JENEPONTO—Puluhan aktivis Aliansi Pemuda Turatea (Ampera) geruduk Kantor Polres Jeneponto, Senin (25/4/2022).
Hal ini sekaitan dengan kasus penganiayaan korban perempuan MR yang ditangani Polsek Kelara dari bulan Januari yang lalu. Pihak kepolisian dianggap lamban menangani kasus ini.
Kordinator lapangan, Asril mengungkapkan, pelaporan di Polsek Kelara bermula pada tanggal 18 Januari 2022, tapi belum ada tindak lanjut.
“Pelaporan oleh korban penganiayaan bermula tanggal 28 Januari 2022, namun sampai sekarang belum ada tindak lanjut dari Polsek Kelara. Lamanya proses di Polsek Kelara ini,” ungkap Asril, di ruang Kasat Reskrim, Iptu Nasaruddin.
Ia menyampaikan, yang menjadi pertanyaan besar bagi dirinya dan kawan-kawan, ada apa di sana (Polsek Kelara).
“Setelah gelar perkara, status pelaku sudah jadi tersangka. Yang jadi tanda tanya besar bagi kami, belum ada penahanan. Pelaku atau tersangka berkeliaran, status sakitnya itu bagaimana?,” terangnya.
Hal yang sama pun dipertanyakan oleh salah seorang aktivis lainnya, Hasan Walinono yang menganggap lemahnya penegakan supremasi hukum terhadap kasus penganiayaan yang dialami MR.
Kasat Reskrim Iptu Nasaruddin membenarkan laporan itu terjadi pada tanggal 28 Januari 2022.
“Kemudian, Polsek Kelara melakukan penyidikan tanggal 8 Pebruari 2022. Tanggal 28 Maret 2022 penyidik menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Jeneponto. Ternyata 31 Maret berkas kembali atau P19, sehingga penyidik melengkapi pengembalian berkas pada tahap pertama,” jelasnya.
Selanjutnya, tanggal 11 April penyidik kembali menyerahkan berkas ke Kejaksaan. “Ternyata penelitian Jaksa Penuntut Umum, tanggal 18 berkas dikembalikan oleh Jaksa ke penyidik dengan ada beberapa petunjuk,” katanya.
“Bahwa berkas perkara tersebut, dinyatakan bahwa cukup bukti ada terjadi pidana penganiayaan. Tetapi penganiayaan dianggap adalah penganiayaan ke pasal 352 KUHPidana berdasarkan hasil penyidikan dan visum yang ada,” ungkap Iptu Nasaruddin.
Menurutnya, penyidik sudah melakukan langkah-langkah proses penyelidikan dan penyidikan dan sesuai tahapan yang ada.
“Pasal 20 mengatur tentang penahanan, yang mana boleh ditahan di sana yaitu ancaman pidana 5 tahun ke atas, tapi ada pengecualian di sana atau dibawah 5 tahun boleh ditahan. Bahwa tidak semua perkara boleh dilakukan penahanan. Itu kembali ke penilaian penyidik,” bebernya.
“Saya sendiri Kasat Reskrim tidak punya kewenangan untuk mengintervensi para Kapolsek untuk melakukan penahanan, tergantung penilaian penyidik untuk melakukan penahanan atau tidaknya,” tutupnya. (*)
















