OPINI—Palestina telah terjajah selama lebih dari tujuh dekade. Serangan-serangan brutal entitas Yahudi, pemblokadean ekonomi, dan penghancuran infrastruktur mengakibatkan penderitaan yang tak terhingga bagi rakyat Palestina, khususnya di Gaza.
Zionis Yahudi melakukan aksi genosida terhadap warga Gaza selama 15 bulan terakhir. Meski mendapatkan kecaman dari banyak negara dan warga dunia, tapi hal itu tidak menghentikan kekejian Zionis Yahudi.
Hingga hari ini jumlah korban meninggal diperkirakan lebih dari 46 ribu jiwa, korban luka termasuk cacat permanen lebih dari 100 ribu, dan korban hilang, diduga tertimbun reruntuhan bangunan, ada sekitar 11 ribu.
Siapapun yang menyaksikan penderitaan warga Gaza Palestina, yang menelan korban dari segala usia dan didominasi perempuan dan anak-anak, akan mendapati bahwa yang dilakukan Zionis itu sudah di luar batas kemanusiaan. Bahkan melalui sosial media, warga dunia dipertontonkan kekejian luar biasa yang dilakukan Zionis Yahudi.
Dunia juga menyaksikan keimanan kaum muslim Gaza begitu kokoh, dan kesabarannya dalam menahan penderitaan luar biasa, juga kegigihan para mujahid dalam melakukan perlawanan.
Lantas apa kontribusi dunia Internasional atas hal itu? Cukupkah dengan kecaman, gencatan senjata dan solusi dua negara?
Gencata Senjata Hanya Tipu daya
Perjanjian gencatan senjata ini berisi beberapa poin kesepakatan yang diharapkan bisa mengakhiri perang atau genosida secara permanen dan berkelanjutan. Maka penandatanganan atas perjanjian ini membawa euforia di kalangan umat Islam. Bahkan perjanjian gencatan senjata ini dipandang sebagai kemenangan rakyat Gaza.
Tentu kebahagiaan ini wajar dan tidak berlebihan sebab meski dengan senjata dan logistik seadanya, kaum muslim Gaza mampu membuat pihak musuh menyerah dan menyetujui gencatan senjata.
Akhirnya, kaum muslim Palestina bisa bernafas lega untuk sementara. Setelah kekejaman genosida berlangsung 15 bulan, sejak Oktober 2023, dan fase gencatan senjata dimulai pada 19 Januari 2025. Namun, gencatan senjata ini sejatinya hanya tipu daya. Banyak pihak menilai pelanggaran perjanjian masih sangat mungkin terjadi, mengingat pihak Zionis menerimanya dengan setengah hati.
Bahkan, tidak perlu menunggu lama, pada 20 Januari 2025, selang satu hari pemberlakuan kesepakatan, Kantor Berita Palestina WAFA (21-01-2025) sudah melaporkan pelanggaran yang dilakukan pihak Zionis Yahudi. Senin malam waktu setempat, sniper Zionis melakukan penembakan ke arah warga sipil di Kota Rafah. Seorang anak dan warga sipil Palestina dilaporkan tewas dan sembilan orang lainnya luka-luka.
Sementara itu, Kantor Berita Anadolu juga melaporkan, setelah pembebasan 90 tawanan Palestina, tentara Zionis menyerbu pemukiman warga dan menangkapi puluhan warga Palestina di Tepi Barat, termasuk anak-anak. Dilaporkan, pada Senin itu, setidaknya ada 64 warga yang ditangkap dan dibawa ke kamp militer di utara kota hingga memicu bentrokan baru di wilayah Azzun. (muslimahnews.net 22/01/2025)
Demikianlah, gencatan senjata dalam kaca mata dunia internasional memang dianggap kemajuan dari sebuah konflik, ia memberi jeda dan kelegaan dari kondisi yang berat. Namun gencatan senjata tidak menghilangkan fakta penjajahan itu masih ada, dan terbukti memang tidak bisa menghentikan kebengisan Zionis yang didukung negara adidaya Amerika.
