Kapitalisme Gagal
Gonjang-ganjing harga pangan serta kondisi ketahanan dan kedaulatan pangan yang terus menurun merupakan cerminan kegagalan tata kelola pangan dalam sistem kapitalisme neoliberal. Kebobrokan akibat penerapan sistem ini juga terlihat di dunia dengan makin meluasnya krisis pangan dan kelaparan.
Jumlah rakyat yang kesulitan mengakses bahan pangan terus bertambah, bahkan tingkat kelaparan makin parah. Kegagalan sistem ini menjamin pemenuhan pangan karena hilangnya fungsinya politik negara yang sahih sebagai penanggung jawab untuk menyediakan pangan secara berkelanjutan, berkualitas, dan harga yang terjangkau. Peran negara dibatasi hanya sekadar regulator dan fasilitator.
Di sisi lain, penguasaan pangan oleh korporasi justru makin menguat. Korporasi diberikan keleluasaan untuk menguasai seluruh rantai pengadaan pangan mulai dari produksi, distribusi, dan konsumsi berada di tangan korporasi yang tentunya berorientasi mencari untung.
Sementara itu, akibat penguasaan negara yang minim tersebut berakibat pada minimnya penguasaan pasokan pangan negara, juga lemahnya pengawasannya pada rantai tata niaga pangan sehingga para mafia tumbuh subur.
Begitu pula di aspek konsumsi, negara juga sangat abai terhadap keamanan dan kualitas pangan yang dikonsumsi rakyat. Bahkan, dengan penerapan mekanisme pasar bebas—yang juga bagian dari sistem kapitalisme ini—telah menyebabkan penguasaan rantai pengadaan pangan berada di segelintir orang yang akhirnya bisa mengendalikan [mempermainkan] harga.
Oleh karenanya, tidak jarang terjadi anomali harga ketika pasokan pangan surplus, tetapi harga tetap melambung.
Kebijakan Islam Menjaga Stabilitas Harga
Beberapa kebijakan dalam Islam untuk menjaga stabilitas harga adalah pertama, menjaga ketersediaan stok pangan supaya supply and demand stabil, di antaranya dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian, ataupun dengan impor yang memenuhi syarat sesuai panduan syariat.
Kedua, menjaga rantai tata niaga, yaitu dengan mencegah dan menghilangkan distorsi pasar. Di antaranya melarang penimbunan, melarang riba, melarang praktik tengkulak, kartel, dsb. Disertai penegakan hukum yang tegas dan berefek jera sesuai aturan Islam.
Islam juga memiliki struktur khusus untuk ini, yaitu Qadhi Hisbah yang di antaranya bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan thayyib.
Yang tidak kalah pentingnya adalah peran negara dalam mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah. Dengan pemahaman tentang konsep bermuamalah, masyarakat akan terhindar dari riba, konsumsi makanan haram, serta tidak panic buying yang bisa merugikan orang lain.
Umar ra. pernah melarang orang yang tidak memiliki ilmu untuk datang ke pasar dengan mengatakan, “Jangan berjual beli di pasar kami, kecuali orang yang berilmu. Apabila tidak, ia akan makan riba, baik disengaja atau tidak.” Wallahu a’lam bi ash shawab. (*)
Penulis: Hijrawati Ayu Wardani, S.Farm, M.Farm (Dosen dan Pemerhati Sosial)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
















