Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nidzhomul Islam, bab Qiyadah Al Fikriyah. Menjelaskan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang memiliki pemikiran, perasaan, dan aturan yang sama. Maka jika kita melihat realitas seperti ini, berarti masyarakat murni positif terpapar sistem sekuler kapitalisme.
Sistem inilah yang membuat pemikiran, perasaan, dan aturan yang berlaku terpisah dari agama. Agama hanya diserahkan kepada individu masing-masing tanpa ada penjagaan terhadapnya .
Sementara untuk mengatur kehidupan, manusia merasa bebas melakukan apapun dan menilai standar kebahagiaan, juga kesuksesan, terpaku pada tolak ukur kapitalisme yang materialistik.
Akibatnya muncullah penerapan ala-ala kaum selebritis yang membagikan syahwat hedonis. Bahkan sampai ke kelompok masyarakat ekonomi paling tipis sekalipun.
Kehidupan yang serba sekuler dan materialistik ini, membuat para remaja yang seharusnya terikat dengan hukum Islam, malah bebas mengekspresikan diri.
Bisa dilihat dari penelitian Reckitt Benckiser Indonesia tahun 2019 terhadap 500 remaja di lima kota besar Indonesia. Menemukan 33% remaja pernah berhubungan diluar nikah tanpa mengenal pasangan mereka karena terjun langsung di dunia prostitusi baik itu perempuan maupun laki-laki. Belum lagi remaja yang terlibat dalam LGBT.
Tak cuma itu, remaja Indonesia pun sudah sangat memprihatikan saat ini. Dewan Masjid Indonesia (DMI) pernah menyatakan bahwa “65% Muslim Indonesia ternyata tidak bisa membaca Al-Qur’an. Dan menyebutkan hanya 33,6 persen anak muda rajin shalat ke masjid setiap hari.
Masih banyak anak muda yang hidupnya jarang atau bahkan tidak pernah ke masjid sama sekali. Na’udzubillah, remaja seperti inikah yang kita harapkan sebagai penerus bangsa?













