhadap para Taipan ketimbang kepada rakyatnya.
Dampak Menyerahkan Aset Negara Kepada Asing
Melihat kondisi umat yang semakin sulit dalam hal ekonomi, ditambah dengan PHK yang dilakukan secara besar-besar oleh Perusahaan Tekstil di awal tahun 2025 semakin memperparah kondisi perekonomian dalam negeri.
Sedangkan jumlah pengangguran semakin meningkat, belum lagi para sarjana yang menganggur karena kurangnya lapangan kerja. Namun, apa yang terjadi ketika negara memberi peluang besar kepada Aseng untuk pengelolaan sumber daya di negeri ini.
Segala aset-aset yang dikelola Asing sudah cukup memperparah kondisi ekonomi umat ditambah Aseng semakin menguatkan dominasi kekuasaan pasar di tengah masyarakat.
Barang-barang produksi dalam negeri perlahan-lahan tersingkirkan dengan produksi Aseng. Perusahaan menjadi rugi, pabrik-pabrik ditutup, dan pengangguran semakin merajalela.
Alasan Presiden mengundang para Taipan ke istana untuk memberikan pandangan kritis dan pengalaman melakukan investasi agar pengelolaan aset-aset Indonesia dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Upaya ini diduga kuat terkait pengelolaan dana pada Badan Pengelola Investasi Danantara karena dihadiri sejumlah pengawas dan pengurus Danantara.
Pemerintah nampaknya menutup mata atas realitas bahwa para konglomerat itu telah menimbulkan banyak masalah. Contoh kasus Rempang, PIK2, IKN, dan yang lainnya. Sangat nampak negara justru menjadikan urusan rakyat sebagai lahan bancakan bagi para pemilik modal. Miris, negara malah tergadai di tangan para penjajah Taipan.
Dampak dari penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalisme telah membuat penguasa seenaknya mengatur negara. Namun, membuat rakyat sengsara. Jelas sistem ini tidak ada ruang untuk diberlakukannya hukum syara’ dan segala kepentingan oligarki berdiri di atasnya.
Butuh Kepemimpinan Islam
Berbeda dengan kepemimpinan Islam, yaitu pemimpin/penguasa sebagai raa’in dan junnah yang akan mengurus umat dengan benar dan menjaga mereka dari segala hal yang membahayakan.
Negara pun memiliki wibawa dan independensi, ditopang oleh penerapan sistem aturan yang mengurusi seluruh problem masyarakat, termasuk sistem ekonomi dan keuangan yang membuat negara mampu mensejahterakan rakyatnya dengan ketersediaan anggaran yang kuat dan berkelanjutan.
Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk mengelola aset dan sumber daya alam yang dimiliki dengan adil, mengutamakan kepentingan umat, serta tidak bekerja sama dengan pihak-pihak yang dapat merugikan masyarakat, termasuk “Taipan Aseng” dan “Asong”, yang mungkin merujuk pada individu atau kelompok yang hanya mengeksploitasi sumber daya demi keuntungan pribadi tanpa mempedulikan keadilan sosial).
Adapun beberapa dalil dan hadis yang dapat dijadikan pedoman untuk kewajiban negara dalam menjaga asetnya dan menghindari kerjasama yang merugikan masyarakat:
Pertama, kewajiban negara untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan umat.
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah (2:195):
“Dan belanjakanlah (di jalan Allah) dengan apa yang telah diberikan kepadamu, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat ini menunjukkan bahwa negara sebagai pemegang kekuasaan harus menjaga kemaslahatan umat, yakni tidak hanya mengelola kekayaan negara, tetapi juga memastikan bahwa pengelolaannya tidak merugikan masyarakat.
Kedua, kewajiban negara agar tidak mengutamakan aset untuk kepentingan pribadi.
Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang raja adalah pemimpin atas rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengingatkan bahwa penguasa atau negara bertanggung jawab atas segala yang ada di bawah kepemimpinannya, termasuk aset yang dimiliki negara.
Oleh karena itu, negara tidak boleh memberikan asetnya untuk kepentingan individu atau pihak tertentu (seperti Taipan atau konglomerat) yang hanya mengutamakan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Ketiga, pengelolaan kekayaan untuk kebaikan umat. Dalam surah Al-Mumtahanah (60:8), Allah SWT berfirman:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Ayat ini menunjukkan bahwa negara dan penguasa harus berlaku adil dalam pengelolaan aset dan kekayaan negara. Tidak boleh ada pihak yang mengambil keuntungan secara tidak adil, terutama dengan bekerja sama dengan pihak yang bisa merugikan masyarakat.
Keempat, larangan eksploitasi dan penindasan. Rasulullah saw. juga memberikan peringatan keras terhadap penguasa atau individu yang mengelola kekayaan secara tidak adil dalam hadis berikut:
“Tiga orang yang akan menjadi musuh-Ku pada hari kiamat: orang yang mengikat janji dengan nama-Ku, kemudian ia mengkhianatinya; orang yang menjual seseorang yang telah merdeka dan memakan harga jualnya; dan orang yang mempekerjakan seorang pekerja kemudian ia mengambil keuntungan dari pekerjaannya tanpa memberikan haknya.” (HR. Al-Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa mengelola kekayaan dengan cara yang menindas atau hanya menguntungkan pihak tertentu (seperti pengusaha besar atau taipan) dengan mengabaikan hak-hak orang lain adalah tindakan yang dilarang dalam Islam.
Kelima, larangan Penindasan dan Ketidakadilan dalam Sistem Ekonomi.
Dalam Surah Al-Baqarah (2:188), Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa perkara itu kepada para hakim, agar kamu dapat memakan harta benda orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Ayat ini menekankan bahwa mengeruk kekayaan atau keuntungan dari sumber daya alam secara tidak sah, termasuk dengan cara yang tidak adil melalui kerjasama yang merugikan umat (seperti bekerjasama dengan pihak yang hanya mencari keuntungan pribadi), adalah haram.
Keenam, kewajiban negara untuk memastikan kesejahteraan sosial. Penguasa memiliki tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan umat. Islam mengajarkan bahwa negara harus mengelola kekayaan dan aset sumber daya alamnya dengan adil dan bijaksana, untuk kepentingan umat dan bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Negara tidak boleh bekerja sama dengan pihak-pihak yang hanya mengutamakan kepentingan mereka sendiri, yang bisa merugikan masyarakat luas. Sebagai amanah dari Allah, semua aset yang dimiliki oleh negara harus digunakan untuk kemaslahatan bersama, memastikan kesejahteraan sosial, dan tidak melibatkan praktik penindasan atau eksploitasi terhadap pihak yang lemah. Wallahu A’lam. (*)
Penulis: Masyita, S.Pd., MM (Praktisi Pendidikan)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.