Sifat ingkar janji bangsa Yahudi dan ketidakseganan mereka dalam berkhianat dan melakukan kejahatan yang lebih besar telah diperingatkan di dalam Al Qur’an dan sejarah pun telah membuktikannya. Maka pelanggaran mereka atas perjanjian yang telah disepakati adalah keniscayaan.
Jihad dan Khilafah Adalah Solusi Hakiki
Perjanjian gencatan senjata merupakan bentuk kemenangan para pejuang Gaza, maka kaum muslim boleh saja bergembira atas hal itu. Namun, tetap harus waspada dan tidak berhenti berjuang hingga Palestina bebas dari penjajahan. Sebab gencatan senjata tidak menghilangkan fakta bahwa penjajahan itu masih berlangsung, sehingga ini tidak boleh menghentikan perjuangan untuk bisa menyelesaikan akar masalahnya.
Umat Islam tidak boleh lupa bahwa akar masalah Palestina adalah perampasan tanah dari pemiliknya, bukan konflik wilayah sebagaimana dinarasikan media Barat. Faktanya Palestina adalah tempat pelarian bangsa Yahudi yang dulu terusir dari Eropa dan wilayah lainnya. Namun ironinya, mereka tanpa rasa malu merebut tanah air dan harta bangsa penolongnya. Padahal mereka telah disambut dengan ramah dan dijamu dengan baik. Hal ini terjadi akibat hasutan para pembenci Islam, yakni Zionis yang berkerjasama dengan Barat dengan menggunakan narasi-narasi agama.
Penderitaan Palestina tidak akan pernah terselesaikan oleh PBB, Liga Arab, maupun OKI. Masalah yang terjadi di Gaza juga tidak akan bisa selesai dengan cara-cara diplomatik, apalagi perdamaian. Solusi dua negara yang ditawarkan dunia hari ini justru adalah bentuk pengkhianatan atas Palestina dan mengakui penjajahan Zionis Yahudi di sana.
Allah Swt. berfirman, “Perangilah mereka oleh kalian di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (TQS Al-Baqarah: 191).
Inilah solusi yang diperintahkan Allah Swt., yakni dengan jihad. Haram hukumnya berdamai dengan kaum penjajah dan menerima pendudukan mereka di tanah air kaum muslim.
Jika wilayah Palestina yang diberkati dapat dikuasai Zionis Yahudi setelah kaum muslimin tercerai berai tanpa adanya Khilafah, maka Palestina akan kembali ke pangkuan Islam saat umat Islam mampu bersatu kembali dan menegakkan Khilafah yang menjadi perisai mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
“Sungguh Imam (Khalifah) itu adalah perisai (pelindung umat).” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Khilafah akan mengerahkan pasukan untuk memerangi dan mengusir Zionis Yahudi dari Palestina dan menghukum mereka, dengannya masalah yang dihadapi Palestina mampu terselesaikan secara utuh.
Umat muslim harus menyadari bahwa nasib kaum muslim di Palestina, bahkan di berbagai wilayah dunia Islam, tidak ditentukan oleh bangsa ataupun umat lainnya, tetapi oleh kaum muslim sendiri. Sudah saatnya kaum muslim bangkit dan bersatu mewujudkan Khilafah Islamiyah, agar umat islam memiliki kekuatan skala negara sehingga mampu menghadapi negara adidaya yang menjadi penyokong Zionis.
Kita adalah generasi penerus Shalahuddin al-Ayyubi. Dalam darah ini mengalir semangat jihad. Keberhasilan kaum muslim dahulu dalam membebaskan tanah Palestina yang diberkati pasti dapat terulang kembali dengan persatuan umat Islam di bawah naungan Khilafah. Inilah saatnya menghimpun kekuatan dan semangat perjuangan untuk kebangkitan kaum muslim dan menolak segala bentuk tipu daya perdamaian yang ditawarkan musuh Islam.
Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa saja yang meninggal dunia, sementara ia belum pernah berperang (berjihad) atau meniatkan diri untuk berjihad, maka ia mati di atas satu cabang dari kemunafikan.”.
Wallahu a’lam bishshawab
Penulis: Jumriah, S.Pd (Aktivis Muslimah)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
















