Advertisement - Scroll ke atas
Nasional

Kalangan Pengusaha dan Buruh Kompak Menolak Tapera

562
×

Kalangan Pengusaha dan Buruh Kompak Menolak Tapera

Sebarkan artikel ini
Kalangan Pengusaha dan Buruh Kompak Menolak Tapera
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani. (Foto: Ist/Ag4ys)

JAKARTA—Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengungkapkan pihaknya menolak kebijakan pemerintah yang mewajibkan pemotongan gaji untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan revisi atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang telah ditandatanganinya, 20 Mei 2024.

“Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja/buruh,” ungkap Shinta lewat siaran persnya.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Shinta, mengatakan pihaknya selalu mendukung kesejahteraan pekerja dengan mengupayakan ketersediaan rumah. Namun, kalangan pengusaha menilai bahwa PP nomor 21/2024 merupakan duplikasi dari program sebelumnya yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.

Maka dari itu, menurutnya, tambahan beban iuran Tapera dari gaji pekerja sebetulnya tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan.

Apindo, ujar Shinta, akan terus mendorong penambahan manfaat program MLT BPJS Ketenagakerjaan sehingga pekerja swasta tidak perlu mengikuti program tersebut. Menurutnya, program Tapera ini sebaiknya hanya diperuntukkan bagi ASN, TNI dan Polri.

“Jika pemerintah tetap akan menerapkannya, diharapkan dimulai dulu dengan dana yg terkumpul dari ASN dan TNI/POLRI untuk manfaat mereka yang sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah. Jika hasil evaluasi sudah bagus pengelolaannya, baru dikaji untuk memperluas cakupannya ke sektor swasta,” tegasnya.

Senada dengan Apindo, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai bahwa iuran Tapera hanya akan membebani buruh dan rakyat. Presiden KSPI Said Iqbal mengungkapkan beberapa alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan pada masa sekarang.

Pertama, katanya, belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program itu. Jika dipaksakan, katanya, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.

“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” ujar Said.

Kedua, Said menyinggung soal upah riil buruh yang turun sekitar 30 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Alhasil tidak ada kenaikan upah buruh selama hampir tiga tahun berturut-turut. Pada tahun 2024, kata Said, kenaikan upah buruh juga tidak tinggi.

“Dalam UUD 1945, tanggung jawab pemerintah adalah menyiapkan dan menyediakan rumah yang murah untuk rakyat, sebagaimana program jaminan Kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah. Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh. Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat,” pungkasnya. [gi/ab/Voa/Ag4ys]

error: Content is protected !!