Advertisement - Scroll ke atas
Jawa Tengah

Raksasa Industri Tekstil di ASEAN, Sritex Resmi Tutup, 10.665 Karyawan Terkena PHK

798
×

Raksasa Industri Tekstil di ASEAN, Sritex Resmi Tutup, 10.665 Karyawan Terkena PHK

Sebarkan artikel ini
Raksasa Industri Tekstil di ASEAN, Sritex Resmi Tutup, 10.665 Karyawan Terkena PHK
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa industri tekstil Indonesia, resmi menutup operasionalnya secara permanen pada 1 Maret 2025.

MEDIASULSEL.COM—PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa industri tekstil Indonesia dan Asean ini, resmi menutup operasionalnya secara permanen pada 1 Maret 2025. Keputusan ini berdampak besar, dengan 10.665 karyawan harus menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) massal per 28 Februari 2025.

Langkah ini diambil setelah Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Oktober 2024. Upaya kasasi perusahaan untuk membatalkan keputusan tersebut kandas setelah Mahkamah Agung menolak permohonan pada 18 Desember 2024, membuat status pailit berkekuatan hukum tetap.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Pemerintah sebenarnya sempat berupaya agar operasional Sritex tetap berjalan. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto meminta perusahaan tidak menghentikan produksi demi melindungi tenaga kerja.

Namun, kondisi keuangan yang semakin memburuk membuat opsi itu mustahil, dan Sritex akhirnya harus menutup bisnisnya untuk selamanya.

Raksasa Industri Tekstil di ASEAN, Sritex Resmi Tutup, 10.665 Karyawan Terkena PHK
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).

Penutupan ini juga membawa konsekuensi bagi pasar modal. Saham Sritex dengan kode emiten SRIL terancam didepak (delisting) dari Bursa Efek Indonesia (BEI) akibat penghentian operasional dan status pailitnya.

Raksasa Industri Tekstil di ASEAN, Sritex Resmi Tutup, 10.665 Karyawan Terkena PHK
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa industri tekstil Indonesia, resmi menutup operasionalnya secara permanen pada 1 Maret 2025.

Bagi industri tekstil nasional, hilangnya Sritex menjadi pukulan telak. Perusahaan yang berawal sebagai usaha kecil di Pasar Klewer, Solo, pada 1966 ini, pernah tumbuh menjadi salah satu pemain utama di industri tekstil global.

Didirikan oleh Lukminto dengan nama “UD Sri Redjeki,” perusahaan ini mulai membangun pabrik di Joyosuran, Solo, pada 1968. Seiring perkembangan bisnisnya, nama dan badan hukum perusahaan diubah menjadi PT Sri Rejeki Isman pada 1978.

Pada 1984, Sritex bahkan dipercaya memproduksi seragam militer untuk pasukan NATO dan Jerman. Ekspansi terus berlanjut, dengan penambahan lini produksi hingga akhirnya resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada 2013. Akuisisi PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries pada 2018 memperkuat kapasitas pemintalan Sritex.

Saat pandemi Covid-19 melanda, perusahaan ini berperan besar dalam produksi alat pelindung diri, mendistribusikan 45 juta masker hanya dalam tiga minggu. Bahkan, pada 2020, Sritex mencatat sejarah dengan ekspor perdana ke Filipina.

Kini, perjalanan panjang perusahaan yang pernah menjadi ikon industri tekstil nasional ini harus berakhir, meninggalkan tantangan besar bagi ribuan mantan karyawannya dan sektor industri di Indonesia. (*)

error: Content is protected !!