Advertisement - Scroll ke atas
News

LSI: Dampak Gerakan 212 Tak Hanya Sesaat

541
×

LSI: Dampak Gerakan 212 Tak Hanya Sesaat

Sebarkan artikel ini
Unjuk rasa warga Muslim di Jakarta menuntut agar Ahok dipenjarakan (foto: dok).

JAKARTA – Peneliti senior LSI Burhanudin Muhtadi membantah demonstrasi 212 hanya fenomena sesaat dan akan berhenti setelah mantan gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dipenjara.

Tren kenaikan tingkat intoleransi jika ada warga non-Muslim menjadi kepala daerah atau kepala pemerintahan, tegas Burhanudin, justru terjadi sejak ada protes anti-Ahok pada 2016.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Burhanudin menjelaskan intoleransi politik terhadap non-Muslim terus berlanjut dan efeknya mulai menular ke level sosial. Dia menambahkan sebelum ada Gerakan 212, tren intoleransi politik dan intoleransi religius sosial sedang turun.

“Bukan 212 yang merupakan puncak dari radikalisme tapi 212 yang justru membuka keran terhadap makin naiknya intolleransi,” paparnya di Jakarta, Senin (24/9/2018).

Gerakan 212 adalah sebuah demonstrasi besar-besaran yang oleh penyelenggaranya diklaim diikuti oleh sekitar tujuh juta warga Muslim, yang menuntut agar Ahok diadili dengan tuduhan melecehkan agama Islam akibat pernyataannya di Kepulauan Seribu pada September 2017.

Dibanding Tahun 2017, Dukungan pada Demokrasi Naik

Disisi lain ada hasil yang cukup memberi harapan. Survei ini mendapati bahwa dukungan pada demokrasi mencapai 83 persen, atau naik dibanding tahun lalu yang mencapai 76 persen. Demikian pula tingkat kepuasan atas jalannya demokrasi yang mencapai sebesar 73 persen.

Lebih lanjut Burhanudin mengungkapkan mayoritas responden setuju dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan, yakni sebesar 90 persen, sama dengan hasil survei tahun lalu. [VOA/shar]

error: Content is protected !!