JAKARTA—Usai penyelenggaraan ibadah haji 2025, Menteri Agama RI Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada seluruh jemaah haji Indonesia. Pernyataan itu disampaikannya dengan nada tenang dan penuh ketulusan, mencerminkan sikap seorang pemimpin yang tak segan mengakui kekurangan.
“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh jemaah atas segala kekurangan selama pelaksanaan ibadah haji tahun ini,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima mediasulsel.com, Rabu (16/7/2025).
Meski secara umum pelaksanaan haji berjalan lancar, Nasaruddin tidak menutup mata terhadap sejumlah kekurangan yang masih dirasakan jemaah. Permintaan maaf ini menjadi sorotan publik, bukan karena sensasional, tetapi karena langkanya sikap seperti ini muncul dari seorang pejabat negara.
Sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal dan cendekiawan muslim terkemuka, Nasaruddin dikenal luas sebagai tokoh yang mengedepankan pendekatan spiritual dan empatik. Kepemimpinannya di Kementerian Agama disebut-sebut menghadirkan suasana birokrasi yang lebih humanis, inklusif, dan penuh kepedulian.
Permintaan maaf ini juga menjadi refleksi atas 75 tahun perjalanan Kementerian Agama dalam mengelola ibadah haji—sebuah tugas negara yang sarat tantangan, mulai dari logistik, diplomasi, hingga pelayanan langsung kepada jutaan umat. Dalam konteks itu, sikap Nasaruddin memperlihatkan bahwa keberanian mengakui kekurangan justru menjadi wujud tanggung jawab dan kedewasaan moral.
Di tengah banyaknya pejabat publik yang kerap bersikap defensif, Nasaruddin tampil berbeda: tenang, terbuka, dan merangkul. Ia menunjukkan bahwa ibadah haji bukan sekadar urusan teknis, tapi juga menyangkut rasa keadilan, kenyamanan, dan ketulusan dalam melayani umat.
Sikap ini mendapat apresiasi luas dari publik. Nasaruddin dinilai memberi teladan penting bahwa birokrasi bisa dijalankan dengan sentuhan nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan spiritualitas. Bukan sekadar menjalankan amanah, tapi juga memanusiakan pelayanan.
Ketulusan sang menteri ini bukan hanya meredam kritik, tapi sekaligus mengangkat martabat kepemimpinan di mata masyarakat. Bukan sekadar pemegang jabatan, tapi pemimpin yang benar-benar peduli dan bertanggung jawab. (Cr/Ag4ys)
Citizen Reporter: Muh. Aras Prabowo

















