OPINI—Judi online (judol) nampaknya makin hari kian meningkat. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebut saat ini Indonesia sedang menghadapi masalah judi online.
Hal ini dilihat dari perputaran dana judol pada 2025 yang mencapai Rp 1.200 triliun. Ia mengatakan jumlah perputaran dana judi online ini pun mengalami kenaikan dari tahun 2024 sebesar Rp 981 triliun (Detik, 24-04-2025).
Mirisnya lagi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan merinci pemain judi online di Indonesia berjumlah 8,8 juta yang mayoritas merupakan kalangan menengah ke bawah.
Ia juga mengatakan ada 97 ribu anggota TNI-Polri dan 1,9 juta pegawai swasta yang bermain judi online. Tak ketinggalan ada 80 ribu pemain judi online yang usianya di bawah 10 tahun (Cnnindonesia, 21-11-2024).
Persoalan judi online sungguh sangat merajalela, pemberantasannya pun sudah dilakukan, sayang pertumbuhannya tidak kalah pesat. Masalah judi online pun jelas menimbulkan berbagai efek berupa kecanduan, gangguan kesehatan mental, penurunan taraf ekonomi hingga peningkatan kriminalitas.
Permasalahan judi online pun nampaknya sulit diberantas. Bagaimana tidak, ketimpangan ekonomi yang begitu tajam membuat masyarakat rentan tergiur jalan pintas memperoleh uang melalui judi. Apalagi ketika kebutuhan dasar sulit terpenuhi, tawaran iming-iming kaya instan menjadi sangat efektif.
Apalagi telah menjadi rahasia umum tidak sedikit aparat dan pejabat yang terlibat makin menguatkan hal ini. Ditambah sanksi yang ada belum mampu memberi efek jera, sehingga hal ini makin menumbuhsuburkan judi online.
Belum lagi, dalam sistem saat ini (kapitalisme) sektor apa saja yang mampu menghasilkan keuntungan, termasuk judi online, cenderung mendapat celah untuk berkembang. Pun ditambah lagi minimnya kontrol demi “kebebasan pasar” yang akhirnya membuat praktik perjudian semakin meluas, difaslitasi oleh platform digital, iklan masif, dan celah hukum.
Padahal kasus judi online perlu untuk segera diberantas. Karena sangat jelas melanggar hukum agama dan membahayakan kehidupan masyarakat. Tapi beginilah gambaran negara yang mengemban kapitalisme. Selama hal tersebut mendatangkan cuan, maka judi online sangat sulit diberantas hingga ke akarnya.
Selain itu, hal tersebut menunjukkan lemahnya political will untuk serius menanganinya, karena sejatinya ada banyak ahli di Indonesia. Pun hal ini sangat dipengaruhi bagaimana pemegang kebijakan dalam menuntaskan masalah tersebut. Sebab perkara itu, bukan hal baru lagi di negeri ini.
Di sisi lain, sistem sekuler meniscayakan adanya situs-situs tersebut. Hal itu, karena peran agama nampak dimarginalkan dalam mengatur masalah kehidupan, sehingga agama hanya dipandang sebatas mengatur ibadah ritual semata.
Di samping itu, sistem yang diterapkan saat ini bekerja bukan berdasarkan tolok ukur halal haram, tetapi berdasarkan asas maslahat. Jadi walaupun haram, namun mendatangkan manfaat, maka akan dianggap sah-sah saja. Tengok saja bagaimana regulasi miras.
Karenanya islam mewajibkan negara untuk memiliki teknologi terbaik, sumber daya manusia terbaik, juga political will untuk menyelesaikan dengan tuntas berbagai masalah. Dari semua itu, peran negara begitu sangat penting.
Dari itu, penting bagi negara menjaga rakyat dari berbagai hal yang dapat merusak akidah maupun pemikiran dari hal-hal yang merusak. Karenanya sistem islam senantiasa mengondisikan ketakwaan rakyatnya agar senantiasa terjaga.
Tak hanya itu, pemberantasan judi tidak hanya dengan menghukum pelaku dan bandar, tetapi juga membangun struktur hukum sesuai syariat, mulai dari penerapan aturan-Nya, pembentukan aparat penegak hukum syariah, hingga membangun budaya amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat.
Islam pun tidak hanya menindak kejahatatan secara fisik, tetapi juga membasmi kemiskinan dan hedonisme yang berasal dari Barat yang menjadi pemicu maraknya judi dan penyakit sosial lainnya. Hal ini dilakukan melalui dakwah, pendidikan islam, dan kontrol masyarakat serta menerapkan sanksi yang tegas.
Pun dalam islam pemberantasan kemaksiatan tidak akan pernah berkompromi pada apapun, walau hal itu nampak menghasilkan banyak keuntungan. Karena sistem islam senantiasa menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai dasar negara. Sebab seluruh aturan dan kebijakan bukan berasal dari manusia yang sifatnya lemah dan terbatas, namun berasal dari hukum syariat.
Dalam islam juga ketika memandang judi, baik online maupun offline, maka pandangannya jelas, yakni haram. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 90, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuaan itu agar kamu beruntung.”
Adapun hukum judi berupa sanksi ta’zir, sebab judi adalah perbuatan maksiat dan kadar sanksinya diserahkan oleh qadhi. Karena sungguh fungsi sanksi dalam islam sebagai pembuat efek jera baik bagi pelaku maupun orang lain yang memiliki keinginan serupa. Pun sebagai penebus dosa.
Dengan demikian, sistem yang ada saat ini begitu sulit memberantas masalah judi online. Terlebih jika terdapat nilai manfaat di dalamnya. Dari itu, tidakkah umat ini merindukan aturan yang maha baik yang bersumber dari pencipta? Karena sungguh Allah yang menciptakan hamba, maka Dia pula yang lebih mengetahui mana yang terbaik untuk hambanya. Wallahu a’lam. (*)
Penulis: Fitri Suryani, S.Pd. (Freelance Writer)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
















