Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Ngotot Berkendara Demokrasi, Ilusi Perubahan Hakiki

1533
×

Ngotot Berkendara Demokrasi, Ilusi Perubahan Hakiki

Sebarkan artikel ini
Ngotot Berkendara Demokrasi, Ilusi Perubahan Hakiki
Rut Sri Wahyuningsih (Institut Literasi dan Peradaban).

Sedemikian tangkas pemerintah dalam mempersiapkan agenda lima tahunan ini, seolah inilah puncak pencapaian tertinggi demokrasi, sistem yang diterapkan sebagai pengatur urusan politik di negeri ini.  Yang menjadi pertanyaan, alasan apa di balik pasal pemilu (280 ayat 2 dan 3) yang melarang  beberapa pejabat pemerintahan  untuk bergabung sebagai tim kampanye di Pemilu 2024?

Sedemikian urgenkan pelarangan ini sehingga harus diundang-undangkan? Namun jika melihat jejak digital pemilu di tahun 2014, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pernah membantah beredarnya kabar kalau dirinya menjadi tim sukses Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) sebagai calon presiden (capres) 2014.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

“Saya hakim konstitusi, dilarang berpolitik praktis. Kalau berdiskusi dengan Ical, sering saya lakukan bahkan saya pernah berceramah di DPP Golkar,” kata Mahfud, di Jakarta Jumat (Republika.co.id 20/1/2012).

Inilah fakta lobi-lobi antar pejabat, pemimpin partai, pengusa dan siapapun yang konsen terlibat dalam kontestasi pemilu. Banyak pihak yang menaruh harapan dari hasil pemungutan suara di pemilu, siapa pemenang dan siapa yang kalah bak kartu Turf yang bakal menentukan masa depan mereka. Terlebih dalam politik ala demokrasi sejatinya tak ada kawan atau lawan abadi. Yang abadi adalah kepentingan.

Syeh Taqiyuudin An Nabhani dalam kitab Nizam Islam menjelaskan ada lima macam ikatan dalam masyarakat, ikatan nasionalisme, ikatan kesukuan, ikatan kemaslahatan, ikatan kerohanian yang tidak memiliki aturan dan ikatan akidah.

Hanya ikatan kelima, yaitu akidah yang mampu mengikat manusia untuk meraih kebangkitan dan kemajuan. Sayangnya, empat ikatan yang tak layak itulah yang kini sedang diterapkan banyak bangsa di dunia ini.

Demokrasi menjadi salah satu sistem politik yang paling banyak diemban di dunia ini, sebab ia mendewakan suara manusia untuk mengatur kehidupan sekaligus  menyelesaikan semua persoalannya. Tak ada ranah Tuhan di dalamnya yang dianggap malah menjadi beban dan mengungkung hak berekspresi.

Bagaimana manusia bisa berkembang jika seluruh potensi dan kreatifitasnya dihambat oleh halal dan haram?

Pun hari ini, bisa jadi munculnya undang-undang pemilu ini karena melihat fenomena pelaku politik begitu menghalalkan berbagai cara. Agar tujuannya tercapai. Berbagai orang berharap dengan berbagai latar belakang profesi dan keilmuannya bisa memberi pengaruh pada keputusan langkah selanjutnya dalam proses pemilu.

Jadi, bisa jadi pula, undang-undang pemilu ini tidak efektif sesuai tujuan. Sebab, meski bukan tim sukses, mereka tetap bisa menyuarakan kehendaknya. Termasuk terkait aliran dana kampanye yang bisa dengan mulus didistribusikan.

error: Content is protected !!