Kartel Kian Menggila
Struktur pasar industri minyak goreng di Indonesia memiliki karakteristik oligopoli longgar (loose oligopoly) yang dapat ditunjukan dengan mencermati nilai CR4 (42.60%) dan nilai HHI (662,4).
Kondisi ini menyebabkan pelaku usaha yang memiliki market power besar dapat melakukan pengaturan produksi dan harga dibandingkan dengan pelaku usaha yang tidak terintegrasi. Hal ini menjadi celah masuknya praktik tidak sehat dalam perdagangan.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah pihak yang pertama yang mendapati indikasi adanya permainan kartel (hubungan antara beberapa pengusaha atau produsen dalam hal produksi hingga pemasaran, dengan tujuan menetapkan harga untuk membatasi pasokan dan kompetisi) satu demi satu nampak ke permukaan.
Temuan Tim Satgas Pangan, salah satu produsen yang berlokasi di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara yang diduga menimbun 1,1 juta liter minyak goreng. hal serupa juga terjadi di Pekalongan dan Cilegon.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyatakan, tidak berdaya melawan mafia yang menyebabkan naiknya harga minyak goreng dan berdampak pada kelangkaan yang terjadi belakangan ini. Hal itu diungkap Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR (Alinea.id/17/3/2022).
Tentu hal ini sangat miris, karena kasus mafia kartel terus berulang, sementara negara tak mampu melindungi hak rakyat dalam hal ketersediaan pangan. Semua ini tak lain karena sistem ekonomi liberal yang ditetapkan di negeri ini telah memberi peluang besar bagi para bandit kapitalis untuk menguasai hajat hidup orang banyak.
Mereka dapat mengontrol pengelolaan hingga proses distribusi di pasaran. sementara pedagang kecil dan masyarakat tidak memiliki andil dalam proses tersebut. Mereka hanya dijadikan target pasar semata.
















