OPINI—Miris seorang santri, A. Muhammad Riski Malik, yang mondok di Pesantren Al-Islam Meeto, Desa Meeto, Kecamatan Kodeoha, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, mengalami luka bakar serius yang dilakukan oleh seniornya (Telisik, 11-04-2025)
Tak kalah miris, seorang santri salah satu pondok pesantren di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, tewas karena pembacokan. Korban terlibat pertarungan menggunakan senjata tajam. Aksi tersebut terjadi pada Rabu, 5 Maret 2025 sekitar pukul 01.30 WIB dini hari yang mengakibatkan korban meninggal dunia (Detik, 06-03-2025).
Kasus tersebut tentu hanya secuil fakta dari banyaknya kasus kriminal yang terjadi di lingkungan pondok pesantren (Ponpes). Hal ini jelas sangat memprihatinkan, bagaimana tidak, kekerasan yang dilakukan oleh generasi muda termasuk pelajar tak terkecuali di lingkungan Ponpes kian hari jumlahnya makin meningkat. Pun kekerasan yang dilakukan makin beragam.
Tindak kriminal yang dilakukan generasi muda tentu banyak penyebabnya, di antaranya mereka kemungkinan besar pernah menjadi korban kekerasan. Baik kekerasan itu terjadi di lingkungan tempat tinggal dan terpapar kekerasan dari berbagai media. Apalagi saat ini banyak media yang menyajikan tontonan yang minim nilai edukasi, bahkan yang dapat mengarahkan generasi muda ke arah yang tak bermoral.
Tidak hanya itu, kekerasan yang dilakukan generasi muda saat ini dapat juga disebabkan dari korban masalah rumah tangga, baik berupa kemiskinan, pengabaian, perceraian, minim/tidak mendapatkan pengasuhan dari orang tua dan masih banyak lagi.
Di samping itu, pemisahan peran agama dalam kehidupan yang ada saat ini pun sangat memiliki andil yang sangat besar atas bobroknya generasi muda saat ini. Karena dalam sistem ini agama nampak tak boleh berperan dalam mengatur persoalan kehidupan manusia.
Agama seolah hanya mengatur persoalan ibadah semata, sedangkan masalah yang menyangkut interaksi dengan manusia minim bahkan hampir semua dikembalikan kepada akal manusia yang sifatnya lemah dan terbatas yang kadang menimbulkan pertentangan.
Ditambah lagi, sistem sanksi yang ada belum mampu memberikan efek jera. Ini tampak dari makin banyaknya pelaku kriminal dan tidak sedikit seseorang keluar masuk bui dengan kasus serupa. Miris!
Dari itu, hal ini butuh kerja keras dari semua pihak, di antaranya: Pertama, peran lingkungan keluarga. Keluarga dalam hal ini orang tua memiliki peran yang begitu penting, karena lingkungan keluarga dalam hal ini orang tua merupakan sekolah utama dan pertama anak dalam memperoleh edukasi, baik sifatnya moral ataupun spritual. Sebab, hal tersebut akan mampu membentuk kepribadian anak.
Kedua, peran lingkungan masyarakat. Peran masyarakat pun penting dalam membantu pendidikan yang telah ditanamkan oleh orang tua di rumah. Sebab, bagaimana pun orang tua telah memberikan pendidikan yang terbaik, tapi jika lingkungan masyarakat buruk, maka anak dapat terpengaruh pula oleh keburukan yang ada di lingkungan masyarakat. Dari itu penting adanya saling melakukan amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, karena manusia tak lepas dari salah dan khilaf.
Ketiga, peran negara. Negara tak kalah penting dari peran lingkungan keluarga dan masyarakat, sebab negara memiliki kekuatan hukum dalam membuat peraturan dan memberi sanksi bagi pelaku keonaran, kekerasan bahkan kriminal. Untuk itu peran negara begitu strategis dalam menciptakan dan mengondisikan lingkungan masyarakat tak terkecuali para generasi muda termasuk para pelajar dalam membentuk karakter mereka menjadi lebih baik.
Pun jika menilik dalam sudut pandang islam dalam membantu membentuk kepribadian luhur generasi muda, maka di antara tujuan pendidikan yang akan ditanamkan, yakni membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat baik akidah ataupun hukum. Kemudian strategi pendidikannya, yaitu untuk membentuk pola pikir dan pola sikap islam. Sehigga nantinya akan mampu membentuk generasi muda yang berkepribadian islam, yang mana setiap perbuatan yang dilakukan bukan berdasarkan hawa nafsu, tapi tuntunan syariat.
Oleh karena itu, saat ini nampak sulit mengondisikan generasi yang memiliki pola pikir dan sikap yang luhur, jika kurang sinergi antara peran lingkungan keluarga, masyarakat hingga negara. Karenanya sudah saatnya bahu-membahu mengarahkan generasi muda agar tak hanya cerdas secara akademis, tapi juga memiliki budi pekerti yang luhur. Wallahu a’lam. (*)
Penulis: Fitri Suryani, S.Pd (Freelance Writer)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.